“Bioskop Misbar”, Pemacu Kreativitas Anak Muda Purbalingga
Pemerintah pusat mendirikan Bioskop Misbar, akronim dari gerimis bareng di Purbalingga, Jawa Tengah. Ruang kreatif seluas 312 meter persegi dan berkapasitas 200 penonton ini diharapkan memacu kreativitas anak muda lokal.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Bioskop Misbar, akronim dari gerimis bareng, diresmikan di Taman Usman Janatin City Park, Purbalingga, Jawa Tengah, Jumat (6/3/2020) malam. Ruang kreatif seluas 312 meter persegi dan berkapasitas 200 penonton ini dibangun untuk memacau kreativitas seni masyarakat, terutama kaum muda di Purbalingga.
”Kami mengajak semua komunitas kreatif berkarya dan diapresiasi di sini. Kami juga mengajak masyarakat mengapresiasinya agar kota ini bisa hidup,” ungkap Manajer Program Bioskop Misbar Purbalingga Bowo Leksono, saat peresmian di Purbalingga, Jumat malam.
Bowo menyampaikan, bagi pengelola, keberadaan Bioskop Misbar merupakan tantangan untuk menyusun dan menjalankan program agar terus berjalan. Tantangan lain adalah bagaimana mengajak anak muda dan masyarakat mengapresiasi.
”Karena sebenarnya, bagi pemerintah itu sangat mudah membangun fasilitas ruang kreatif. Namun yang berat adalah setelah itu, kita komunitas film, komunitas kreatif mau apa,” katanya.
Dalam sambutannya, Bowo yang juga direktur Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga membacakan sepenggal alinea sambil bersyair: ”Kepada pemerintah, kami malu meminta bila kami tidak berkarya. Kami enggan menghamba bila kami tidak berprestasi. Karena itu, berilah kami fasilitas bila kami memang berkarya dan berprestasi”.
Ruang kreatif berukuran 24 meter x 13 meter ini dibangun atas bantuan pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif yang kemudian menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Total dana yang dikucurkan mencapai Rp 1,6 miliar untuk pembangunan gedung serta peralatan berupa perangkat suara, proyektor, dan layar berukuran 11 meter x 5 meter.
Pemanfaatan ruang kreatif ini melibatkan kolaborasi semua jenis seni, mulai dari tari, film, musik, sastra, lukis, hingga teater.
Sisi atas bangunan tidak sepenuhnya tertutup atap. Ada sebagian ruang terbuka untuk menatap langit. Adapun di sisi samping kanan-kiri juga agak terbuka sehingga penonton bisa merasakan embusan angin pada malam hari.
Menurut Bowo, pemanfaatan ruang kreatif ini melibatkan kolaborasi semua jenis seni, mulai dari tari, film, musik, sastra, lukis, hingga teater. Setiap akhir pekan dijadwalkan aneka pertunjukan secara gratis bagi masyarakat. ”Di Indonesia, selain Purbalingga, bioskop seperti ini juga dibangun di Banjarbaru (Kalimantan Selatan) dan Kupang (NTT),” kata Bowo.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Hari Santosa Sungkari menyebutkan, salah satu kriteria pemilihan suatu kabupaten/kota layak mendapatkan bantuan bioskop adalah keberadaan komunitas film. ”Bobot pertama adalah adanya komunitas perfilman atau seni pertunjukan. Alhamdulilah di sini ada CLC, tanpa mereka bangunan ini tidak ada,” kata Hari.
Hari menyampaikan, masa depan suatu daerah tidak bisa selamanya bergantung pada kekayaan sumber daya alam. Sebab, katanya, sumber daya alam akan habis. Untuk itu, sumber daya alam itu mesti dilestarikan, dijaga, dan jangan diambil terlalu besar. ”Sisanya apa? Sumber daya manusia berbentuk ekonomi kreatif,” katanya.
Hari juga berpesan agar masyarakat bisa memproduksi dan menciptakan hal-hal positif dari Purbalingga untuk digaungkan ke seluruh penjuru Nusantara, bahkan mancanegara. Dengan adanya ekonomi kreatif, ia berharap semua media sosial yang berasal dari Purbalingga tidak ada pesan yang berisi hoaks, kebencian, ataupun nada sumbang. ”Isinya adalah saya punya kopi baru, saya punya tarian baru, saya punya musik baru, saya punya lukisan baru, saya punya film baru dari Purbalingga,” katanya.
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi berharap Bioskop Misbar ini menjadi wadah komunitas kreatif untuk terus berkarya dan berinovasi dalam rangka menghibur masyarakat Purbalingga serta meningkatkan perekonomian.
Dewi Melan Susanti (18), salah satu warga Purbalingga, mengaku senang atas keberadaan bioskop tersebut karena bisa menjadi alternatif hiburan. Dia mengaku, saat akhir pekan, biasanya ia mengisi waktu dengan jalan-jalan di alun-alun atau menonton film di bioskop di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, yang jaraknya sekitar 20 kilometer.
”Sekarang bisa ke sini nonton pertunjukan dan film karya seniman Purbalingga,” ujar Dewi yang datang bersama saudaranya.
Peresmian dimeriahkan pertunjukan kolaboratif bertajuk ”Urap, Urip, Urup” antara tari, musik, teater, dan seni rupa. Penonton juga diajak menonton film pendek berjudul Peronika produksi CLC pada 2004.
Film Peronika mengisahkan gegar budaya akibat masuknya teknologi telepon seluler di desa saat itu. Di kawasan Taman Usman Janatin City Park juga berdiri sejumlah stan Pasar UMKM Purbalingga atau Weekend Market yang menjual aneka kerajinan, kaus, dan kuliner khas Purbalingga.