Hotel dan Restoran di DIY Terpukul, Insentif Pajak Didorong
Lebih dari separuh hotel dan restoran di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak menerima tamu selama masa pandemi Covid-19. Pemerintah daerah didorong memberikan insentif berupa keringanan pajak.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sekitar 60 persen hotel dan restoran di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak menerima tamu selama masa pandemi Covid-19. Sebagian hotel dan restoran pun mengurangi hari kerja bagi karyawannya. Pemerintah kabupaten/kota didorong memberi keringanan pajak.
”Hingga saat ini ada 60 persen hotel dan restoran yang tidak menerima tamu. Tetapi, jumlah tenaga kerjanya (yang dirumahkan), kami belum mendata secara detail. Dengan kondisi seperti ini, kemungkinan jumlahnya akan bertambah,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (PHRI DIY) Deddy Pranowo Eryono saat dihubungi, Jumat (3/4/2020).
Deddy menyampaikan, hotel dan restoran itu bukan berhenti beroperasi penuh. Karyawan yang dirumahkan itu juga bukan berarti diputus hubungan kerjanya. Mereka tetap masuk kerja, tetapi hanya bekerja selama 15 hari dalam satu bulan.
”Jadi, kami tetap beroperasi, tetapi berbeda dengan shift yang dulu. Satu kali shift jumlahnya dikurangi hingga separuh dari sebelumnya. Misal, dulu satu kali shift bisa lima orang, sekarang hanya menjadi tiga orang saja,” ujar Deddy.
Ia menambahkan, hotel tetap beroperasi, tetapi hanya menerima reservasi untuk beberapa bulan ke depan. Karyawan yang bekerja juga hanya bertugas untuk melakukan pemeliharaan gedung.
Pihak hotel, lanjutnya, juga menerapkan protokol kesehatan apabila menerima tamu yang akan menginap. Tamu tersebut harus memeriksakan diri ke rumah sakit atau puskesmas guna meminta rekomendasi untuk menyatakan tamu dalam keadaan sehat. Sebelum tamu masuk ke hotel, petugas juga akan memeriksa suhu tamu.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Rahardjo berharap pemerintah kabupaten/kota memberi keringanan pajak bagi para pelaku usaha hotel dan restoran. Pemberlakuan pajak justru tidak efektif mengingat tidak ada tamu yang diterima selama masa pembatasan sosial. Salah satu yang sudah mengeluarkan pembebasan pajak adalah Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman.
”Kabupaten Sleman sudah memberlakukan bebas pajak bagi hotel dan restoran selama dua bulan. Saya berharap itu nanti diikuti kabupaten dan kota lain mengingat kebijakan ini ada di tingkat kabupaten dan kota. Harapan saya, pembebasan pajak ini bisa sampai Desember 2020,” kata Singgih.
Pembebasan pajak itu akan membuat penyedia jasa hotel dan restoran bisa sedikit lebih tenang di tengah situasi yang penuh ketidakpastian ini.
Ia mengatakan, pembebasan pajak itu akan membuat penyedia jasa hotel dan restoran bisa sedikit lebih tenang di tengah situasi yang penuh ketidakpastian ini. Begitu wabah ini rampung, sektor hotel memang belum tentu bisa pulih 100 persen. Namun, pengurangan beban ini akan membantu mereka agar bisa kembali menjalankan usahanya.
Selanjutnya, ujar Singgih, arahan dari pemerintah pusat, bagi industri pariwisata juga ada relaksasi kredit. Relaksasi kredit itu berupa penundaan ataupun pengurangan denda. Pihaknya meneruskan arahan ini kepada asosiasi jasa wisata. Pengelola jasa wisata yang memiliki kredit diharapkan membuat permohonan relaksasi kredit sesuai arahan Otoritas Jasa Keuangan.