Jumlah korban meninggal akibat demam berdarah dengue (DBD) di Nusa Tenggara Timur meningkat dari 38 orang pada 11 Maret menjadi 42 orang pada 16 Maret 2020.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Jumlah korban meninggal akibat demam berdarah dengue (DBD) di Nusa Tenggara Timur meningkat dari 38 orang pada 11 Maret menjadi 42 orang pada 16 Maret. Korban yang dirawat pun bertambah dari 3.222 orang menjadi 3.661 orang di 22 kabupaten/kota.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Timur Erlina Salmun di Kupang, Rabu (18/3/2020), mengatakan, tambahan empat orang meninggal itu berasal dari empat kabupaten, yakni Belu, Flores Timur, Kabupaten Kupang, dan Rote Ndao. Sesuai dengan laporan, para korban diantar pihak keluarga sudah dalam kondisi sakit parah akibat DBD.
Kondisi cuaca seperti ini berpeluang berkembangbiak nyamuk, terutama jenis Aedes aegypti.
”Kasus ini diprediksi terus bertambah karena musim hujan masih berlangsung meskipun hujan diselingi hari-hari panas. Kondisi cuaca seperti ini berpeluang berkembang biak nyamuk, terutama jenis Aedes aegypti,” kata Erlina Salmun. Aedes aegypti merupakan nyamuk pembawa virus DBD.
Jumlah korban meninggal 42 orang ini merupakan yang terburuk dalam sejarah kasus DBD di NTT. Selama ini, kasus DBD hanya terbatas di beberapa kota dan kabupaten, tetapi tahun ini meluas di semua 22 kabupaten/kota dengan sebagian besar kabupaten terdapat korban meninggal.
Dari semua korban meninggal dan menjalani perawatan, sebanyak 85 persen adalah anak-anak berusia 0-15 tahun. Erlina Salmun mengatakan, kasus DBD tahun ini mulai menyebar di NTT sejak Desember 2019, yakni di Kota Kupang.
Kabupaten dengan jumlah penderita tinggi, tetapi tidak ada korban meninggal adalah Sumba Barat Daya (126 kasus) dan Manggarai Barat (125 kasus). Hal itu karena tenaga kesehatan merawat pasien DBD dengan cara yang tepat atau para korban segera dibawa ke fasilitas kesehatan saat masih dalam tahap permulaan sakit.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka Petrus Herlemus Baru mengatakan, jumlah kasus kematian di Sikka dalam satu pekan terakhir tetap sama, yakni 14 orang. Namun, jumlah penderita DBD meningkat dari 1.234 kasus menjadi 1.335 kasus.
”Program penanggulangan selama 14 hari dengan melibatkan semua elemen masyarakat melakukan pembersihan lingkungan akan berahir 23 Maret. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembersihan lingkungan setiap Jumat di semua permukiman penduduk, sekolah, instansi pemerintah, selokan, dan sungai-sungai,” kata Petrus.
Status Kejadian Luar Biasa (KLB) yang diberlakukan sejak 27 Januari 2020, kata Petrus, mulai Rabu ini dicabut. Hal itu karena jumlah kasus sudah mereda dan masyarakat sudah mulai sadar bagaimana cara mengatasi dan mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
Ia mengatakan, kasus DBD terburuk di Sikka tahun ini telah membangunkan kesadaran semua masyarakat Sikka akan dampak dari lingkungan yang tidak sehat. Sebelum ini, sampah berserakan, genangan air di mana-mana, selokan-selokan air ditumpuki sampah, wadah penampung air hujan dibiarkan terbuka, dan rumput-rumput dibiarkan merambat sampai di depan rumah.