Dinilai Aman, Surabaya Lanjutkan Penggunaan Bilik Sterilisasi
Pemkot melanjutkan penggunaan bilik sterilisasi untuk mengurangi potensi penyebaran Covid-19. Sejumlah pihak menilai penggunaannya tidak berbahaya karena bahannya dari ”benzalkonium chloride”, bukan alkohol atau klorin.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, melanjutkan penggunaan bilik sterilisasi untuk mengurangi potensi penyebaran Covid-19. Sejumlah pihak menilai penggunaannya tidak berbahaya karena bahannya dari benzalkonium chloride, bukan alkohol atau klorin yang tidak sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Bilik sterilisasi tetap dilanjutkan karena pembuatan dan penggunaannya dikontrol ketat oleh para ahli agar tetap aman dan sesuai ketentuan,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, di Surabaya, Senin (30/3/2020).
Sejak dua pekan lalu, Pemkot Surabaya mulai memasang bilik sterilisasi di bandara, terminal, stasiun, dan pelabuhan. Bilik sterilisasi juga dipasang di pasar, pusat perbelanjaan, kantor pemerintah, dan rumah sakit. Saat ini, ada lebih dari 90 bilik sterilisasi dan jumlahnya akan terus ditambah.
Risma mengatakan, cairan disinfektan dalam bilik sterilisasi di Surabaya terbuat dari bahan benzalkonium chloride, bukan alkohol atau klorin. Zat ini bermanfaat untuk menghambat dan membunuh pertumbuhan mikroorganisme serta mencegah terjadinya pencemaran bakteri atau virus penyebab infeksi.
Benzalkonium chloride biasa digunakan untuk obat tetes mata, larutan pembersih mata, gel rongga mulut, penyemprot rongga mulut, dan obat kumur. Pembuatannya dilakukan oleh para ahli agar tidak membahayakan penggunanya.
Benzalkonium chloride biasa digunakan untuk obat tetes mata, larutan pembersih mata, gel rongga mulut, penyemprot rongga mulut, dan obat kumur.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia melalui akun Twitter-nya, @WHOIndonesia, pada Minggu (29/3/2020) menuliskan, ”#Indonesia jgn menyemprot disinfektan langsung ke badan seseorang, karena hal ini bisa membahayakan. Gunakan disinfektan hanya pd permukaan benda-benda. Ayo #LawanCOVID19 dgn tepat!”
Menurut WHO, menyemprotkan alkohol atau klorin pada tubuh seseorang tidak akan membunuh virus yang sudah masuk ke dalam tubuh. Menyemprot bahan-bahan seperti itu dapat membahayakan jika terkena pakaian atau selaput lendir, seperti mata dan mulut. WHO mengingatkan bahwa alkohol dan klorin bisa digunakan sebagai disinfektan, tetapi harus digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan.
Pengajar Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga Surabaya, Retno Sari, mengatakan, benzalkonium chloride merupakan kelompok senyawa ammonium quarterner yang bersifat surfaktan yang hanya akan memengaruhi permukaan.
Dia mencontohkan, salah satu bahan yang surfaktan yakni sabun atau sampo. Ketika mencuci tangan menggunakan sabun, senyawa ammonium quarterner akan membunuh virus yang ada di permukaan kulit. Hal ini juga berlaku ketika memasuki bilik sterilisasi.
”Soal kekhawatiran masyarakat terkait penggunaan bilik sterilisasi tidak perlu diragukan lagi. Cairan desinfektan yang dipakai aman dan sesuai dengan takaran,” ujarnya.
Guru Besar Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Fredy Kurniawan menambahkan, WHO tidak merekomendasikan cairan seperti etanol, klorin, dan H2O2 pada bilik sterilisasi karena bersifat karsinogenik yang bisa mengakibatkan mutasi bakteri. Namun, ada dua senyawa yang aman digunakan, yaitu ozon dan benzalkonium chloride, seperti yang digunakan oleh Pemkot Surabaya.
Penelitian menunjukkan, apabila benzalkonium chloride terhirup pada jangka yang pendek masih tetap aman bagi tubuh. Selama tidak melebihi batas konsentrasi sampai 0,3 ppm selama 15 menit, tidak akan menyebabkan kematian ataupun tanda-tanda adanya gangguan kesehatan.
Sedangkan untuk terapi ozon, lanjut dia, memang efektif digunakan untuk membunuh virus SARS-Cov-2 yang merupakan penyebab Covid-19. Penggunaannya dinilai efektif dengan biaya yang rendah. ”Batas yang bisa diterima manusia terpapar oleh ozon adalah 0,06 ppm selama 8 jam per hari untuk lima hari dalam seminggu atau 0,3 PPM maksimum untuk 15 menit,” ucap Fredy.