Jawa Barat Gunakan Dana Tanggap Darurat untuk Benahi Fasilitas Rumah Sakit
Fasilitas sejumlah rumah sakit di Jawa Barat belum memadai dalam menangani pasien dalam pengawasan Covid-19. Pemerintah Provinsi Jabar akan menggunakan dana tanggap darurat untuk membeli beberapa peralatan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Fasilitas sejumlah rumah sakit di Jawa Barat belum memadai menangani pasien dalam pengawasan Covid-19. Pemerintah Provinsi Jabar akan menggunakan dana tanggap darurat untuk membeli beberapa peralatan, seperti ventilator, alat memonitor pasien, pengatur tekanan udara, serta pelindung diri bagi tenaga medis.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, pihaknya sedang mendata kebutuhan peralatan kesehatan di rumah sakit. ”Kami akan menggunakan dana tanggap darurat. Jika kurang, bisa ditambahi,” ujarnya seusai meresmikan Jabar Command Center di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (10/3/2020).
Dana tanggap darurat Pemprov Jabar pada 2020 sebesar Rp 25 miliar. Sekitar Rp 7 miliar sudah digunakan untuk penanganan bencana alam pada awal tahun. Saat ini di Jabar terdapat 379 orang dalam pemantauan Covid-19. Sementara pasien dalam pengawasan Covid-19 berjumlah 30 orang.
Pemprov Jabar menyiapkan 52 rumah sakit yang tersebar di 27 kabupaten/kota untuk menangani pasien dalam pengawasan Covid-19. Namun, belum semua rumah sakit mempunyai ruang isolasi memadai.
Terdapat delapan rumah sakit rujukan Covid-19 di Jabar, yaitu RS Hasan Sadikin (Kota Bandung), RS Paru Dr H A Rotinsulu (Kota Bandung), RS Dr Slamet (Kabupaten Garut), RS Gunung Jati (Kota Cirebon), RS R Syamsudin (Kota Sukabumi), RSUD Indramayu, RS Dustira (Kota Cimahi), dan RS Paru Cisarua (Kabupaten Bogor).
Dalam peresmian Jabar Command Center, Kamil berkomunikasi dengan pemerintah kabupaten/kota melalui konferensi video. Dia berpesan agar pemerintah daerah memantau kasus Covid-19 dan melaporkannya ke Dinas Kesehatan Jabar sehingga informasinya terintegrasi.
Pemprov Jabar menyiapkan 52 rumah sakit yang tersebar di 27 kabupaten/kota untuk menangani pasien dalam pengawasan Covid-19. Namun, belum semua rumah sakit mempunyai ruang isolasi memadai.
Menurut Kamil, validasi informasi sangat penting agar tidak menimbulkan kecemasan di masyarakat. ”Jangan membuat warga panik. Gunakan saluran informasi, termasuk media sosial, untuk menyampaikan data yang akurat,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Jabar Berli Hamdani Gelung Sakti mengatakan, kapasitas ruang isolasi di 52 rumah sakit tersebut sekitar 300 tempat tidur. Namun, dia belum dapat memastikan semuanya dapat digunakan untuk menangani pasien dalam pengawasan Covid-19.
”Kami menunggu datanya dari rumah sakit. Dari data itu akan ditentukan berapa rumah sakit yang mempunyai ruang isolasi standar dan berapa yang perlu ditingkatkan,” ujarnya.
Berli meminta pihak rumah sakit mengajukan pengadaan peralatan untuk ruang isolasi. Namun, tidak semua ruang isolasi harus dilengkapi ventilator karena bergantung pada kondisi pasien.
”Peralatan lainnya adalah ambulans dan alat pelindung diri bagi tenaga medis. Ini juga harus standar agar dokter dan tenaga kesehatan yang menangani pasien tetap terlindungi,” ujarnya.
Berli mengatakan, sejauh ini pihaknya memantau kondisi kesehatan pasien secara intensif. Namun, dia belum dapat memastikan apakah pasien di Jabar termasuk dalam 27 pasien positif Covid-19 yang diumumkan pemerintah pusat.
”Kami belum mendapatkan data detailnya dari Kementerian Kesehatan. Jika memang lokasinya (pasien positif Covid-19) di Jabar, tentu pengawasan akan ditingkatkan,” ujarnya.