Pasien Meninggal akibat DBD Bertambah Menjadi 38 Orang
Kasus kematian akibat demam berdarah dengue di Nusa Tenggara Timur terus bertambah. Sampai 11 Maret 2020, 38 orang meninggal dan 3.222 orang dirawat di 22 kabupaten/kota.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Kasus kematian akibat demam berdarah dengue di Nusa Tenggara Timur terus bertambah. Sampai 11 Maret 2020, sebanyak 38 orang meninggal dan 3.222 orang dirawat di 22 kabupaten/kota. Musim hujan masih berlanjut. Masyarakat harus terlibat aktif menjaga lingkungan agar bebas dari nyamuk Aedes aegypti.
Kepala Dinas Kesehatan NTT Dominikus Minggus Mere di Kupang, Kamis (12/3/2020), mengatakan, dari data yang masuk ke dinas kesehatan provinsi per 4 Maret, sebanyak 30 orang meninggal dan 2.746 orang dirawat.
”Kasus terus bertambah. Sampai 11 Maret, korban meninggal menjadi 38 orang dan 3.222 orang dirawat yang tersebar di 22 kabupaten/kota. Ini berarti semua upaya yang sudah dan tengah dilakukan pemerintah belum mampu menekan kasus DBD di lapangan,” kata Minggus.
Penambahan kasus kematian berasal dari Sikka sebanyak tiga orang dan Kabupaten Belu dua orang. Kota Kupang, Kabupaten Alor, dan Kabupaten Rote Ndao masing-masing satu orang. Dalam satu pekan terakhir terdapat tambahan 8 orang meninggal dan 476 pasien baru yang dirawat.
Kasus DBD terus bertambah. Sampai 11 Maret, korban meninggal menjadi 38 orang dan 3.222 orang dirawat yang tersebar di 22 kabupaten/kota. Ini berarti semua upaya yang sudah dan tengah dilakukan pemerintah belum mampu menekan kasus DBD di lapangan.
Kasus DBD yang tidak menyebabkan kematian terdapat di 10 kabupaten. Penanganan pasien DBD di 10 kabupaten ini lebih awal, lebih cepat, dan lebih pro-aktif antara keluarga korban, petugas kesehatan, dan masyarakat sekitar.
Minggus mengatakan, musim hujan masih berlanjut sampai April. Curah hujan sporadis, diselingi panas, kemudian hujan lagi, muncul panas, dan seterusnya. Kondisi ini memberi peluang tumbuh kembang nyamuk.
Masyarakat harus terlibat langsung mengatasi kasus ini sejak dini. Caranya, jangan membiarkan nyamuk Aedes aegypti hidup dan berkembang di sekitar permukiman warga. Semua jenis wadah yang menampung air hujan di luar rumah harus ditanam, ditutup atau dibalikkan, dan setiap genangan air di halaman rumah atau permukiman warga dialirkan.
Rutin dikuras
Bahkan, air minum yang sengaja ditampung di dalam rumah harus ditutup. Wadah penampung air selalu dikuras setiap hari, jika perlu diberi abate. Air limbah rumah tangga jangan dibiarkan tergenang di selokan.
Rumput-rumput sekitar rumah dan permukiman warga ditebas atau dibabat sehingga tidak menampung air hujan. Sebab, kawasan itu bisa menjadi lembab, yang bakal dimanfaatkan nyamuk untuk berkembang biak di dalamnya. Demikian pula jika ada sumber mata air di dekat permukiman selalu dikontrol agar air terus mengalir.
Apabila ini dilakukan bersama-sama, peluang nyamuk untuk hidup dan berkembang biak sangat kecil. Kasus DBD pun dapat diminimalkan. ”Membangun kesadaran masyarakat seperti ini tidak hanya tanggung jawab dinas kesehatan, tetapi semua instansi pemerintah, mulai dari tingkat RT/RW sampai organisasi perangkat daerah,” kata Minggus.
Sementara itu, di Gedung DPRD NTT, Kupang, puluhan mahasiswa asal Sikka hari Kamis (12/3/2020) melakukan aksi demonstrasi damai. Mereka mendesak anggota DPRD NTT, khususnya dari daerah pemilihan Sikka, lebih peduli terhadap masalah DBD yang telah merenggut 14 orang dan 1.215 korban dirawat di tiga rumah sakit dan satu puskesmas di Sikka.
Koordinator aksi damai, David Fransiskus, mengatakan, Pemerintah Kabupaten Sikka tidak memiliki rasa malu terkait DBD. Kejadian luar biasa (KLB) DBD di Sikka merupakan yang keempat kali berturut-turut, termasuk musim hujan 2019/2020 ini. Mungkin saja KLB berulang lagi pada musim hujan 2020/2021.
”Mestinya ketika KLB pertama dan kedua, pemkab sudah memiliki program tetap bagaimana mengatasi DBD di Sikka. Namun, karena tidak ada rasa malu, tidak punya semangat melayani masyarakat, maka setelah terjadi korban jiwa, kemudian mereka mulai bertindak,” kata Fransiskus.
Direktur Yayasan Bola Kemanusiaan Sikka Yie Gae Tjie mengatakan, tidak boleh ada saling menyalahkan. Semua pihak yang memiliki kepedulian terhadap kemanusiaan, termasuk masyarakat, sudah saatnya berbenah, turun ke lapangan bersama-sama, membersihkan lingkungan.
Kasus DBD kali ini menjadi pelajaran sangat penting buat semua komponen masyarakat Sikka pada khususnya dan NTT pada umumnya. Kesadaran menjaga lingkungan yang bersih dan membangun pola hidup bersih pada setiap warga jauh lebih penting.
”Setiap saat masyarakat harus selalu diingatkan tentang kebersihan lingkungan dan pola hidup sehat. Tidak hanya dinas kesehatan dan para guru di sekolah terhadap siswa-siswi, tetapi semua instansi pemerintah, terutama ketua RT/RW dan kepala desa setempat,” kata Gae Tjie.