Diskresi Anggaran untuk Pengadaan Alat Pelindung Diri di Sidoarjo
Perlindungan bagi tenaga medis yang menjadi ujung tombak pencegahan dan penanganan penyebaran virus korona galur baru krusial. Di Sidoarjo, diskresi kebijakan anggaran dilakukan untuk pengadaan alat pelindung diri.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, memastikan setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menjadi ujung tombak pencegahan dan penanganan penyebaran virus korona galur baru mendapatkan alat pelindung diri sesuai standar penanganan penyakit menular. Hal itu untuk menekan risiko penularan virus pada tenaga kesehatan.
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo sepakat untuk melakukan diskresi alokasi anggaran guna memenuhi kebutuhan penanganan penyebaran virus SARS-CoV-2. Salah satu kebutuhan yang mendesak adalah pengadaan alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan di 26 puskesmas.
Ketua Komisi C DPRD Sidoarjo Damroni Chudori mengatakan, penanganan virus korona harus dilakukan secara komprehensif melibatkan berbagai pihak terkait. Untuk itu pihaknya merasa perlu dibentuk satgas khusus. Apalagi, Sidoarjo merupakan kota dengan tingkat urbanisasi tinggi karena menjadi tujuan pencari kerja.
Apalagi, Sidoarjo merupakan kota dengan tingkat urbanisasi tinggi karena menjadi tujuan pencari kerja.
Sidoarjo juga merupakan kota perlintasan karena memiliki Bandar Udara Internasional Juanda dan Terminal Bus Purabaya yang merupakan terminal angkutan darat terbesar di Jatim. Oleh karena itu, penanganan penyebaran virus korona galur baru harus mendapat perhatian khusus.
”Terkait kebutuhan anggarannya memang tidak dianggarkan dalam APBD tahun berjalan. Namun, hal itu tidak menjadi persoalan karena bisa dilakukan diskresi dalam bidang keuangan,” ujar Damroni.
Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan, pihaknya harus memastikan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan rumah sakit pendamping rumah sakit rujukan pasien Covid-19 mendapatkan alat pelindung diri yang memadai. Alat pelindung yang dimaksud tidak hanya masker, tetapi juga sarung tangan, penutup kepala, kacamata, dan pakaian khusus pelindung dari paparan virus (hazmat).
”Setiap puskesmas mendapat jatah 10 set pakaian pelindung. Kebutuhan minimal untuk satu kali pengantaran pasien Covid-19 adalah tiga set,” kata Syaf.
Menurut Syaf, kebutuhan minimal tiga set alat pelindung diri setiap kali pengantaran pasien karena melibatkan dua perawat dan seorang pengemudi ambulans. Terkait biaya pengadaan alat pelindung diri tenaga kesehatan di puskesmas, pihaknya telah mengajukan ke Pemkab Sidoarjo dan mendapatkan alokasi Rp 200 juta.
Anggaran diambilkan dari alokasi dana bagi hasil cukai tembakau untuk pos kesehatan.
Menurut Syaf, anggaran diambilkan dari alokasi dana bagi hasil cukai tembakau untuk pos kesehatan. Untuk kebutuhan kegiatan lain terkait penanganan penyebaran virus korona galur baru ini akan dibahas lebih lanjut. Pihaknya mendahulukan pengadaan alat pelindung diri karena dinilai mendesak.
Alasannya, penanganan terhadap pasien terduga terinfeksi virus korona tidak bisa dilakukan asal-asalan oleh tenaga kesehatan karena risiko penularan yang besar. Terlebih, tidak semua warga bisa langsung pergi ke rumah sakit rujukan saat merasakan sakit dengan gejala terjangkit Covid-19.
”Saat mengambil pasien dari rumahnya dan mengantarkan ke rumah sakit itulah petugas puskesmas berisiko tinggi tertular virus. Mereka butuh alat pelindung diri sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia. Tenaga kesehatan harus terlindungi sejak awal dan hal itu tidak bisa ditawar,” ucap Syaf.
Ketua Tim Penanganan Virus Korona RSUD Sidoarjo Wasis Nupikso mengatakan, pihaknya memiliki cukup stok alat pelindung diri. Rumah sakit juga memiliki ruang isolasi khusus di unit gawat darurat serta ruang perawatan intensif. Ruang isolasi ini telah merawat dua pasien terduga Covid-19 hingga hasil tesnya dinyatakan negatif.
Menurut Wasis, pihaknya sempat didatangi masyarakat yang ingin memeriksakan diri terkait virus korona galur baru. Namun, permintaan warga itu tidak bisa dipenuhi pihak rumah sakit karena ada syarat khusus seperti riwayat dan gejala. Hanya pasien dengan gejala klinis Covid-19 dan memiliki riwayat perjalanan dari negara terjangkit virus korona dalam 14 hari terakhir yang dapat diperiksa. Selain itu, juga pasien dengan riwayat kontak langsung dengan pasien positif Covid-19.
Hingga kini, Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo telah menelusuri 320 orang dengan risiko virus korona karena baru datang dari negara terjangkit. Dari 320 orang itu, sebanyak 142 orang tidak bisa ditelusuri atau ditemukan. Dari 142 orang yang tidak bisa ditelusuri, sebanyak 80 orang telah lepas masa pemantauan, yakni 14 hari masa inkubasi. Tersisa 62 orang yang terus dicari oleh para surveilans.