Industri di Batam Rugi Miliaran Rupiah akibat Pembatasan Mobilitas Singapura dan Malaysia
Industri manufaktur dan jasa pelayaran di Batam, Kepulauan Riau, merugi hingga miliaran rupiah akibat pembatasan mobilitas di Singapura dan Malaysia terkait dengan pandemi Covid-19.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pembatasan mobilitas di Singapura dan Malaysia membuat industri di Batam, Kepulauan Riau, semakin tercekik. Perusahaan jasa pelayaran menjerit karena transportasi terhambat, sedangkan sektor manufaktur mengeluh kekurangan bahan baku dan tenaga ahli.
Ketua Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia (INSA) Batam Osman Hasyim, Kamis (19/3/2020), mengatakan, kebijakan pembatasan mobilitas oleh Singapura dan Malaysia membuat industri pelayaran di Batam terpukul hebat. Penurunan penumpang diperkirakan 90 persen.
Di Batam ada lima pelabuhan internasional, yaitu Batam Centre, Harbour Bay, Sekupang, Marina Teluk Senimba, dan Nongsa Pura. Data Kantor Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan Khusus Batam menunjukkan, normalnya ada 160 trip per hari dari dan ke Singapura serta Malaysia lewat lima pelabuhan itu.
Penurunan penumpang diperkirakan 90 persen.
Namun, sejak berlaku kebijakan pembatasan mobilitas di Singapura dan Malaysia, Rabu (18/3), jumlah perjalanan feri turun menjadi hanya 32 trip per hari. Jumlah penumpang juga menurun drastis dari sebelumnya sekitar 13.200 orang per hari menjadi lebih kurang 200 penumpang per hari.
”Jika biasanya satu feri bisa mengangkut 100 penumpang dalam sekali perjalanan, sekarang satu kapal hanya terisi tujuh penumpang,” kata Osman.
Kepala Operasional Pelabuhan Internasional Batam Centre Nika Astaga mengatakan, sejak Selasa (17/3), kapal yang berangkat dari Batam beberapa kali hanya terisi satu penumpang. Meskipun begitu, tetap ada feri yang beroperasi demi menjemput warga Indonesia dari Singapura dan Malaysia.
Rugi miliaran rupiah
Menurut Osman, kesulitan yang sama dialami perusahaan jasa pelayaran niaga. Kunjungan kapal niaga di Batam turun dari biasanya sekitar 150 pelayaran per hari jadi hanya paling banyak 30 pelayaran per hari.
”Pendapatan potensial jasa pelayaran yang hilang akibat pembatasan mobilitas tidak kurang dari Rp 20 miliar per hari. Itu belum termasuk nilai barang yang diangkut kapal-kapal niaga,” ujar Osman.
Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri Batam Tjaw Hioeng mengatakan, sektor manufaktur juga merasakan pukulan yang sama. Pembatasan mobilitas oleh Singapura dan Malaysia membuat 2.900 pabrik di Batam mengalami kekurangan bahan baku dan tenaga ahli.
Sejak Januari, Covid-19 yang mewabah telah membuat industri manufaktur di Batam kekurangan bahan baku dari China. Hal itu kini diperparah lagi dengan mandeknya sejumlah pabrik pemasok bahan baku industri dari Malaysia akibat kebijakan lockdown atau penutupan sementara.
Tjaw memperkirakan, stok bahan baku yang tersisa hanya bisa bertahan paling lama sampai akhir April. Jika hal ini terus berlanjut, 384.486 pekerja di sektor industri terancam kehilangan pekerjaan.
Selain kekurangan bahan baku, sebagian pabrik juga mengalami kendala produksi karena tenaga kerja asing tidak bisa kembali ke Batam akibat pembatasan mobilitas di sejumlah negara. Berdasarkan data Badan Pengusahaan Batam, jumlah pekerja asing di kota itu pada 2019 mencapai 6.552 orang.
Tenaga kerja asing itu rata-rata menduduki jabatan penting, mulai dari presiden direktur, manajer umum, manajer produksi, sampai teknisi ahli. ”Jika atasannya tidak berada di tempat, pekerja pabrik pasti kebingungan menjalankan kegiatan produksi,” ujar Tjaw.
Galang solidaritas
Osman menambahkan, dampak Covid-19 tidak hanya berhenti pada jasa pelayaran dan sektor manufaktur. Sektor perekonomian lain juga pasti akan terdampak. Oleh karena itu, Rabu (18/3), para pengusaha menggalang dana untuk mendukung Pemerintah Kota Batam dalam menghadapi pandemi.
Hasilnya, terkumpul uang Rp 6,47 miliar dan akan digunakan untuk membeli alat medis guna mempercepat deteksi Covid-19.
Di Kepulauan Riau saat ini ada tiga kasus positif Covid-19, pasien itu masing-masing dirawat di rumah sakit rujukan di Tanjung Pinang, Karimun, dan Batam. Selain itu, ada 144 orang dalam pemantauan (ODP) serta 39 pasien dalam pengawasan (PDP) dan diisolasi.
”Ini adalah masa tersulit dari semua resesi ekonomi yang pernah terjadi di Batam. Namun, kita harus percaya bisa melawan pandemi ini. Semuanya pasti akan berlalu,” ucap Tjaw.