Polisi sudah mulai membubarkan kerumunan massa untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19. Sebanyak 1.731 kerumunan telah dibubarkan. Selain itu, polisi juga sudah menindak 26 kasus penyebaran hoaks terkait dengan korona.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasca-terbitnya Maklumat Kepala Polri, sampai saat ini kepolisian telah membubarkan 1.371 kerumunan massa untuk mencegah meluasnya penebaran coronavirus disease atau Covid-19. Meski demikian, pendekatan persuasif diharapkan tetap diutamakan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Kepolisian Negara Republik Indonesia Brigjen (Pol) Raden Prabowo Argo Yuwono dalam jumpa pers, Kamis (26/3/2020), di Jakarta, mengatakan, kepolisian terus menekan penyebaran Covid-19 dengan mencegah berkumpulnya massa. Hal itu sesuai dengan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Korona (Covid-19).
”Kami sudah membubarkan sebanyak 1.371 kerumunan massa. Itu terdapat di semua kepolisian daerah di seluruh Indonesia. Dan ini kami dibantu oleh rekan kami, baik dari Tentara Nasional Indonesia maupun dari pemerintah daerah,” kata Argo.
Dalam Maklumat Kapolri, masyarakat dilarang untuk mengadakan pertemuan sosial, budaya, keagamaan, dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan, dan kegiatan sejenis lainnya. Selain itu, kegiatan konser musik, pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran, dan resepsi keluarga juga dilarang. Demikian pula kegiatan olahraga, kesenian, jasa hiburan, unjuk rasa, pawai, karnaval, dan kegiatan lain yang menyebabkan pengumpulan massa juga dilarang.
Pelayanan publik
Terkait dengan pelayanan kepada masyarakat oleh kepolisian, kata Argo, Polri telah mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi waktu pelayanan. Hal itu untuk mencegah berkumpulnya masyarakat di suatu lokasi. Pelayanan kepada masyarakat tersebut antara lain terkait dengan pengurusan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), surat izin mengemudi (SIM), surat izin keramaian, pengurusan buku pemilik kendaraan bermotor (BKPB), dan surat tanda nomor kendaraan (STNK).
”Untuk sementara dibatasi waktunya demi mencegah penyebaran virus korona dan kemudian juga disesuaikan dengan wilayah mereka masing-masing, yaitu di kepolisian daerah dan kepolisian resor,” ujar Argo.
Terkait dengan penyebaran berita tidak benar atau kabar bohong, kata Argo, saat ini kepolisian telah menangani 46 kasus yang tersebar di beberapa wilayah hukum. Selain itu, kepolisian juga telah melakukan kegiatan penyemprotan disinfektan di 3.000 lokasi.
Secara terpisah, komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, mengatakan, langkah yang dilakukan petugas Polri mesti dipahami dalam rangka melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat. Maka, kegiatan pembubaran kerumunan massa atau pengurangan waktu pelayanan kepada masyarakat dilakukan untuk mencegah masyarakat tertular Covid-19.
”Pelarangan ini bukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Dalam masa darurat korona global seperti saat ini, hak individu atau masyarakat untuk berkumpul dapat dibatasi oleh kepentingan lain yang lebih besar, yaitu kesehatan dan keselamatan umum,” kata Poengky.
Agar lebih efektif dalam menjalankan tugasnya, menurut Poengky, kepolisian dapat mengedepankan fungsi intelijen bidang keamanan (intelkam) sebagai deteksi dini. Sementara unit Samapta Bhayangkara (Sabhara) dan Pembinaan Masyarakat (Binmas) melakukan langkah-langkah persuasif dan patroli pencegahan di lapangan. Petugas di lapangan pun diharapkan juga dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) untuk mencegah kemungkinan penularan Covid-19.