Ahli biologi satwa liar Amerika Serikat, Forrest Galante, menargetkan empat atau lima hari ke depan dirinya bisa menangkap dan menyelamatkan buaya muara ”berkalung” ban di Sungai Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Ahli biologi satwa liar Amerika Serikat, Forrest Galante, menargetkan empat atau lima hari ke depan dirinya bisa menangkap dan menyelamatkan buaya muara ”berkalung” ban di Sungai Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Ia memaksimalkan berbagai alat, antara lain perangkap, jaring, dan penembakan harpun.
”Kami akan mengusahakan empat atau lima hari ke depan untuk menangkap buaya ini. Kami memaksimalkan alat-alat yang ada, entah punya Balai Konservasi Sumber Daya Alam ataupun yang kami bawa sendiri,” kata Forrest seusai menempatkan umpan dalam perangkap milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng di Palu, Sabtu (14/3/2020).
Galante mamanfaatkan dua perangkap untuk menangkap buaya muara (Crocodylus porosus) yang terjerat atau ”berkalung” ban di Sungai Palu. Satu perangkap milik BKSDA Sulteng dipasang sejak pertengahan Februari saat penyelamatan dilakukan bersama ahli satwa liar dari Australia, Matthew N Wright, di Sungai Palu.
Satu perangkap lagi milik Galante dipasang di muara Sungai Palu, Jumat (13/3) lalu. Di dua titik jerat, buaya yang terdeteksi terjerat ban pada pertengahan 2016 itu memang sering muncul.
Galante tiba di Palu pada Selasa (10/3). Untuk menyelamatkan buaya itu, ia telah mengantongi izin aktivitas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Izinnya sekitar dua minggu.
Terkait dengan efektivitas penggunaan perangkap, Galante menyampaikan, metode tersebut umum dipakai dalam menangkap buaya. Mobilitas buaya berkalung ban tak menjadi masalah karena dengan umpan, buaya tertarik untuk masuk ke dalam perangkap. ”Mungkin satu dua hari tidak (tertarik), tetapi kita punya waktu yang cukup yang barangkali memungkinkan dia tertarik untuk menyantap umpan di dalam perangkap,” ujarnya.
Dua perangkap yang dipakai terbuat dari besi. Masing-masing memiliki panjang sekitar 6 meter dengan lebar 2,5 meter. Perangkap dilengkapi pelampung agar mengapung di air. Saat buaya menyantap umpan di dalam perangkap, pintu secara otomatis tertutup karena terangkai dengan pengikat umpan.
Ban pada leher buaya terus makin mencekik seiring makin besarnya buaya.
Pada operasi penyelamatan pertengahan Februari, BKSDA Sulteng dan Matthew menggunakan satu perangkap untuk menangkap buaya berkalung ban tersebut. Namun, sejak perangkap dipasang, buaya tersebut tak pernah menyantap umpan di dalamnya. Ia hanya berputar-butar di sekitar perangkap.
Galante yang merupakan pembawa acara ”Extinct or Alive” di saluran televisi Animal Planet memulai penyelamatan pada Jumat sore lalu. Setelah memasang perangkap di muara, ia bersama tim mencari buaya di sungai pada malam hari.
Ia menggunakan harpun (mata tombak bergerigi) yang dilekatkan pada semacam senapan yang disebut crossbow. Dengan alat itu, Galante tak perlu terlalu dekat dengan buaya untuk menembakkan harpun. Harpun bisa ditembak dari jarak sekitar 20 meter. Ini berbeda dengan penggunaan tombak harpun yang harus ditombak dari jarak dekat.
Galante menyebutkan, alat itu tak sempat dipakai meskipun buayanya terlihat. Situasinya tak benar-benar aman untuk penggunaan alat. ”Hanya kepala buaya yang muncul. Padahal, alat ini ditembakkan di bagian ekornya. Itulah kendalanya,” ujarnya.
Upaya penyelamatan buaya ”berkalung” ban telah cukup lama. Dalam 3,5 tahun sejak terdeteksi pada pertengahan 2016, berbagai upaya tak membuahkan hasil. Terhitung sudah empat operasi dilakukan selama ini di luar upaya Galante saat ini.
Kepala Seksi Wilayah I BKSDA Sulteng Haruna berharap banyak pada upaya yang dilakukan Galante. Ia melihat ada metode atau alat baru yang digunakan Galante yang memungkinkan operasi bisa sukses. Alat tersebut, misalnya crossbow.
Warga Palu yang sering menyaksikan buaya tersebut, termasuk saat operasi penyelamatan yang dilakukan selama ini, juga punya harapan yang sama. Ban pada leher buaya terus makin mencekik seiring makin besarnya buaya.