Bencana banjir dan longsor melanda sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan. Di Kabupaten Tana Toraja, banjir dan longsor yang terjadi sejak Sabtu malam menelan tiga korban jiwa dan memaksa ratusan orang mengungsi
Oleh
Reny Sri Ayu/Machradin Wahyudi Ritonga
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Bencana banjir dan longsor melanda sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan. Di Kabupaten Tana Toraja, banjir dan longsor yang terjadi sejak Sabtu malam menelan tiga korban jiwa dan memaksa ratusan orang mengungsi ke tempat yang aman.
Longsor juga terjadi di ruas jalan penghubung Kabupaten Sinjai dan Malino, Kabupaten Gowa, Sulsel, Senin (6/4/2020) sore. Separuh badan jalan di Desa Gantarang, Kecamatan Sinjai Tengah, Sinjai, ambles sepanjang 20 meter.
Sementara di Tana Toraja, hingga Senin, sejumlah titik jalan masih tertutup material longsoran. Kecamatan yang terdampak longsor di antaranya Sangalla Utara, Saluputti, Makale Utara, Rembon, Masanda, Sangalla Selatan, dan Rantetayo. Ada tiga korban meninggal tertimbun longsoran di tempat terpisah. Ratusan orang kini mengungsi karena perkampungan mereka tertimbun longsor.
Ada tiga korban meninggal tertimbun longsoran di tempat terpisah.
”Mereka diungsikan untuk menghindari longsor susulan,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tana Toraja Alfian Andi Lolo. Di Luwu, hujan juga menyebabkan longsor di salah satu ruas jalan di Kecamatan Latimojong. Namun, material longsoran ini segera dibersihkan warga dan aparat sehingga tak mengganggu transportasi.
Prakirawan BMKG Sulsel, Rizki Yudha, menyebutkan, hujan dengan intensitas sedang dan lebat masih akan terjadi di sejumlah kabupaten di Sulsel. Bahkan, kemarau diprediksi mulai pada awal Mei mendatang.
”Hingga malam ini masih berpotensi terjadi hujan sedang hingga lebat disertai kilat, petir, dan angin kencang di wilayah Bone, Soppeng, dan dapat meluas ke wilayah Sinjai, Wajo, Barru, Pangkep bagian timur, Maros bagian timur, dan sekitarnya,” kata Rizki.
Tertimpa turap
Di Desa Cukangjayaguna, Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Minggu (5/4/2020), turap setinggi 2 meter roboh menimpa rumah warga. Dua penghuni rumah, Ela (24) dan anaknya, Elinda (3), meninggal dalam musibah tersebut. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Tasikmalaya Irwan, saat dihubungi dari Bandung, Senin (6/4/2020), mengatakan, hujan melanda kawasan itu sejak Minggu pukul 16.00 sehingga tanah di sekitar tembok menjadi jenuh dengan air.
Kondisi ini diperparah dengan struktur tembok penahan tegak lurus sehingga tidak bisa menahan beban tanah yang dipenuhi dengan air hujan. ”Selain ibu dan anak, suami korban, Dadang (31), juga mengalami luka. Tembok tersebut juga sudah berumur lebih dari empat tahun, lalu bahan pembuat tembok juga disinyalir tak memiliki campuran yang baik,” ujarnya.
Selain ibu dan anak, suami korban, Dadang (31), juga mengalami luka.
Menurut Irwan, kondisi permukiman seperti itu kerap dijumpai di sejumlah daerah di Kabupaten Tasikmalaya. Selain Kecamatan Sodonghilir, beberapa daerah lain, seperti Kecamatan Puspahiang, Salawu, Bojonggambir, Cisayong, dan Culamega, juga memiliki kontur lahan miring yang dihuni warga. Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung Tony Agus Wijaya menyatakan, cuaca ekstrem berpotensi terjadi hingga akhir musim hujan yang diprediksi terjadi pada Mei.
Dia memaparkan, tidak hanya kawasan Tasikmalaya, beberapa daerah, seperti Bandung Raya, Garut, Cianjur, Ciamis, dan Pangandaran, juga memiliki potensi cuaca ekstrem yang jelas. ”Kondisi serupa bisa saja terjadi di daerah-daerah tersebut hingga akhir musim hujan. Potensi hujan sedang hingga lebat terjadi di hampir seluruh wilayah Jabar. Biasanya terjadi pada siang dan sore hari, sedangkan pada malam hari umumnya berawan,” kata Tony.