Pembebasan Pajak Ringankan Beban Sektor Usaha di Jatim
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan sejumlah kabupaten/kota membebaskan sejumlah pajak daerah sebagai kompensasi penanganan dampak pandemi Covid-19. Salah satunya membebaskan pajak hotel dan restoran.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi dan sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur menerapkan kebijakan tidak memungut beberapa pajak daerah selama masa pandemi Covid-19. Langkah ini ditempuh sebagai upaya kompensasi penanganan dampak pandemi yang memukul sektor usaha.
Pemprov Jatim tidak menarik pungutan sewa di empat rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Gunungsari dan Sumur Welut (Surabaya) serta di Griya Asri SIER dan Jemudo (Sidoarjo). Kebijakan ini berlaku April-Juni 2020.
Selain itu, diterapkan juga pembebasan denda akibat keterlambatan pembayaran pajak kendaraan bermotor. Ini sebagai kompensasi penutupan sebagian layanan unggulan pembayaran pajak kendaraan bermotor.
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin saat dihubungi dari Surabaya, Rabu (15/4/2020), mengatakan, tidak memungut pajak restoran dan hotel serta pungutan retribusi sewa lahan dan bangunan juga obyek lain milik pemerintah setempat. Pembebasan pungutan ini berlaku April-Juni 2020 atau selama masa tanggap darurat bencana virus korona.
”Kami meyakini kebijakan relaksasi ini bisa meringankan beban pelaku usaha selama masa sulit pandemi virus korona,” kata Arifin.
Kebijakan serupa juga ditempuh Pemerintah Kabupaten Tulungagung. Bupati Tulungagung Maryoto Birowo mengatakan, pihaknya membebaskan pajak hotel dan restoran bagi para pelaku usaha sektor kepariwisataan kurun April-Juni 2020.
”Pembebasan pajak ini sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri meski pajak tetap dilaporkan,” kata Maryoto.
Pembebasan pajak dan retribusi, menurut Arifin dan Maryoto, jelas akan berdampak terhadap pendapatan asli daerah. Tulungagung, misalnya, diperkirakan akan kehilangan lebih kurang Rp 4 miliar setiap bulan dari pajak hotel dan restoran. Jika berlaku tiga bulan, PAD yang hilang Rp 12 miliar.
Tulungagung diperkirakan akan kehilangan lebih kurang Rp 4 miliar setiap bulan dari pajak hotel dan restoran. Jika berlaku tiga bulan, PAD yang hilang senilai Rp 12 miliar.
Arifin mengatakan, pemerintah pusat juga telah mengoreksi sejumlah dana transfer ke daerah sebagai dampak penanganan pandemi Covid-19. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Trenggalek 2020 diperkirakan akan terkoreksi senilai Rp 400 miliar.
Menurut Arifin, koreksi penganggaran itu terdiri atas Rp 320 miliar dari dana alokasi umum, dana bagi hasil, dan dana alokasi khusus prasarana. Selain itu, juga dana Rp 80 miliar yang diajukan dan disiapkan Trenggalek untuk penanganan wabah virus korona.
”Yang tidak terkoreksi adalah dana transfer ke desa karena di desa juga ada Gugus Tugas Penanganan Covid-19,” kata Arifin. Adapun APBD Trenggalek 2020 senilai Rp 1,9 triliun.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Jatim Dwi Cahyono mengatakan, kebijakan sejumlah pemerintah kabupaten/kota membebaskan pajak cukup melegakan. Namun, hal itu belum banyak membantu sektor pariwisata dapat bertahan.
Saat ini, kalangan pengusaha perhotelan dan restoran sudah merumahkan pegawai. Jika selepas Juni, situasi pandemi tak membaik juga, para pekerja di sektor pariwisata bisa terancam terkena pemutusan hubungan kerja.
Jika selepas Juni, situasi pandemi tak membaik juga, para pekerja di sektor pariwisata bisa terancam terkena pemutusan hubungan kerja.
Sektor perhotelan dan restoran, lanjut Dwi, juga mengajukan penundaan atau keringanan pembayaran rekening listrik dan air. Namun, relaksasi ini belum mendapat respons positif dari PLN atau PDAM.
Selain itu, khusus untuk perhotelan, ada yang menawarkan program rabat karantina mandiri di hotel untuk kalangan masyarakat yang bosan di rumah atau kalangan tertentu, misalnya tim terpadu kesehatan.
”Program ini dicoba untuk menyelamatkan okupansi yang amat rendah, kurang dari 10 persen,” katanya.