Cemas Korona, Warga Menyingkir ke Pulau Terpencil di Tengah Laut Banda
Lebih dari 100 warga dari Pulau Seram, Maluku, memilih menyingkir sementara ke sejumlah pulau terpencil di tengah Laut Banda. Mereka ingin menghindari penyebaran virus korona baru penyebab Covid-19.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Lebih dari 100 warga Pulau Seram, Maluku, memilih menyingkir sementara ke sejumlah pulau terpencil di tengah Laut Banda. Mereka ingin terhindar dari penyebaran virus korona baru penyebab Covid-19. Langkah ini dinilai menjadi kegagalan pemerintah mencegah risiko penularan Covid-19.
Stevin Melay (38), salah satu warga yang ikut dalam rombongan itu, lewat sambungan telepon, menuturkan, rombongan pergi menggunakan kapal perintis KM Sabuk Nusantara 48.
Berangkat dari Masohi, ibu kota Kabupaten Maluku Tengah, mereka menuju tiga pulau di tengah Laut Banda, yakni Teon, Nila, dan Serua. Rombongan berangkat Selasa (14/4/2020) pagi. Waktu tempuh perjalanan ke tiga pulau tersebut sekitar 30 jam.
”Pergi ke pulau terpencil lebih aman. Tidak ada orang luar yang datang. Di Maluku, ribuan orang datang dari luar dan berpotensi membawa korona,” kata Stevin, yang memilih pergi ke Pulau Serua.
Pulau Teon, Nila, dan Serua tak berpenghuni tetap. Pulau-pulau itu dikosongkan sejak tahun 1978. Alasannya, kawasan itu rentan terdampak letusan gunung api di dasar laut. Namun, banyak warga masih bergantung hidup dari daerah itu. Masih banyak cengkeh yang ditanam dan dipanen warga dari luar pulau.
Tak ada penghuni tetap, membuat saluran kawasan itu tanpa telekomunikasi konvensional. Warga yang kebetulan berada di sana biasanya berkomunikasi menggunakan radio single side band. Daya jangkaunya bisa mencapai Kepulauan Banda, Ambon, dan Pulau Seram.
Sesuai jadwal, dalam dua minggu sekali, pulau-pulau itu dilewati satu kapal perintis. Namun, jadwal itu kerap berubah di tengah jalan. Kapal bahkan pernah tidak singgah hingga berbulan-bulan.
Kompas pernah mencapai Pulau Serua pada Maret 2016. Tak ada pelabuhan di seluruh pulau. Penumpang dan barang diturunkan di tengah laut kemudian diangkut menggunakan perahu motor ke darat. Saat itu, hanya ada beberapa warga di sana. Mereka menanam pala dan cengkeh yang kemudian diangkut Pulau Seram.
Stevin berencana akan tinggal selama dua minggu. Ia ingin menunggu kelanjutan virus korona dari sana bersama keluarganya. ”Ada kawan yang rencananya bertahan sampai kondisi ini reda, baru pulang ke Seram. Kami akan ikuti perkembangan melalui komunikasi radio,” ujarnya.
Warga tidak membawa banyak bekal untuk tinggal di sana. Mereka tidak cemas bakal kelaparan. Di pulau-pulau itu terdapat umbi-umbian dan pisang. Untuk kebutuhan lauk, mereka bisa memancing di pesisir pantai. Namun, mereka sangat mengkhawatirkan akses kesehatan. Tidak ada petugas medis di tiga pulau tersebut.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol mengatakan, pilihan warga menyingkir ke pulau-pulau terpencil itu mengindikasi pemerintah gagal melindungi warganya. Pemerintah dinilai lamban menangani mobilitas pelaku perjalanan ke Maluku yang berpotensi menularkan korona.
Ada kawan yang rencananya bertahan sampai kondisi ini reda, baru pulang ke Seram. Kami akan ikuti perkembangan melalui komunikasi radio.
Menurut catatan Kompas, selama dua pekan terakhir, lebih dari 9.000 orang tiba di Ambon menggunakan pesawat dan kapal. Mobilitas pelaku perjalanan itu berpengaruh signifikan terhadap penyebaran virus korona baru. Tiga hari belakangan, kasus positif Covid-19 melonjak dari 3 kasus menjadi 14 kasus.
Dalam siaran pers tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku, hingga Selasa malam, jumlah kasus positif Covid-19 di Maluku sebanyak 14 kasus. Baru seorang pasien dinyatakan sembuh.
Kasus positif tersebar di Kota Ambon, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Barat. Adapun pasien dalam pengawasan sebanyak 10 orang dan orang dalam pemantauan sebanyak 128 orang.