Jumlah Orang Berisiko Terjangkit Virus Meningkat, Kompetensi Penanggulangan Diperkuat
Dinas Kesehatan Sidoarjo, Jawa Timur, berupaya memperkuat kompetensi penanggulangan Covid-19 melalui persiapan rumah sakit dan puskesmas, surveilans aktif, penelusuran kontak, serta pengambilan spesimen.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Dinas Kesehatan Sidoarjo, Jawa Timur, berupaya memperkuat kompetensi penanggulangan Covid-19 melalui persiapan rumah sakit dan puskesmas, surveilans aktif, penelusuran kontak, dan pengambilan spesimen. Hal itu dilakukan karena jumlah orang berisiko terjangkit virus terus meningkat dalam tiga bulan belakangan.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Sidoarjo hingga Selasa (3/3/2020), jumlah orang dalam risiko terjangkit virus sebanyak 316 orang. Sebanyak 316 orang itu rinciannya adalah 230 orang yang dinotifikasikan ke wilayah berdasarkan data penerima kartu kewaspadaan kesehatan atau health alert card (HAC), 84 orang dipantau selama 14 hari setelah kedatangan, dan 2 pasien dalam pengawasan.
”Dua pasien dalam pengawasan itu adalah seorang perempuan yang baru pulang dari Hong Kong dan seorang laki-laki warga Jombang juga baru pulang dari negara terinfeksi virus korona. Mereka sempat dirawat di ruang isolasi RSUD Sidoarjo, tetapi hasil swab-nya negatif korona,” ujar Kepala Dinkes Sidoarjo Syaf Satriawarman, Rabu (4/3/2020).
Selain itu, baru-baru ini ada pasien warga Sidoarjo yang datang ke salah satu rumah sakit dengan keluhan mirip gejala korona, yakni batuk, demam, dan sakit tenggorokan. Pasien ini masuk kategori pemantauan karena memiliki riwayat pernah kontak dengan pasien positif korona asal Depok di sebuah tempat di Jakarta.
Dua pasien dalam pengawasan itu adalah seorang perempuan yang baru pulang dari Hong Kong dan seorang laki-laki warga Jombang juga baru pulang dari negara terinfeksi virus korona. Mereka sempat dirawat di ruang isolasi RSUD Sidoarjo, tetapi hasil swab-nya negatif korona.
Banyaknya jumlah orang berisiko terjangkit virus korona galur baru itu mendorong Dinkes Sidoarjo memperkuat kompetensi penanggulangan. Caranya, menyiapkan rumah sakit pendukung rumah sakit rujukan dan puskesmas sebagai ujung tombak identifikasi orang berisiko di lapangan.
”Ada tiga rumah sakit pendukung yang disiapkan, yakni RS Mitra Keluarga Waru, RSUD Sidoarjo, dan RS Siti Hajar. Ketiga rumah sakit ini telah dilengkapi dengan ruang isolasi dan tenaga medis berkompetensi menangani pasien virus korona,” kata Syaf di sela peninjauan RS Mitra Keluarga Waru.
Terkendala alat pelindung
Rumah sakit pendukung ini bertugas menerima pasien yang masuk kategori orang berisiko terjangkit virus korona. Orang berisiko ini menunjukkan gejala klinis mirip infeksi korona dan memiliki riwayat perjalanan ke negara terjangkit virus atau memiliki riwayat kontak dengan pasien positif korona.
Rumah sakit pendukung berfungsi mendukung rumah sakit rujukan. Di seluruh Jatim ada 41 rumah sakit, sedangkan rumah sakit rujukan adalah RSUD dr Soetomo Surabaya, RS Unair, RSUD Saiful Anwar Malang, dan RSUD Soedono Madiun.
Selain memastikan kesiapan rumah sakit rujukan, Dinkes Sidoarjo juga memastikan kesiapan 26 puskesmas dalam menangani orang berisiko terinfeksi Covid-19. Kesiapan itu antara lain sarana prasarana seperti ambulans pengantar pasien dari rumah menuju rumah sakit serta paramedis.
Di tengah persiapan itu, Dinkes Sidoarjo menemui kendala berupa ketiadaan alat pelindung diri (APD). Jangankan puskesmas, rumah sakit pendukung rumah sakit rujukan juga kesulitan pengadaan APD. Bukan perkara ketiadaan anggaran, melainkan barang yang langka. APD yang harus disiapkan itu meliputi masker, kacamata, sarung tangan, dan baju astronot.
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah menganggarkan Rp 200 juta untuk pembelian APD bagi 26 puskesmas di Sidoarjo. Setiap puskesmas mendapat minimal tiga APD untuk sopir ambulans dan dua perawat yang mengantar pasien. Tanpa APD, puskesmas tidak mau ambil risiko tertular virus.
Direktur RS Mitra Keluarga Waru Christina Dian mengatakan, pihaknya telah memiliki fasilitas ruang isolasi dan bersedia meningkatkan kompetensi tenaga medisnya sesuai standar penatalaksanaan pasien virus korona. Namun, pihaknya memerlukan waktu untuk menyiapkan fasilitas penunjang lainnya.
”Selain itu, manajemen rumah sakit juga mengalami kesulitan dalam pengadaan APD bagi tenaga kesehatan yang melayani pasien. Hal itu karena barangnya sulit diperoleh,” ucap Christina.