Pemerintah Provinsi Aceh menghentikan lelang proyek pembangunan yang dibiayai dana otonomi khusus tahun anggaran 2020. Kebijakan itu dinilai tepat di tengah pandemi Covid-19. Saat ini, nyawa manusia jauh lebih penting.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Aceh menghentikan lelang proyek pembangunan yang dibiayai dana otonomi khusus tahun anggaran 2020. Kebijakan itu dinilai tepat di tengah pandemi Covid-19. Nyawa manusia jauh lebih penting ketimbang pembangunan gedung dan proyek fisik lain.
Asisten II Pemprov Aceh Teuku Ahmad Dadek dihubungi pada Kamis (16/4/2020) di Banda Aceh menuturkan, kebijakan menghentikan lelang proyek dari dana otonomi khusus (otsus) karena ada perubahan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berdampak terhadap perubahan dana transfer ke daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh 2020 mendapat pemotongan dari pusat mulai dari dana alokasi khusus, dana alokasi umum, dan dana otonomi khusus. ”Pengurangan bisa mencapai Rp 800 miliar, tetapi kami masih menunggu peraturan menteri keuangan,” kata Dadek.
APBD Aceh tahun 2020 sebesar Rp 17 triliun. Sebagian besar APBD Aceh bersumber dari dana otonomi khusus, yakni sebesar Rp 8 triliun, dan sisanya dari DAK dan DAU. Dana otsus digunakan untuk membiayai proyek fisik, kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan penguatan perdamaian.
Pemprov Aceh mengajukan perubahan anggaran sebesar Rp 1,7 triliun untuk penanganan darurat Covid-19. Dana tersebut akan digunakan untuk penyaluran sembako, pengadaan alat medis, dan lainnya.
Dadek menuturkan, Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah pada 14 April 2020 telah mengirimkan surat perintah kepada Bupati/Wali Kota di Aceh untuk menghentikan sementara pelelangan proyek otsus. Penundaan hingga batas waktu tidak ditentukan.
Dosen Hukum Universitas Syiah Kuala, Tafik Rahim, menuturkan, penghentian sementara proyek fisik dari otsus sudah tepat. Alasannya, dalam keadaan darurat menyelamatkan kehidupan dan menjamin stok pangan lebih penting.
”Kebijakan ini sangat manusiawi dan memiliki nilai moral dan etika, baik dalam konteks ekonomi, sosial-budaya, maupun pembangunan,” kata Taufik.
Penyaluran sembako untuk warga terdampak Covid-19 kini sedang berlangsung. Pada tahap pertama, jumlah penerimanya sebanyak 61.000 rumah tangga. Selain dari APBD provinsi, dana desa juga akan digunakan untuk penyaluran bantuan langsung tunai (BLT). Proses verifikasi calon penerima BLT dana desa sedang dilakukan perangkat desa.
Kebijakan ini sangat manusiawi dan memiliki nilai moral dan etika, baik dalam konteks ekonomi, sosial-budaya, maupun pembangunan.
Taufik menambahkan, dalam kondisi darurat, jika pembangunan dipaksakan berjalan, kemungkinan pengawasan tidak berjalan. Taufik menyarankan pemerintah untuk menguatkan program jaring pengaman sosial.
Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Rustam Efendi, menuturkan, menghentikan pembangunan memang bukan pilihan mudah. Namun, dalam kondisi darurat, hal itu terpaksa dilakukan meski rentan membuat buruh kehilangan pekerjaan.
Rustam menuturkan, pemerintah daerah harus menyiapkan kebijakan lain untuk menyelamatkan kehidupan buruh kontruksi, seperti BLT dan bantuan paket sembako.
”Seharusnya penghentian hanya terhadap proyek yang tidak prioritas sebab lapangan kerja tetap dibutuhkan,” kata Rustam.