Kearifan Lokal Lindungi Suku Dayak dari Penyebaran Covid-19
Kearifan lokal melalui tolak bala yang di dalamnya terdapat unsur pembatasan sosial dan fisik beberapa waktu lalu melindungi masyarakat di pedalaman Kalimantan.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Masyarakat adat pedalaman Kalimantan Barat sejauh ini aman dari Covid-19. Kearifan lokal melalui tolak bala yang di dalamnya terdapat unsur pembatasan sosial dan fisik beberapa waktu lalu, dinilai efektif menghalau penyebaran Covid-19. Pascaritual, kewaspadaan masyarakat tetap tinggi. Stok pangan aman hingga enam bulan ke depan.
”Hingga sejauh ini secara umum masyarakat pedalaman khususnya masyarakat adat di Kalimantan Barat masih terhindar dari Covid-19. Kalau orang dalam pemantauan (ODP) mungkin ada, tetapi kalau sampai terinfeksi sejauh ini sih belum ada,” kata Direktur Eksekutif Institut Dayakologi Krissusandi Gunui’, Minggu (12/4/2020), di Pontianak.
Untuk menghindari Covid-19 masyarakat adat menggelar semacam tolak bala Maret lalu. Sejak awal, masyarakat langsung merespons dengan kearifan lokal.
Dalam tradisi tolak bala dengan berbagai sebutan yang dilaksanakan pada Maret lalu, masyarakat tidak boleh keluar rumah selama satu hingga dua hari. Orang dari luar juga tidak diperbolehkan melintasi perkampungan yang melaksanakan tolak bala atau semacam lock down versi kearifan lokal.
Jadi, dalam tradisi itu ada pembatasan sosial dan fisik. Bahkan, saat tradisi itu dilakukan Maret lalu, kampung-kampung sepi. Tidak ada orang yang melintas. Pertokoan dan warung-warung tutup. Masyarakat tunduk pada kearifan lokal tersebut.
Di masa lalu, masyarakat pedalaman pernah terkena wabah sampar sehingga antisipasi melalui kearifan lokal sudah ada sejak lama untuk menghadapi wabah. Tradisi seperti itu masih relevan hingga kondisi sekarang untuk membendung penyebaran Covid-19. Pascaritual itu selesai, kewaspadaan masyarakat juga masih tinggi.
Sikap antisipatif juga dilakukan masyarakat Dayak Iban di Rumah Panjang Sungai Utik, Kabupaten Kapuas Hulu, sekitar 600 km dari Pontianak. Ketua Perkumpulan Serakop Iban Perbatasan (Sipat) Herkulanus Sutomo Manna yang juga generasi muda Rumah Panjang Sungai Utik menuturkan, masyarakat Sungai Utik juga sudah melakukan tolak bala.
”Masyarakat di Rumah Panjang Sungai Utik yang berjumlah sekitar 270 orang sejauh ini masih aman dari Covid-19. Selain itu, untuk sementara pihak dari luar hingga kini belum diperkenankan berkunjung ke Rumah Panjang Sungai Utik sejak 18 Maret untuk menghindari penularan Covid-19 dari luar,” ujar Tomo.
Kami melihat, kearifan lokal tolak bala yang di dalamnya ada pantangan tidak boleh keluar rumah, bepergian, semacam pembatasan sosial dan fisik serta sejenisnya beberapa waktu lalu efektif mengurangi penyebaran Covid-19 ke kampung-kampung.
Demikian juga untuk ketahanan pangan. Masyarakat baru saja selesai panen. Mereka juga memiliki lumbung pagi. Persediaan beras diperkirakan masih mampu bertahan hingga enam bulan mendatang.
”Pada masa lampau saat ada wabah penyakit, pertama-tama yang dilakukan adalah ritual tolak bala. Namun, kala itu apabila sudah banyak yang terkena ada yang pindah rumah. Maka, sekarang Rumah Panjang sangat dijaga, orang luar belum boleh masuk agar tidak terkena Covid-19,” ungkap Tomo.
Ketua Badan Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar Dominikus Uyub menuturkan, AMAN Kalbar juga terus memantau kondisi masyarakat adat di pedalaman sejak isu Covid-19 mencuat secara nasional. Sejauh ini, kondisi masyarakat pedalaman, termasuk di rumah panjang-rumah panjang di Kalbar, aman dari Covid-19.
”Kami melihat, kearifan lokal tolak bala yang di dalamnya ada pantangan tidak boleh keluar rumah, bepergian, semacam pembatasan sosial dan fisik, serta sejenisnya beberapa waktu lalu efektif mengurangi penyebaran Covid-19 ke kampung-kampung. Mereka menyadari bahwa virus Covid-19 memang berbahaya,” kata Uyub.
Tutup kampung bahkan ada yang dipraktikkan satu minggu. Masyarakat di kampung-kampung memiliki tingkat kekhawatiran tinggi, maka mereka kewaspadaan juga tinggi. Apalagi, mereka sudah bisa memantau perkembangan situasi dari media.
Ketahanan pangan di kampung-kampung juga masih bisa bertahan hingga enam bulan kedepan. Uyub berharap pandemi Covid-19 tidak terlalu lama sehingga tidak berdampak buruk bagi masyarakat adat di pedalaman.