Warga Khawatir Sulit Akses Bahan Pokok Selama ”Local Lockdown”
Keputusan Wali Kota Tegal memberlakukan pembatasan wilayah untuk mencegah penyebaran Covid-19 menuai reaksi beragam dari warga. Sebagian warga mengaku khawatir bakal kesulitan mengakses bahan kebutuhan pokok.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Keputusan Wali Kota Tegal, Jawa Tengah, memberlakukan pembatasan wilayah atau local lockdown untuk mencegah penyebaran coronavirus disease 2019 atau Covid-19 menuai reaksi beragam dari warga. Sebagian warga mengaku khawatir bakal kesulitan mengakses bahan kebutuhan pokok.
Berdasarkan pantauan Kompas, Jumat (27/3/2020), sejumlah toko bahan kebutuhan pokok di Kota Tegal mulai ramai didatangi pembeli. Tempat parkir toko, yang beberapa hari belakangan lengang, pada Jumat petang tampak penuh. Warga mulai menyetok bahan pokok sebagai persiapan untuk menghadapi pemberlakuan pembatasan wilayah.
”Belanja bulanan kali ini memang lebih banyak daripada biasanya. Takut nanti kehabisan bahan pokok kalau sudah lockdown,” kata Ari (33), warga Kecamatan Tegal Selatan.
Warga lain, Taroso (31), juga mengaku khawatir kehabisan bahan pokok. Meski begitu, pria yang sehari-hari berjualan minuman di Alun-alun Kota Tegal itu tidak bisa menyetok bahan pokok karena tidak memiliki uang lebih. ”Sejak akses ke Alun-alun ditutup, pendapatan saya menurun drastis dari Rp 400.000 per hari menjadi Rp 50.000 per hari,” ujarnya.
Sementara itu, Guntur (53), warga Kecamatan Tegal Timur, mengusulkan agar kebijakan pembatasan wilayah dikaji ulang. Guntur khawatir distribusi kebutuhan bahan pokok dan bahan bakar minyak (BBM) di wilayah Kota Tegal terganggu dengan adanya pembatasan wilayah.
Sebelumnya, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono memutuskan untuk membatasi akses masuk orang luar ke dalam Kota Tegal untuk menekan risiko penyebaran Covid-19. Dedy membatasi akses masuk ke dalam Kota Tegal menggunakan water barrier.
Kendaraan dari arah Jakarta dan Semarang yang biasanya bisa melalui jalan pantura dalam kota dialihkan melalui jalan lingkar utara. Pembatasan itu berlaku mulai Minggu (22/3/2020) hingga Minggu (29/3/2020).
Tak hanya itu, Dedy juga membatasi pergerakan warga Kota Tegal. Hal itu dilakukan dengan cara memberlakukan kebijakan pembatasan sosial, menutup seluruh tempat wisata dan tempat hiburan, membubarkan kerumunan, serta mematikan seluruh lampu penerangan jalan untuk mencegah adanya kerumunan masyarakat.
Pada Rabu (25/3/2020) Dedy memutuskan memperpanjang dan memperketat pembatasan wilayah. Perpanjangan masa pembatasan wilayah direncanakan berlaku hingga 30 Juli 2020. Sebanyak 49 jalan masuk ke Kota Tegal dari sejumlah daerah juga akan ditutup dengan pembatas beton agar tidak mudah digeser.
Hal itu dilakukan Dedy setelah ada warga Kota Tegal yang terkonfirmasi positif Covid-19. ”Ini local lockdown hanya istilah. Intinya, kami ingin membatasi orang-orang agar tidak seenaknya masuk-keluar kota. Ini saya lakukan karena kami harus benar-benar mengamankan Kota Tegal,” kata Dedy saat ditemui di Balai Kota Tegal, Jumat malam.
Menurut Dedy, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Gubernur Jateng dan pemerintah pusat terkait kebijakan ini. Menurut dia, keputusan menutup akses masuk ke Kota Tegal tidak akan mengganggu lalu lintas di jalan provinsi ataupun jalan nasional. Adapun kegiatan masyarakat di dalam Kota Tegal juga tetap berjalan, tetapi dibatasi.
Dedy mengungkapkan, dalam keadaan mendesak, masyarakat bisa masuk atau keluar Kota Tegal. Sebelum masuk atau keluar kota, setiap orang akan dicek suhu tubuhnya dan direkam identitasnya oleh petugas yang berjaga di setiap perbatasan.
Sedikitnya satu kamera pemantau juga akan disiapkan di setiap perbatasan untuk memantau pergerakan masyarakat. Hal itu diharapkan berguna untuk melacak arus masyarakat.
Pemerintah Kota Tegal menjamin ketersediaan bahan pokok dan bahan bakar selama masa pembatasan wilayah diberlakukan. Pemerintah kota sudah berkoordinasi dengan Perum Bulog untuk memastikan stok pangan warga tercukupi.
Warga miskin yang terdampak oleh kebijakan ini juga akan diberi bantuan melalui sistem subsidi silang. ”Dana untuk subsidi ini berasal dari sumbangan pejabat struktural, pejabat non-struktural, anggota legislatif, dan semua aparatur sipil negara. Kami masih terus berkoordinasi untuk menentukan bentuk dan cara penyaluran bantuan tersebut,” kata Dedy.