Terbuka, Peluang Pengembangan Kawasan Selatan Jatim
Kawasan selatan Jawa Timur masih tertinggal dibandingkan dengan utara. Tanpa terobosan dan keberanian, kawasan selatan sulit berkembang. Kawasan selatan Jatim punya potensi luar biasa, terutama pariwisata alam.
SURABAYA, KOMPAS — Kawasan selatan Jawa Timur masih tertinggal dibandingkan dengan utara. Para bupati di kawasan selatan perlu kerja keras, fokus, dan kreatif untuk mempercepat pembangunan. Tanpa terobosan dan keberanian, kawasan selatan sulit berkembang. Kawasan selatan Jatim punya potensi luar biasa, terutama dari sisi pariwisata alam.
Karena tertinggal dari utara, pemerintah mencanangkan pembangunan jalan lintas selatan (JLS) pada 2002. Setelah 18 tahun berjalan, pembangunan JLS sepanjang 685 kilometer (km) baru terwujud 404 km atau 59 persen. Pembangunan JLS begitu lambat sehingga diterbitkan Peraturan Presiden No 80/2019 tentang percepatan pembangunan di Jatim, salah satunya mencakup kawasan selatan.
Hal tersebut mengemuka dalam Bincang Kompas bertema ”Pengembangan Kawasan Selatan Jawa Timur”, Selasa (10/3/2020), di Grha Kadin Jatim, Surabaya. Kegiatan yang digelar dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional 2020 itu merupakan hasil kerja sama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim, PT HM Sampoerna Tbk, dan PT Pertamina (Persero).
Hadir sebagai narasumber Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim Rudy Ermawan Yulianto, Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto, Kepala Grup Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jatim Harmanta, pengamat kawasan Hadi Prasetyo, serta pengamat ekonomi Universitas Airlangga, Imron Mawardi.
Khofifah mengakui, percepatan pembangunan JLS masih terbentur beberapa kendala, di antaranya pembebasan lahan dan skema pembiayaan. Misalnya, di Malang yang telah ditinjaunya, sedang berlangsung pembangunan Lot 9 Balekambang-Kedungsalam sepanjang 18 km, Lot 7 Batas Tulungagung-Batas Malang sepanjang 13 km, dan Lot 6 Prigi-Brumbun sepanjang 18 km, ditargetkan selesai pada 2022.
Bertahun-tahun, ekonomi Banyuwangi tumbuh pesat dan menjadi yang terdepan di antara kabupaten di Jatim.
”Skema pembiayaannya ada yang dari Islamic Development Bank dan lainnya. Pembiayaan baru bisa cair setelah pembebasan sehingga bisa untuk pembangunan fisik,” kata Khofifah. Percepatan pembangunan JLS memerlukan dukungan dari para bupati dalam pembebasan lahan. Dengan begitu, pembiayaan dan pembangunan fisik dapat segera terlaksana.
Anas menyatakan, pengalaman memimpin Banyuwangi hampir satu dasawarsa menunjukkan, kawasan selatan bisa dikembangkan menjadi pusat ekonomi baru berbasis pariwisata. Bertahun-tahun, ekonomi Banyuwangi tumbuh pesat dan menjadi yang terdepan di antara kabupaten di Jatim.
Kontribusi Banyuwangi terhadap perekonomian Jatim termasuk tertinggi, yakni 3,5 persen. Sedangkan penduduk miskin terendah, yakni 7,5 persen, dan pendapatan warganya tertinggi, yakni Rp 49 juta per kapita per tahun. Anas yakin penyelesaian pembangunan JLS akan membantu percepatan mobilitas warga, barang, dan jasa di kawasan selatan Jatim dari Pacitan ke Banyuwangi.
”Target kami ke depan, penerbangan internasional sudah bisa mendarat di Banyuwangi. Kalau ini terwujud dan JLS jadi, akan terhubung dengan program-program pembangunan yang ada,” katanya. Anas memberikan tips kemajuan Banyuwangi, yakni menjadikan setiap tempat sebagai tujuan wisata. Selain itu, setiap kegiatan merupakan atraksi wisata.
Misalnya, pabrik kereta api yang dibangun di Banyuwangi berarsitektur unik khas Osing. Ada juga museum kereta api. Untuk Jalan Tol Probolinggo-Banyuwangi, gerbangnya didesain unik. Tempat istirahat menghadap Selat Bali dan akan dilengkapi berbagai fasilitas sehingga menjadi tujuan wisata.
Target kami ke depan, penerbangan internasional sudah bisa mendarat di Banyuwangi.
Hadi mengatakan, para bupati di kawasan selatan, seperti Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, Jember, dan Banyuwangi, perlu menetapkan kebijakan pembangunan terfokus. Mereka harus punya visi kabupaten akan dibuat menjadi apa dengan jangkar industri yang sesuai.
Kemudian, diterapkan insentif dengan percepatan pemberian perizinan. Bupati juga harus berani memberikan jaminan kebijakan agar ada kepastian hukum bagi penanam modal.
Kepastian investor
Menurut Hadi, visi, terobosan, dan keberanian dimiliki oleh setiap bupati, termasuk di kawasan selatan. Namun, tak semua bupati mampu memberikan kepastian kepada calon penanam modal yang dianggap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. ”Dengan demikian, investor bisa berhitung, yakin, dan akhirnya mewujudkan investasi,” katanya.
Adik menilai, pengusaha punya cara pikir atau opsi dalam berbisnis. Pembangunan prasarana tak otomatis menumbuhkan investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi atau pembangunan. Pengusaha lebih berpikir tentang pilihan bisnis yang cocok dan menguntungkan. ”Selatan punya potensi, tetapi mau dikemas untuk bisnis apa?” ujarnya.
Imron berpendapat, Perpres No 80/2019 lebih fokus pada infrastruktur. Padahal, untuk mengembangkan kawasan ada sejumlah parameter yang belum disinggung, terutama indeks pembangunan manusia. Pembangunan Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu), misalnya, dinilai gagal memberikan dampak positif terhadap kemajuan rakyat Madura.
Selatan punya potensi, tetapi mau dikemas untuk bisnis apa?
Di Sampang, Bangkalan, Pamekasan, dan Sumenep, indeks pembangunan manusia yang dilihat dari tingkat pendidikan warganya, lebih rendah daripada kabupaten/kota lain di daratan Pulau Jawa. Selain itu, di Pulau Madura, tingkat kemiskinannya tinggi.
”Nah, di Jatim selatan, kontribusi APBD masih di bawah rata-rata provinsi dan pertumbuhan ekonominya selalu rendah sehingga perlu strategi dan keberanian khusus,” kata Imron.