Dua Napi Terorisme di Lapas Porong Berikrar Setia kepada NKRI
Dua narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surabaya di Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, berikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sabtu (21/3/2020).
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
DOKUMENTASI LAPAS PORONG
Narapidana terorisme, Anton Labasse (depan) dan Kasim Khow, saat membacakan ikrar setia kepada NKRI di Lapas Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (21/3/2020).
SIDOARJO,KOMPAS — Dua narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surabaya di Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, berikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sabtu (21/3/2020). Kesetiaan terhadap Ibu Pertiwi itu diharapkan mampu dijaga selamanya sehingga mereka bisa berkontribusi maksimal pada pembangunan bangsa.
Dua narapidana terorisme (napiter) itu adalah Anton Labbase dan Kasim Khow. Keduanya baru tiba di Lapas Porong pada 11 Maret lalu. Sebelumya mereka ditahan di Lapas Narkotika Gunung Sindur yang merupakan lapas khusus dengan pengamanan maksimum untuk teroris, bandar narkoba, dan koruptor.
Pengucapan ikrar setia kepada NKRI dipimpin oleh Kepala Lapas Porong Tony Nainggolan di Aula Sugeng Hendrijo Lapas Porong. Dua napiter ini tidak hanya mengucapkan ikrarnya secara lisan, tetapi juga secara tertulis pada naskah yang ditandatangani sehingga memiliki kekuatan hukum.
”Semoga hatinya tetap Merah Putih hingga akhir hayatnya,” ujar Tony.
Menurut Tony, kembalinya dua narapidana terorisme ke pangkuan Ibu Pertiwi merupakan buah dari upaya deradikalisme yang terus dilakukan melalui pembinaan dan pendekatan sosial kemanusiaan. Perubahan ideologi bernegara bukan hal mudah apalagi para orang yang sudah terpapar radikalisme.
Kepala Lapas Porong Tony Nainggolan saat acara pembacaan ikrar setia napiter kepada NKRI di Lapas Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (21/3/2020).
Namun, dengan upaya keras, pendekatan terus-menerus, dan pendampingan yang intens, hal itu bukan perkara yang mustahil dilakukan. Pendekatan yang dilakukan oleh petugas lapas bukan dengan adu argumentasi, apalagi berdebat tentang ajaran agama karena mereka memang bukan ulama.
Semoga hatinya tetap Merah Putih hingga akhir hayatnya.
”Pendekatan yang dilakukan petugas adalah pendekatan kemanusiaan dengan memanusiakan mereka. Contohnya, memberi perhatian terhadap keluarga mereka sehingga hati para napiter ini tersentuh,” kata Tony.
Anton dan Kasim merupakan terpidana terorisme kasus Poso dan Ambon. Mereka dinilai terbukti mendistribusikan senjata dan peluru secara ilegal. Akibat perbuatannya itu, Anton dan Kasim dijatuhi hukuman badan masing-masing 3,5 tahun penjara. Dari total masa hukuman tersebut, sebanyak 2,5 tahun sudah dihabiskan di Lapas Gunung Sindur. Apabila tidak ada halangan, masa hukuman selesai sekitar April 2021.
Kepala Seksi Bimbingan Kemasyarakatan Lapas Porong Bambang Sugianto menambahkan sejak tiba di tempatnya, Anton dan Kasim mendapat perhatian khusus. Mereka terus diintervensi secara sosial dan ideologi dengan mengajak terlibat dalam diskusi kecil.
Petugas tak segan meminta bantuan kepada napiter lain yang telah lebih dulu kembali kepada NKRI, seperti Umar Patek dan Asep Jaya, untuk membimbing Anton dan Kasim. Bahkan, jaringan di luar lapas juga dilibatkan dalam proses deradikalisasi. Mereka adalah Ali Imron, Abu Fida, dan Abu Tholut.
Kepala Seksi Bimbingan Kemasyarakatan Lapas Kelas I Surabaya Bambang Sugianto.
”Napiter yang sudah kembali kepada NKRI kerap memberikan suntikan semangat yang positif sehingga Anton dan Kasim ini semakin mantap hatinya,” ucap Bambang.
Menurut Bambang, kendati pengelola lapas kerap memberikan bimbingan dan pendampingan dalam upaya meradikalisasi napi terorisme, keinginan dan kemauan untuk kembali setia kepada NKRI tidak bisa dipaksakan. Kemauan itu harus berasal dari napiter sendiri.
Bambang bercerita, pekan lalu dia dihampiri Anton dan Kasim. Keduanya menyatakan siap kembali setia kepada NKRI. Mereka juga mulai bersosialisasi dengan warga binaan lainnya dan beribadah bersama di masjid.