Penyintas Banjir Bandung Menanti Sodetan Cisangkuy
Infrastruktur pengendali banjir di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, belum optimal. Banjir yang terjadi sejak Senin (30/3/2020) menggenangi sedikitnya 10.000 rumah di tujuh kecamatan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Infrastruktur pengendali banjir di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, belum optimal. Banjir yang terjadi sejak Senin (30/3/2020) menggenangi sedikitnya 10.000 rumah di tujuh kecamatan. Warga menanti sodetan Cisangkuy yang diyakini pemerintah dapat mengurangi banjir luapan Sungai Citarum itu.
Hujan deras tiga hari beruntun sejak Minggu (29/3/2020) menyebabkan banjir di kawasan Bandung selatan itu tak kunjung surut. Banjir ini menjadi yang terparah sepanjang 2020.
Banjir berdampak terhadap 60.792 jiwa. Sebanyak 1.600 orang di antaranya terpaksa mengungsi. Selain di posko pengungsian, sebagian dari mereka mengungsi ke rumah kerabat.
Warga mempertanyakan pengaruh infrastruktur pengendali banjir yang telah dibangun pemerintah. Dua di antaranya adalah kolam retensi Cieunteung dan Terowongan Nanjung di kawasan Curug Jompong.
”Kondisi sekarang tetap saja banjir besar. Justru ini paling parah selama 2020,” ujar Ujang (43), warga Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Rabu.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang membangun sodetan Cisangkuy. Sodetan yang berfungsi mengalirkan air langsung ke Citarum ini diyakini dapat mengurangi banjir di Kabupaten Bandung.
Warga mempertanyakan dampak infrastruktur pengendali banjir yang telah dibangun pemerintah. Dua di antaranya adalah kolam retensi Cieunteung dan Terowongan Nanjung di kawasan Curug Jompong.
”Kalau memang bisa begitu (mengurangi banjir), harusnya proyeknya dipercepat. Jangan biarkan warga menderita lebih lama,” ujarnya.
Selain di Bojongsoang, banjir juga melanda Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, Kutawaringin, Solokanjeruk, Ciparay, dan Cangkuang. Ketinggian banjir bervariasi hingga 2,9 meter.
Rohidin (42), warga Baleendah, berharap pembangunan sodetan Cisangkuy dipercepat. ”Banjir di sini sudah lebih dari 30 tahun. Seharusnya bisa diprioritaskan,” ujarnya.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil saat meninjau lokasi banjir, Rabu siang, mengatakan, sodetan Cisangkuy akan menopang kinerja infrastruktur pengendali banjir lainnya. Sebab, dengan sodetan itu, air akan dibelokkan sehingga tidak melalui kawasan langganan banjir.
”Targetnya rampung tahun ini. Tim dari Kementerian PUPR sedang merapatkan proses percepatan pembangunannya,” katanya.
Kamil menuturkan, Terowongan Nanjung telah dioperasikan penuh agar banjir cepat surut. Infrastruktur ini terdiri atas dua terowongan air, masing-masing sepanjang 230 meter dengan diameter 8 meter. Terowongan ini diklaim mampu meningkatkan kapasitas debit Citarum dari 570 meter kubik per detik menjadi 700 meter kubik per detik.
”Kami mohon maaf karena infrastruktur saat ini belum bisa 100 persen menanggulangi banjir. Semoga sodetan Cisangkuy cepat selesai untuk melengkapi Terowongan Nanjung,” katanya.
Antisipasi Covid-19
Untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 di pengungsian, Kamil meminta pengungsi menerapkan jarak aman 1-2 meter. Warga lansia dan yang bergejala sakit ditempatkan di ruang terpisah.
Di Gedung Inkanas, Baleendah, salah satu posko pengungsian, sejumlah 28 warga lansia ditempatkan di lima ruangan. Jarak antara kasur pengungsi sekitar 1 meter. Sementara lebih dari 200 pengungsi lainnya berada di gedung utama.
”Kalau dahulu pengungsi bergerombol, karena pandemi Covid-19, para (warga) lansia dipisahkan ke kamar khusus karena paling rawan tertular penyakit,” ujar Kamil.
Mantan Wali Kota Bandung itu menambahkan, ratusan pengungsi korban banjir juga akan mengikuti tes cepat Covid-19. Hal ini untuk mengantisipasi agar virus korona baru tidak menyebar di pengungsian.
”Jika hasil tesnya ada yang positif (Covid-19), akan segera dirujuk ke unit layanan kesehatan,” ucapnya.