NTT Siapkan Dana Rp 270 Miliar untuk Pemberdayaan Masyarakat
Pemprov Nusa Tenggara Timur mengalokasikan anggaran bantuan sosial senilai Rp 270 miliar untuk memberdayakan ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah yang terdampak kebijakan antisipasi penyebaran Covid-19.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalokasikan anggaran bantuan sosial senilai Rp 270 miliar untuk memberdayakan ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah yang terdampak kebijakan antisipasi penyebaran Covid-19. Pemprov sedang melakukan kajian sistem apa yang tepat untuk mengalokasikan anggaran tersebut agar tepat sasaran.
Kepala Biro Humas Sekretariat Daerah NTT Marius Jelamu di Kupang, Rabu (1/4/2020), mengatakan, dampak penyebaran virus korona baru atau Covid-19 sangat luas. Kelompok masyarakat yang paling merasakan adalah warga kelas menengah ke bawah. Dampak itu dirasakan NTT karena NTT termasuk salah satu provinsi termiskin di Indonesia.
”Pemprov mengalokasikan anggaran Rp 270 miliar bersumber dari bantuan sosial 2020 untuk kelompok masyarakat yang terdampak secara ekonomi akibat kebijakan penanggulangan virus korona. Dana ini akan disebar ke setiap organisasi perangkat daerah melalui program pemberdayaan ekonomi masyarakat di setiap kelompok warga,” tutur Jelamu.
Tim pengkajian ekonomi Pemprov NTT saat ini tengah membahas hal tersebut. Sasaran dana adalah kelompok warga miskin, seperti petani, peternak, buruh bangunan, tukang ojek, pekerja serabutan, usaha mikro, serta pedagang kecil dan menengah di pasar tradisional. Berapa kelompok yang akan menerima dan bagaimana keanggotaan kelompok masih dibahas.
Pada September 2019, data Pemprov NTT menunjukkan jumlah penduduk miskin di NTT mencapai sekitar 1,2 juta jiwa. Jumlah itu diprediksi meningkat dalam enam bulan terakhir karena kekeringan, gagal panen, dan dampak pencegahan penyebaran virus korona. Dampak terakhir yang justru dinilai paling buruk bagi perekonomian dan kehidupan sosial warga.
Jelamu mengatakan, tim pengkaji akan menyelesaikan tugasnya pekan ini. Dengan demikian, dana dapat sesegera mungkin direalisasikan sehingga masyarakat segera menikmati bantuan ini.
Pemprov NTT juga mendorong setiap kabupaten/kota memiliki kebijakan yang sama. Tiap kabupaten minimal mengalokasikan Rp 25 miliar untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pemerintah kabupaten/kota adalah pihak yang paling paham kelompok masyarakat mana yang sangat terpuruk secara ekonomi akibat upaya pencegahan virus korona ini. Warga harus dibantu sehingga upaya pencegahan virus korona tidak memberikan dampak buruk di kemudian hari, seperti tengkes, gizi buruk, bahkan kematian.
Warga harus dibantu sehingga upaya pencegahan virus korona tidak memberikan dampak buruk di kemudian hari, seperti tengkes, gizi buruk, bahkan kematian.
Bupati Sumba Timur Gidion Mbilijora menyebutkan, pengalokasian anggaran untuk mengatasi dampak kebijakan penyebaran virus korona harus dibahas bersama dengan DPRD. Hal itu membutuhkan waktu dan proses. Namun, saat ini, dana desa senilai 30 persen dari dana yang mengucur telah diprioritaskan untuk proyek padat karya di setiap desa.
”Jumlah dana desa di Sumba Timur tahun ini mencapai Rp 80 miliar lebih. Setiap desa (mendapat alokasi) berkisar Rp 900 juta sampai dengan Rp 2 miliar. Dana pemberdayaan ekonomi masyarakat ini juga termasuk program padat karya di desa itu,” tutur Mbilijora.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran NTT Fredy Ongkosaputra mengatakan, dana itu harus tepat sasaran. Kelompok yang paling terpuruk akibat upaya pencegahan penyebaran Covid-19 adalah usaha mikro, seperti penjual ikan keliling, penjual kelapa muda, sopir angkot, tukang ojek, penjual bakso dan mi di sekolah-sekolah, jagung bakar, pisang bakar, dan usaha mikro lain.
”Kelompok ini biasanya mendapat keuntungan Rp 10.000-Rp 50.000 per hari untuk makan dan minum anggota keluarga. Mereka ini perlu dibantu. Jangan sampai dana Rp 270 miliar itu tidak menyentuh kelompok usaha ini,” ujar Fredy.
Hanya saja, di NTT belum terbentuk paguyuban usaha mikro, kecil, dan menengah dari setiap komponen usaha seperti di Pulau Jawa. Padahal, paguyuban ini sangat penting. Paguyubanlah yang memiliki data anggota dan tingkat perekonomian mereka masing-masing.
Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di setiap kabupaten/kota belum tentu memiliki data usaha-usaha mikro itu. Buktinya, selama ini banyak usaha mikro tidak mendapatkan bantuan stimulan dari pemerintah.
Adapun warga yang sudah memiliki kartu Program Keluarga Harapan (PKH) dengan sendirinya mendapat bantuan pemerintah. Namun, PKH diprioritaskan bagi ibu hamil, anak balita, SD, SMP, dan SMA. Keluarga miskin yang tidak memiliki kategori itu tidak mendapatkan bantuan tunai dari pemerintah.
Anggota DPRD NTT, Buce Lioe, mengatakan, yang paling penting dari program ini adalah keterbukaan dan semangat berkorban serta pelayanan untuk masyarakat. Jika ada semangat ini, masyarakat bisa terbantu.
”Memang saat ini juga musim pemilihan kepala daerah. Entah apa pun motivasi dari bantuan ini, tetapi paling utama adalah sesuai sasaran di tingkat masyarakat miskin dan tak berdaya. Kelompok ini sangat membutuhkan uluran tangan pemerintah,” ucap Buce.