Anggaran Penanganan Covid-19 di Maluku Segera Dirampungkan
Pemerintah Provinsi Maluku sedang merasionalisasi anggaran penanganan wabah Covid-19 di daerah itu sebelum disampaikan kepada Kementerian Keuangan. Proses rasionalisasi diperkirakan akan rampung Jumat pekan ini.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Maluku masih merasionalisasi postur anggaran penanganan wabah Covid-19 di daerah itu sebelum disampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk diproses. Proses rasionalisasi diperkirakan akan rampung Jumat pekan ini. Alokasi anggaran itu untuk jaring pengaman sosial mengatasi dampak wabah yang kini sudah terasa.
”Hingga saat ini masih dilakukan rasionalisasi minimal 50 persen dari belanja barang atau modal. Setiap daerah diberi waktu sampai 23 April sudah harus kirim ke Kementerian Keuangan,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Kasrul Selang lewat pesan singkat, Rabu (15/4/2020).
Menurut Kasrul, rasionalisasi itu dilakukan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Proses rasionalisasi berupa memotong, bahkan menghilangkan sejumlah pos pengeluaran yang dianggap tidak mendesak. Untuk tahun 2020, APBD Maluku sebesar Rp 3,2 triliun.
Dari jumlah tersebut, belanja barang dan modal sekitar 35 persen atau setara Rp 1,1 triliun. Jika anggaran penanganan Covid-19 diambil 50 persen dari jumlah tersebut, nilainya setara Rp 550 miliar. Namun, Kasrul belum bisa memprediksi besaran anggaran untuk penanganan Covid-19 di Maluku. ”Mungkin Jumat (pekan ini) sudah bisa rampung sehingga bisa diketahui besarannya,” katanya.
Bendahara Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Maluku Anos Yeremias mengatakan, sejumlah pos akan dihilangkan, seperti pembangunan gedung dan pengadaan barang yang belum mendesak. ”Contohnya, pembangunan kantor Perusahaan Daerah Panca Karya kami minta tidak perlu dilakukan tahun ini. Semua fraksi di DPRD Maluku tidak keberatan,” katanya.
Saat ini organisasi perangkat daerah dan komisi terkait di DPRD sedang melakukan sinkronisasi postur anggaran. Pemerintah mengajukan realokasi anggaran untuk disetujui DPRD, kemudian disahkan dalam rapat paripurna. Hasil pengesahan itu akan dikirim ke Kementerian Keuangan.
Anggaran tersebut nantinya akan digunakan sebagai jaring pengaman sosial yang timbul akibat wabah Covid-19. Efek wabah sudah terasa saat ini. Para pekerja dengan upah harian atau buruh serabutan, misalnya, sudah terpukul. Sejumlah langkah sudah disiapkan, seperti pembagian dana tunai, bahan pokok, dan subsidi.
Kalangan ekonomi lemah, seperti buruh serabutan, pekerja dengan upah harian, pengemudi ojek, pengemudi becak, pedagang kaki lima, dan sopir angkutan kota, mengeluh kehilangan pendapatan. Ada yang tetap bekerja, tetapi banyak pula yang berhenti bekerja dan memilih pulang kampung. Bertahan di kota bakal membuat mereka susah bertahan tanpa penghasilan.
Buce (34), sopir angkutan kota di Ambon, mengatakan, ia memutuskan berhenti lantaran penghasilan satu hari jauh di bawah biaya operasional. ”Isi bahan bakar Rp 100.000, sementara hanya bisa dapat Rp 70.000,” ujarnya. Sebelumnya, penghasilannya hingga Rp 300.000 per hari. Penumpang angkutan kini berkurang setelah mereka memilih tinggal di rumah demi mencegah penyebaran virus korona baru.
La Amin (50), pengemudi becak di Ambon, juga mengeluhkan kurangnya penghasilan. Pada waktu normal, ia bisa mendapatkan Rp 150.000 per hari, tetapi kini tidak lebih dari Rp 40.000. Bahkan, ada hari dia tidak mendapatkan penumpang sama sekali. Warga asal Buton, Sulawesi Tenggara, itu tidak punya pilihan lain. Ia terus mencari demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sewa indekos Rp 500.000 per bulan.