Diperlukan Sosialisasi Berkelanjutan Guna Membentuk Pemahaman Masyarakat Soal DBD di Sikka
Kebanyakan masyarakat Sikka, Nusa Tenggara Timur kurang paham soal dampak penyebaran nyamuk aedes dengue di sekitar mereka selama musim hujan. Mereka masih menganut sejumlah kebiasaan yang membuat nyamuk hidup nyaman
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
MAUMERE, KOMPAS - Kebanyakan masyarakat Sikka, Nusa Tenggara Timur kurang paham soal dampak dari penyebaran nyamuk aedes dengue di sekitar mereka selama musim hujan. Mereka masih menganut sejumlah kebiasaan yang membuat nyamuk hidup nyaman di sekitar mereka. Sosialisasi soal ini secara rutin menjadi begitu penting.
Direktur Yayasan Bola Kemanusiaan Sikka Yie Gae Tjie dihubungi di Maumere, Sikka, Senin (9/3) mengatakan, soal DBD di Sikka ia sudah bekerja sejak tahun 2006, melakukan sosialisasi di pasar-pasar di Maumere dan sejumlah desa pedalaman Sikka tentang dampak penyebaran nyamuk pada musim hujan.
“Ketika saya bicara soal nyamuk, masyarakat langsung sambar, nyamuk cukup diusir dengan menanam sereh atau bunga lavender di pekarangan rumah, nyamuk tidak berani datang. Ketika ditanya, kamu sudah tanam, mereka menjawab belum. Pernah lihat tanaman itu, belum pernah, hanya dengar,”kata Yie Gae Tjie.
Sebagian masyarakat Sikka berpandangan, mengonsumsi daun pepaya mentah, virus yang disebabkan nyamuk jenis apa saja, masuk di dalam tubuh akan mati. Soal nyamuk, mereka beranggapan bukan kali ini saja menggigit mereka, tetap sejak nenek moyang, sudah sering menggigit, mereka masih hidup sampai hari ini.
Ketika saya bicara soal nyamuk, masyarakat langsung sambar, nyamuk cukup diusir dengan menanam sereh atau bunga lavender di pekarangan rumah, nyamuk tidak berani datang. Ketika ditanya, kamu sudah tanam, mereka menjawab belum. Pernah lihat tanaman itu, belum pernah, hanya dengar (Yie Gae Tjie)
Di sisi lain, air bersih menjadi begitu penting dan berharga bagi mayoritas masyarakat di desa-desa. Masalah ini, mendorong sebagian masyarakat menadah air hujan dari atap rumah selama musim hujan untuk minum, mandi, memasak, dan mencuci. Air ini kemudian menampung jentik-jentik nyamuk tetapi tidak mereka sadari.
Mungkin ada sosialiasi petugas Puskesmas di daerah itu soal M3 Plus untuk menghindari demam berdarah dengue (DBD). Tetapi masyarakat jauh lebih sayang air yang mereka tampung, dibanding membuang air tampungan dari hujan yang mengandung jentik nyamuk begitu saja.
“Di sisi lain, budaya hidup sehat masyarakat di desa-desa belum terbangun. Masih terbiasa dengan gaya hidup zaman dulu, menjalani hidup apa adanya, tidak mau repot, tidak mau susah , nikmati saja kondisi kemiskinan dan keterbatasan itu. Sampah-sampah dibiarkan berserakan sekitar rumah,”kata Tjie.
Anggota DPRD Sikka, Charles Bertandi mengatakan, tindakan promotif dan prefentif tidak berjalan maksimal oleh Pemkab Sikka sehingga berujung pada kejadian luar biasa DBD. Ini terbukti dengan alokasi anggaran untuk promotif, dan prefentif penyakit menular sangat minim.
"Anggaran pencegahan penyakit menular Rp 3,3 miliar. Tetapi khusus penanggulangan DBD seperti fogging Rp 172 juta, pengadaan alat fogging Rp 74 juta, penanggulangan wabah Rp 36 juta, media promosi dan informasi sadar hidup sehat Rp 60 juta, penyuluhan masyarakat pola hidup sehat Rp 49 juta, peningkatan program pengembangan lingkungan sehat Rp 89 juta, dan peningkatan pendidikan tenaga penyuluh kesehatan Rp 56 juta,”kata Bertandi.
Sementara biaya perjalanan dinas untuk dinas kesehatan Sikka Rp 14 miliar dengan rincian Rp 1 miliar untuk pejabat dan staf dinas kesehatan kabupaten, dan Rp 13 miliar untuk 25 Puskesmas yang ada di Sikka, masing-masing Rp 520 juta.
Bertandi menilai, sosialisasi terkait DBD begitu penting. Apa pun pemahaman masyarakat soal nyamuk termasuk Aedes aegypti, petugas kesehatan berkewajiban melakukan sosialisasi.
"Sosialisasi itu harus berkelanjutan, dengan berbagai cara, tetapi paling efektif dengan cara tatap muka, tidak hanya sekedar pasang spanduk pencegahan DBD di jalan atau di Puskesmas. Jangan anggap masyarakat tidak paham, lalu berhenti. Mereka butuh waktu,”kata Bertandi.