Covid-19 berdampak buruk pada pasar kopi arabika gayo di Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Dalam seminggu terakhir, harga kopi anjlok.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Pandemi penyakit yang disebabkan virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) berdampak buruk pada pasar biji kopi arabika gayo di Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Dalam seminggu terakhir harga biji kopi anjlok. Petani disarankan menunda penjualan kopi hingga pasar stabil.
Pedagang pengepul dan petani kopi Desa Reronga, Kecamatan Gajah Putih, Bener Meriah, Aman Kahfi (35), yang dihubungi pada hari Senin (23/3/2020) mengatakan, harga gabah kopi turun dari Rp 32.000 per kilogram menjadi Rp 26.000 per kg. Adapun harga buah kopi merah turun dari harga Rp 11.000 menjadi Rp 8.000 per kg.
Harga kopi gayo turun karena beberapa pembeli di luar negeri meminta penundaan pengiriman kopi terkait kebijakan pemerintah banyak negara yang menutup wilayahnya dan pembatasan sosial.
Kopi gayo mayoritas diekspor ke Amerika Serikat (AS). AS saat ini juga tengah dilanda Covid-19 yang membuat pemerintah setempat menerapkan kebijakan pembatasan sosial dan penutupan wilayah. Kebijakan itu membuat penjualan kopi tertahan.
Dirinya tidak berani menampung kopi dari petani karena harga pada tingkat eksportir tidak stabil.
Sebagai pengepul, kata Kahfi, dirinya tidak berani menampung kopi dari petani karena harga pada tingkat eksportir tidak stabil. ”Kalau saya beli dengan harga Rp 26.000, ke depan harga semakin turun, saya rugi,” kata Kahfi.
Ketua Asosiasi Produsen Fairtrade Indonesia (APFI) Armiyadi, di Aceh Tengah, mengatakan, sejumlah pembeli di AS menunda penerimaan kiriman kopi. Akibatnya, pedagang pengumpul dan eksportir juga menunda pembelian kopi petani.
Negara-negara yang terkena wabah Covid-19 juga telah melarang warganya berkumpul, salah satunya di kafe-kafe. Akibatnya, banyak kafe yang tutup. Penutupan kafe atau kedai kopi itu menyebabkan permintaan kopi menurun.
”Pasar kopi sangat dipengaruhi oleh kondisi global. Kopi ini bukan kebutuhan pokok. Saat kondisi seperti ini, orang lebih memilih beli sembako daripada kopi,” kata Armiyadi.
Kebijakan pemerintah menutup kafe di kota-kota besar di Tanah Air juga membuat penjualan kopi di tingkat lokal menurun. Banda Aceh, misalnya, pasar kopi terbesar di Aceh, sejak Minggu malam telah menutup semua warung kopinya.
Dalam keadaan tidak stabil seperti ini, Armiyadi menyarankan sebaiknya petani menunda menjual kopi. Buah kopi bisa diolah menjadi gabah lalu disimpan dan dijual saat pasar mulai stabil.
Namun, bagi petani kecil yang bergantung hidup pada hasil penjualan kopi, kondisi ini sangat memukul. Seperti yang dialami Dina (34), petani kopi di Bener Meriah. Dia terpaksa menjual kopi dengan harga murah karena memerlukan uang untuk kebutuhan sehari-hari.
Buah kopi bisa diolah menjadi gabah lalu disimpan dan dijual saat pasar mulai stabil.
Harga yang rendah ini membuat Dina pesimistis dengan nasib petani kopi. ”Entah bagaimana nanti nasib petani kopi ke depan,” katanya.
Bupati Bener Meriah Syarkawi mengatakan, untuk mengatasi anjloknya harga kopi, pemerintah akan mengaktifkan sistem resi gudang. Dengan menitipkan kopi di resi gudang, petani dapat mengambil pinjaman ke bank dengan jaminan sertifikat dari resi gudang. Resi gudang menjadi solusi saat petani kesulitan menjual kopi.