Malioboro Lengang, Pendapatan Pedagang Kaki Lima Anjlok
Ruang-ruang publik di Kota Yogyakarta mulai terlihat lebih sepi daripada biasanya. Penurunan jumlah kunjungan wisatawan di Malioboro bahkan menyebabkan pendapatan pedagang kaki lima anjlok.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Ruang-ruang publik di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (22/3/2020) sore, terlihat lebih sepi daripada biasanya. Penurunan jumlah kunjungan wisatawan di Malioboro bahkan menyebabkan pendapatan pedagang kaki lima setempat anjlok hingga 90 persen.
Kondisi ini dinilai terjadi karena banyak warga menerapkan pembatasan sosial dengan mengurangi aktivitas di luar rumah guna meminimalkan risiko penularan penyakit Covid-19 akibat virus korona jenis baru.
Di Yogyakarta, salah satu lokasi yang lebih sepi dari biasanya adalah kawasan wisata Malioboro. Pada Minggu sore, sejumlah bangku di trotoar kawasan Malioboro terlihat kosong. Warga dan wisatawan yang lalu lalang di kawasan itu juga jauh lebih sedikit ketimbang biasanya.
Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Malioboro tampak menganggur karena kios mereka tak dikunjungi pembeli. Sementara itu, para pengemudi andong dan becak hanya duduk-duduk menunggu penumpang.
Padahal, pada saat akhir pekan, kawasan di jantung Kota Yogyakarta ini dipadati warga dan wisatawan. Kawasan ini merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bahkan, banyak orang yang merasa belum ke Yogyakarta jika belum berkunjung ke Malioboro.
Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Malioboro-Ahmad Yani (Pemalni) Slamet Santoso mengatakan, seminggu terakhir, kawasan wisata Malioboro memang jauh lebih sepi daripada biasanya. Jumlah warga dan wisatawan yang datang ke Malioboro berkurang drastis jika dibandingkan dengan sebelum adanya penularan Covid-19 di Yogyakarta.
Menurut Slamet, akibat berkurangnya jumlah wisatawan yang datang, para PKL Malioboro merasakan penurunan pendapatan yang sangat signifikan. Dia menyebut, penurunan pendapatan para PKL itu bahkan mencapai 90 persen.
”Wabah Covid-19 ini sangat berdampak pada para PKL Malioboro. Penurunan pendapatan itu bisa mencapai 90 persen. Kondisi ini terjadi selama seminggu terakhir,” ujar Slamet.
Akibat berkurangnya jumlah wisatawan yang datang, para PKL Malioboro merasakan penurunan pendapatan yang sangat signifikan.
Slamet menilai, anjloknya jumlah pengunjung ke Malioboro itu karena banyak warga yang enggan keluar rumah dan mengunjungi ruang-ruang publik yang biasanya menjadi pusat keramaian. Apalagi, beberapa waktu belakangan, pemerintah juga mengeluarkan imbauan agar warga melakukan pembatasan sosial dengan mengurangi aktivitas di luar rumah.
”Kalau saya amati, masyarakat mungkin merasa khawatir kalau melakukan kunjungan ke luar rumah karena takut tertular virus korona,” ujar Slamet.
Slamet menambahkan, berdasarkan informasi yang diterima, banyak juga wisatawan dari luar kota memilih menunda kunjungan ke Yogyakarta. Penundaan itu bertujuan untuk mengurangi risiko penularan Covid-19. ”Memang ada wisatawan yang sudah punya agenda wisata ke Yogyakarta, tetapi akhirnya ditunda atau dibatalkan karena ada wabah korona ini,” ujarnya.
Slamet menuturkan, hingga saat ini, para PKL Malioboro tetap berjualan seperti biasa. Untuk mengantisipasi penularan Covid-19, para PKL telah berswadaya menyiapkan tempat cuci tangan dan sabun untuk para pengunjung. Selain itu, kawasan wisata Malioboro juga telah disemprot disinfektan.
”Dari awal, kami sudah siapkan beberapa tempat cuci tangan. Beberapa hari lalu, kami bersama-sama dengan pemerintah daerah dan komunitas lain juga mengadakan kegiatan bersih-bersih Malioboro,” ujar Slamet.
Meski begitu, Slamet mengakui, jumlah pengunjung yang datang ke Malioboro tetap menurun drastis. Namun, kondisi ini tak hanya terjadi di Malioboro. Berdasarkan pantauan Kompas, ruang publik lain, seperti Alun-alun Utara Yogyakarta juga lebih sepi daripada biasanya. Bahkan, sejumlah kafe di sisi timur Alun-alun Utara Yogyakarta tutup.
Selain itu, kawasan sentra gudeg Wijilan juga sepi. Lalu lintas kendaraan di daerah itu sangat lancar. Padahal, saat akhir pekan, kawasan ini kerap dilanda kemacetan lalu lintas karena banyak mobil wisatawan terparkir di kedua sisi jalan.
Pada kesempatan sebelumnya, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X telah mengeluarkan imbauan agar masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah. Pengurangan aktivitas di luar rumah ini penting untuk mengurangi risiko penularan Covid-19.
”Harapan saya, masyarakat kalau tidak punya kepentingan yang sangat mendesak dan sangat perlu bisa tinggal di rumah. Bukan sama sekali tidak boleh, melainkan mengurangi aktivitas di luar rumah,” ujar Sultan HB X yang juga merupakan Raja Keraton Yogyakarta.
Masyarakat kalau tidak punya kepentingan yang sangat mendesak dan sangat perlu bisa tinggal di rumah. Bukan sama sekali tidak boleh, melainkan mengurangi aktivitas di luar rumah.
Sultan HB X juga meminta agar acara-acara yang melibatkan banyak orang ditunda. Sebab, terbentuknya kerumunan orang berisiko menyebabkan penularan Covid-19.
Bahkan, acara perayaan ulang tahun jumenengan atau kenaikan takhta Sultan HB X sebagai Raja Keraton Yogyakarta juga diputuskan untuk ditunda. Acara berupa kirab dan pertunjukan seni itu menurut rencana bakal digelar pada Selasa Wage, 24 Maret 2020, di kawasan Malioboro.
”Jadi, aktivitas-aktivitas kelembagaan, perorangan, ataupun kelompok yang memungkinkan bisa ditunda, ya, kami harapkan bisa ditunda. Ini untuk menghindari berkumpulnya kelompok-kelompok warga,” kata Sultan HB X.