Kasus Terus Meningkat, Makassar Pilih Pembatasan Skala Kecil
Pemkot Makassar belum akan mengambil langkah pembatasan sosial berskala besar, melainkan memilih pembatasan sosial berskala kecil untuk meredam pandemi Covid-19 yang terus meluas di daerah itu.
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Kasus positif Covid-19 dan pasien meninggal di Sulawesi Selatan terus bertambah. Sayangnya, kondisi ini belum membuat warga lebih ketat mematuhi imbauan pembatasan fisik dan sosial. Pemerintah Kota Makassar juga belum akan mengambil langkah pembatasan sosial berskala besar, melainkan memilih pembatasan sosial berskala kecil.
Dalam Rapat Koordinasi antara Pemerintah Provinsi Sulsel, Pemerintah Kota Makassar, Kodam XIV/Hasanuddin, Polda Sulsel, serta tim dari Universitas Hasanuddin, di Makassar, Sabtu (11/4/2020), pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masih akan dikaji. Namun, yang akan dilakukan terlebih dahulu adalah pembatasan sosial berskala kecil.
”Berdasarkan data, fakta, kajian, dan analisis, kami memutuskan melakukan intervensi agar korban bisa dikurangi dan mata rantai penyebaran Covid-19 bisa ditekan. Langkah yang akan dilakukan bukan PSBB, melainkan pembatasan sosial berskala kecil (PSBK), terutama di zona merah,” kata Penjabat Wali Kota Makassar Iqbal Suhaeb.
Makassar merupakan episentrum pandemi Covid-19 di Sulsel. Berdasarkan data, hingga Sabtu malam, jumlah kasus positif Covid-19 di Sulsel sebanyak 178. Dari jumlah ini, sebanyak 105 kasus berada di Makassar.
Menurut Iqbal, dengan PSBK, isolasi di wilayah zona merah di Makassar akan dilakukan dengan memperketat lalu lintas warga, termasuk tidak menerima tamu dari luar wilayah. Untuk memperketat aturan jarak fisik ataupun jarak sosial, aparat keamanan akan diturunkan untuk melakukan patroli. Tak hanya patroli yang lebih intensif, jumlah personel juga akan ditambah.
”Dalam PSBK ini, kami melibatkan seluruh RT/RW hingga personel Babinsa TNI dan Bhabinkamtibmas Polri. Mereka akan ikut lebih aktif memantau kondisi kesehatan warga, termasuk mendata warga yang layak menerima bantuan akibat dampak pandemi ini. Dua rumah sakit juga dimanfaatkan untuk pemantauan, yakni RSKD Dadi dan RSUD Daya,” kata Iqbal.
Sementara itu, terkait tren transmisi lokal dalam penyebaran Covid-19 di Makassar, termasuk penyebaran dari orang tanpa gejala (OTG), Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah mengatakan, Pemprov Sulsel menyiapkan gedung untuk menjadi pusat karantina. Gedung tersebut adalah Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia Sulsel.
”Bisa jadi ada yang positif (Covid-19) dan tidak menampilkan gejala, lalu ingin melakukan isolasi mandiri, tetapi kondisi rumahnya tidak memungkinkan. Makanya, kami siapkan gedung ini untuk menjadi pusat karantina. Pemantauan dan asupan gizi bisa lebih diperhatikan hingga proses isolasi selesai,” kata Nurdin.
Sejak pengumuman kasus Covid-19 pertama di Sulsel pada 19 Maret lalu, jumlah kasus meninggal akibat penyakit itu telah mencapai 15 orang. Sulsel juga merupakan daerah dengan jumlah kasus positif Covid-19 terbesar di luar Pulau Jawa.
Adapun untuk pasien dengan status dalam pemantauan (PDP), jumlahnya di Sulsel mencapai 346 dengan 22 kasus meninggal. Setelah Makassar, dua daerah tetangga, yakni Kabupaten Gowa dan Maros, memiliki kasus positif Covid-19 terbanyak berikutnya.