Haedar Nashir: Riak Hubungan Organisasi Islam akibat Kurang Komunikasi
Muhammadiyah berupaya menjalin hubungan baik dengan organisasi keagamaan lain, termasuk Nahdlatul Ulama. Persoalan di antara anggota organisasi Islam di Indonesia biasanya akibat kurang komunikasi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, hubungan Muhammadiyah dengan Nahdlatul Ulama dan organisasi keagamaan lain dalam kondisi baik. Persoalan di antara anggota organisasi Islam di Indonesia terkadang disebabkan kurangnya komunikasi.
”Hubungan Muhammadiyah dengan NU, ormas Islam, dan organisasi keagamaan lain sebenarnya tetap baik, ya,” kata Haedar saat ditemui di Grha Suara Muhammadiyah, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (6/3/2020).
Ia menjelaskan, Muhammadiyah dan NU memiliki pengalaman panjang dalam hubungan persaudaraan sebagai sesama ormas Islam di Indonesia. Seperti laiknya hubungan persaudaraan antarmanusia, terkadang memang ada dinamika di antara dua organisasi itu.
”Muhammadiyah dan NU punya pengalaman panjang dalam sejarah dinamika persaudaraan. Sebagaimana layaknya saudara, ada perbedaan dan kadang ada gesekan. Itu hal-hal yang biasa terjadi,” ujar Haedar.
Menurut Haedar, perbedaan pendapat yang terjadi antara warga Muhammadiyah dan anggota ormas Islam lain sebenarnya merupakan dinamika biasa. Dia juga menyebut, persoalan-persoalan yang terjadi itu terkadang hanya disebabkan oleh kurangnya komunikasi di antara pihak-pihak terkait.
”Kalau, toh, ada peristiwa-peristiwa, misalnya gesekan soal pengajian, perbedaan di sana-sini, atau ada ustaz-ustaz yang di sana diterima tapi di sini tidak diterima, itu merupakan bagian dari dinamika ukhuwah (persaudaraan). Kadang, persoalan-persoalan itu muncul karena masalah komunikasi saja,” tutur Haedar.
Agar masalah-masalah semacam itu tak terulang, komunikasi di antara pengurus ormas-ormas Islam mesti ditingkatkan.
Oleh karena itu, agar masalah-masalah semacam itu tak terulang, komunikasi di antara pengurus ormas-ormas Islam mesti ditingkatkan. Dengan komunikasi yang lebih baik, gesekan dan perbedaan pendapat bisa dihindarkan. ”Tentu kita harus makin meningkatkan jalinan ukhuwah itu dengan lebih baik,” lanjutnya.
Di sisi lain, Haedar juga meminta masyarakat tidak bereaksi berlebihan apabila terjadi persoalan atau perbedaan pendapat di antara ormas Islam. Sebab, masyarakat Indonesia terdiri atas elemen-elemen yang sangat beragam sehingga wajar jika muncul perbedaan pendapat.
”Itulah dinamika Bhinneka Tunggal Ika. Jangan pernah membayangkan hidup dalam kebinekaan itu tanpa ada masalah. Bangsa yang dewasa adalah bangsa yang mampu menyikapi dan menyelesaikan masalah secara seksama,” papar Haedar.
Selain itu, masyarakat juga diminta lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Sebab, penggunaan media sosial yang tidak bijak kerap membuat masalah kecil kemudian berubah menjadi persoalan besar.
”Yang perlu dicermati bersama ini adalah dunia media sosial kita. Sering masalah-masalah yang biasa menjadi luar biasa karena diviralkan,” ucap Haedar.
Masyarakat juga diharapkan tidak begitu saja percaya pada informasi-informasi yang tersebar di media sosial. Informasi yang muncul di media sosial mesti dicek lebih dulu untuk memastikan kebenarannya.
”Ada masalah yang sebenarnya masih perlu dikroscek kebenarannya secara detail, tapi tahu-tahu muncul dan menciptakan reaksi yang beragam. Bahkan, hoaks sekalipun sering berkembang,” ujar Haedar.
Hari Lahir NU
Beberapa waktu terakhir, hubungan antara warga Muhammadiyah dan NU, khususnya di Yogyakarta, memang mengalami dinamika. Hal ini karena adanya insiden terkait penyelenggaraan pengajian akbar peringatan Hari Lahir (Harlah) Ke-97 NU pada Kamis, 5 Maret. Acara itu diselenggarakan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Yogyakarta.
Pengajian dengan pembicara Kiai Haji Ahmad Muwafiq itu awalnya direncanakan digelar di Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta atau dikenal juga dengan sebutan Masjid Gedhe Kauman. Masjid itu berlokasi di wilayah Kauman yang dikenal sebagai basis warga Muhammadiyah di Yogyakarta.
Beberapa hari sebelum acara digelar, muncul keberatan terkait penyelenggaraan acara itu. Acara tersebut akhirnya dipindahkan ke Kampus Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta dan berlangsung lancar pada Kamis malam. Bahkan, perwakilan pengurus Muhammadiyah di Yogyakarta juga hadir dalam acara itu dan diberi kesempatan untuk memberikan sambutan.
Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Yogyakarta Yazid Afandi menuturkan, pemindahan lokasi acara itu bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan. ”Bahwa kemudian acara ini bergeser lokasinya, itu sesuatu yang biasa, tidak perlu menjadi masalah. Bahasa anak mudanya, santuy aja coy,” katanya saat memberikan sambutan di Harlah Ke-97 NU, Kamis malam, di Yogyakarta.
Apalagi, menurut Yazid, sejak awal, peringatan Harlah NU itu bertujuan untuk meningkatkan persaudaraan di antara semua elemen masyarakat. Dalam acara itu, PCNU Kota Yogyakarta memang mengundang berbagai elemen masyarakat, termasuk perwakilan pengurus Muhammadiyah di Yogyakarta.
Nuansa persaudaraan juga muncul dengan adanya acara dhahar kembul atau makan bersama nasi ingkung di antara seluruh peserta pengajian. Dalam acara itu, panitia menyiapkan 97 nasi ingkung yang bisa dinikmati seluruh tamu yang datang.
”Dengan makan nasi ingkung bareng itu, akan tecermin kebersamaan dan kebersatuan karena kita makan bareng-bareng, makan dalam satu nampan. Harapannya, semua elemen masyarakat, termasuk di internal umat Islam, bisa bersatu, rukun, dan damai dengan siapa pun,” ujar Yazid.
Secara khusus, Yazid juga mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta yang berkenan hadir dalam peringatan Harlah Ke-97 NU. Dia meyakini, kerja sama NU dan Muhammadiyah akan membawa kebaikan bagi bangsa Indonesia.
”Mudah-mudahan NU dan Muhammadiyah bisa membawa negeri ini lestari sampai kapan pun,” ucap Yazid.