Seorang Warga Positif Covid-19 Meninggal, Kota Cirebon Deklarasikan Zona Merah
Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, menetapkan daerahnya sebagai zona merah penyebaran Covid-19 setelah seorang warga meninggal dunia akibat virus korona baru. Ini kasus perdana positif Covid-19 di Cirebon.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, menetapkan daerahnya sebagai zona merah penyebaran Covid-19 setelah seorang warga meninggal akibat virus korona baru. Masyarakat diminta lebih waspada dan tidak keluar Kota Cirebon.
”Saya selaku kepala daerah menyampaikan bahwa Cirebon masuk dalam kategori zona merah. Jadi, warga harus waspada dan lebih hati-hati serta disiplin melaksanakan social distancing,” ujar Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis, Sabtu (11/4/2020), di rumah jabatannya.
Hal itu ia sampaikan setelah menerima kabar seorang warganya meninggal akibat Covid-19, Jumat (10/4/2020) malam. Ini kasus perdana positif Covid-19 di kota seluas 37 kilometer persegi tersebut. Azis tidak tahu pasti bagaimana kronologis perjalanan hingga pasien tersebut meninggal di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.
Jadi, kemungkinan besar, saya garis bawahi, yang bersangkutan terkena bukan di Kota Cirebon, melainkan di luar kota.
Perempuan pasien asal Kelurahan Panjunan berusia lebih dari 70 tahun itu sempat melakukan perjalanan ke Jakarta, episentrum penyebaran Covid-19. ”Dan, sempat bertemu dengan keluarganya yang datang dari Bali. Jadi, kemungkinan besar, saya garis bawahi, yang bersangkutan terkena bukan di Kota Cirebon, melainkan di luar kota,” lanjutnya.
Azis mengatakan, jenazah dimakamkan dengan dikremasi di Bandung, bukan di Cirebon. Pihaknya kini tengah menelusuri riwayat kontak korban agar penyebaran Covid-19 tidak meluas. Setiap warga yang diketahui kontak dekat dengan pasien diminta mengisolasi diri di rumah selama 14 hari.
Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Kota Cirebon, 63 warga Kota Cirebon tercatat masih dalam pemantauan (ODP) terkait Covid-19 dan 226 orang lainnya telah selesai dipantau. Dua warga asal Kecamatan Kejaksan juga tercatat masih dirawat sebagai pasien dalam pengawasan (PDP).
ODP terbanyak berasal dari Kecamatan Kesambi, yakni 102 orang. Sementara jumlah ODP di Kelurahan Panjunan, tempat tinggal pasien positif Covid-19 yang meninggal, tercatat 8 orang. Sebagian besar ODP dan PDP memiliki riwayat perjalanan dari luar Cirebon.
Oleh karena itu, pihaknya akan memperketat pengawasan terhadap warga yang datang dari luar kota dan yang ingin ke luar kota. Selama ini, pemudik yang tiba di Cirebon hanya diminta melaporkan diri ke aparat RT/RW atau puskesmas jika merasakan gejala demam, batuk, pilek, dan sesak napas.
”Kami harus bisa mencegah agar warga tidak bepergian. Kalau seperti ini (ada korban positif Covid-19), semua jadi repot. Warga akan menanggung kekhawatiran yang besar,” ujar Azis.
Pihaknya segera menggelar rapat dengan pejabat Pemkot Cirebon malam ini untuk menentukan strategi pencegahan Covid-19, termasuk apakah akan mengajukan pembatasan sosial berskala besar atau tidak. Hasilnya akan diumumkan kepada publik.
Sebelumnya, Pemkot Cirebon telah berupaya mengantisipasi penyebaran Covid-19 dengan meliburkan kegiatan belajar-mengajar di sekolah dan kampus, pembatasan waktu operasional pasar, serta penutupan tempat hiburan dan mal. Warga yang berkerumun tanpa alasan jelas juga akan dibubarkan.
”Kasus ini pelajaran terbesar dan berharga bahwa menghadapi virus korona tidak bisa dilakukan pemerintah saja, tetapi baru bisa sukses kalau masyarakat juga sadar. Kita bisa tertular sekaligus menularkan,” ungkapnya.
Ketua Forum RW Panjunan Zaki Mubarak baru mengetahui kasus positif Covid-19 di daerahnya. Pihaknya menunggu arahan dari Pemkot Cirebon untuk mencegah meluasnya penyebaran virus korona baru tersebut.
”Kalau diperlukan pemeriksaan kepada setiap orang yang masuk ke Panjunan, kami akan lakukan. Kami sudah membagikan masker dan alat pengukur suhu tubuh ke setiap RW,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon Edy Sugiarto mengatakan, 1.500-1.800 warga dari Jakarta dan sekitarnya datang ke Cirebon. Hal ini berpotensi menambah kasus Covid-19. Itu sebabnya pembatasan pergerakan orang ke Cirebon mendesak dilakukan.
”Tetapi, kondisi masyarakat juga harus disiapkan. Jangan sampai warga enggak makan karena karantina,” katanya. Untuk kebutuhan bahan makanan pokok sebulan bagi sekitar 11.600 warga miskin saja butuh minimal Rp 7,5 miliar.
Sementara anggaran biaya tak terduga Pemkot Cirebon yang biasanya digunakan untuk penanggulangan bencana hanya berkisar Rp 2 miliar. Jumlah itu tidak cukup untuk kebutuhan alat pelindung diri bagi tenaga medis yang mencapai Rp 2,3 miliar.