Pedoman Pemadaman Karhutla Nasional Diluncurkan di Riau
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis meluncurkan aplikasi Lancang Kuning Nusantara di Riau. Lewat aplikasi itu petugas dapat memantau kebakaran hutan dan lahan dalam waktu cepat.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·4 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS — Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bersama Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis meluncurkan aplikasi Lancang Kuning Nusantara di Pekanbaru, Riau, Senin (9/3/2020). Aplikasi ini merupakan pedoman pemadaman kebakaran hutan dan lahan seluruh daerah rawan Indonesia.
Aplikasi yang awalnya dibuat oleh Polda Riau itu berisi prosedur standar atau panduan proses identifikasi kebakaran sampai proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang berlangsung secara waktu nyata (real time).
Acara peluncuran diikuti oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong, Panglima Kodam Bukit Barisan Mayor Jenderal MS Fadhillah, Gubernur Riau Syamsuar, beserta 11 kepala kepolisian daerah se-Indonesia yang memiliki daerah rawan kebakaran lahan dan hutan.
Hadi mengungkapkan, aplikasi Lancang Kuning Nusantara pada pokoknya berisi tiga pedoman pemadaman kebakaran hutan dan lahan secara terpadu. Pertama, aplikasi itu menyediakan informasi deteksi dini dari pantauan satelit penginderaan cuaca tentang keberadaan titik panas yang berlangsung pada waktu nyata. Data satelit yang diterima posko langsung disampaikan kepada petugas terdekat setingkat polsek/koramil untuk pengecekan lapangan.
Eksekusi lapangan harus satu komando.
Petugas lapangan wajib segera memverifikasi potensi kebakaran ke lokasi koordinat titik panas yang diberikan posko. Apabila pengecekan menemukan lahan/hutan yang terbakar, petugas akan memberi laporan yang dibagi dalam tiga kategori, yaitu kebakaran ringan, sedang, dan berat.
Setelah memperoleh informasi kebakaran dari lapangan sesuai tingkatan, posko akan melihat sumber daya dan peralatan pendukung pemadam kebakaran di lokasi. Api kecil dapat langsung dipadamkan tim lapangan. Namun, apabila sudah membesar, akan diterjunkan personel gabungan TNI/Polri dan segenap unsur lainnya, dengan tambahan peralatan pemadam, termasuk kemungkinan pengerahan alat berat dan penggunaan helikopter untuk pemadaman bom air dari udara.
”Posko juga akan membantu mendapatkan informasi pendukung terkait arah angin, kondisi gambut di lokasi terbakar, dan potensi awan hujan yang dapat disemai sebagai hujan buatan. Untuk melakukan ini, diperlukan sinergi. Eksekusi lapangan harus satu komando,” tutur Hadi.
Menurut Kapolri Idham, aplikasi Lancang Kuning diketahuinya saat berkunjung ke Pekanbaru pada Februari lalu. Ketika itu Kepala Polda Riau Inspektur Jenderal Agung Setya Imam Effendi memaparkan program yang diterapkan untuk penanganan karhutla di wilayah Riau.
”Saya respek dengan Kapolda (Riau). Saya laporkan aplikasi itu kepada Panglima (TNI). Saya panggil seluruh asop (asisten operasi) polda yang rawan terbakar untuk belajar ke Riau. Sekarang, aplikasi ini dipakai untuk seluruh wilayah yang rawan kebakaran di Indonesia. Saya undang 11 kapolda ke sini. Artinya, saya serius dan sangat fokus untuk menangani karhutla sesuai perintah Presiden,” kata Idham.
Buat saya sederhana, kau kerja baik saya beri reward, kalau tidak baik saya singkirkan.
Idham menekankan, permasalahan karhutla bukan masalah biasa. Kebakaran sudah menjadi masalah nasional, bahkan internasional. Ia tegas meminta semua kapolda untuk segera merealisasikan program berdasarkan aplikasi yang sudah diluncurkan.
”Apakah seluruh komponen akan melaksanakannya, saya kembalikan kepada masing-masing. Saya maunya jelas. Tidak perlu teori-teori... capek. Buat saya sederhana, kau kerja baik saya beri reward, kalau tidak baik saya singkirkan,” katanya.
Idham berpesan, seluruh program yang akan direalisasikan di lapangan tidak akan berhasil tanpa sinergi dan kerja sama semua pihak. Ia berharap jajarannya bergandengan tangan dengan TNI dan seluruh komponen masyarakat.
Gubernur Riau Syamsuar mengatakan, pihaknya siap bekerja sama dengan TNI dan Polri dalam penanganan karhutla, termasuk pekerjaan yang terkait aplikasi Lancang Kuning Nusantara. Dalam penanganan karhutla, Pemerintah Provinsi Riau sudah menetapkan status siaga karhutla selama 264 hari, mulai 11 Februari sampai 31 Oktober 2020.
Penetapan status siaga itu ditindaklanjuti dengan membentuk Satuan Tugas Penanggulangan Karhutla yang melibatkan seluruh komponen, termasuk TNI/Polri, perguruan tinggi, swasta, dan warga masyarakat. Pemprov Riau juga sudah menyusun prosedur tetap penanganan karhutla, membentuk masyarakat peduli api, dan bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut.
Menurut Syamsuar, pekan lalu ia melakukan rapat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Rapat menyepakati pembentukan Tapak Kesatuan Pengelolaan Hutan (TKPH) di lokasi yang kerap terbakar.
”Nantinya Tapak Kesatuan Pengelolaan Hutan akan menjadi salah satu ujung tombak antisipasi dan mengatasi karhutla. Kami juga mengusulkan agar TKPH juga dibentuk di daerah-daerah perbatasan dengan negara tetangga, seperti di Bengkalis, Pulau Rupat, Dumai, dan Pulau Rangsang (Kabupaten Meranti),” tuturnya.
Riau merupakan daerah yang memiliki hamparan gambut terluas di Sumatera, mencapai 5 juta hektar, atau mencapai 57 persen dari total luas daratan 8,9 juta hektar. Hampir setiap tahun, lahan gambut Riau terbakar dan menimbulkan bencana.
Berdasarkan catatan Kompas, dalam lima tahun terakhir setidaknya terjadi dua bencana asap besar di Riau, yaitu pada tahun 2015 dan 2019. Dua bencana itu berlangsung pada saat musim kemarau yang sangat kering. Pada 2015, selama 40 hari sekolah diliburkan dan 639.000 orang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat didera asap. Adapun pada 2019, selama dua pekan sekolah libur dan penderita ISPA mencapai 323.000 orang.
Pada 2020, Riau diprediksi akan mengalami kemarau yang lebih kering dibandingkan dengan 2019. Potensi karhutla pun semakin besar. Sejak pertengahan Februari, sejumlah kebakaran lahan sudah muncul, terutama di wilayah pesisir wilayah utara Riau, seperti Dumai dan Pulau Rupat. Namun, skalanya belum terlalu besar dan cepat dikendalikan.