Nusa Tenggara Timur Butuh Simulasi Standar WHO Menangani Virus Korona
Nusa Tenggara Timur butuh simulasi sesuai standar kesehatan dunia atau WHO dalam menangani virus korona atau Covid-19. Sosialisasi tentang cara penyebaran virus ini perlu diketahui masyarakat sehingga mereka tidak panik.
Oleh
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Nusa Tenggara Timur butuh simulasi sesuai standar kesehatan dunia atau WHO dalam menangani virus korona atau Covid-19. Sosialisasi tentang cara penyebaran virus ini perlu diketahui masyarakat sehingga mereka tidak panik. Tidak semua pasien yang mengalami demam, flu, pilek, dan batuk harus diperiksa dengan reagen korona.
Kepala Biro Humas Sekretaris Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) Marius Ardu Jelamu di Kupang, Selasa (3/3/2020), mengatakan, dua rumah sakit di NTT yang ditunjuk menjadi rumah sakit perawatan pasien yang terjangkit virus korona adalah RSUD Yohannes di Kupang dan RSUD TC Hillers di Maumere. Namun, kedua rumah sakit ini hanya menyediakan ruangan isolasi.
”Butuh simulasi sesuai standar kesehatan dunia dalam menangani virus korona. Semua petugas kesehatan di daerah belum memiliki pemahaman yang sama bagaimana menangani pasien sejak masih dalam proses dugaan sampai positif terinfeksi korona,” kata Jelamu.
Pemerintah provinsi telah menyatukan semua kekuatan menghadapi virus ini, seperti TNI, Polri, Dinas Kesehatan, petugas bandara, PT Angkasa Pura, Dinas Perhubungan, dan Imigrasi. Pintu masuk Bandara El Tari di Kupang, Bandara Komodo di Labuan Bajo, perbatasan Motaain-Timor Leste, dan semua pelabuhan di wilayah NTT yang diduga ada wisatawan asing masuk atau keluar dipantau.
Butuh simulasi sesuai standar kesehatan dunia dalam menangani virus korona. Semua petugas kesehatan di daerah belum memiliki pemahaman yang sama bagaimana menangani pasien sejak masih dalam proses dugaan sampai positif terinfeksi korona.
Petugas kesehatan di semua puskesmas melakukan sosialisasi cara penyebaran virus ini kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga warga tidak panik. Status NTT sebagai daerah wisata membuat masyarakat di desa-desa pun sering bertemu wisatawan asing. Sering mereka bersalaman, bahkan menginapkan wisatawan itu di home stay atau kediaman mereka.
Anggota Komisi V DPRD NTT, Christian Widodo, mengatakan, keprihatinan utama menangani virus ini adalah ketika pasien memiliki riwayat perjalanan ke negara yang sedang tertular virus korona atau pernah berkontak fisik dengan pasien sedang tertular virus itu. Jika orang-orang itu mengalami demam, pilek, batuk, dan flu, perlu diwaspadai dan segera diperiksa.
Inilah dasar petugas kesehatan dan rumah sakit memeriksa orang tersebut. Tidak semua orang mengalami sakit batuk, pilek, demam, dan sakit tenggorokan harus diperiksa. Pemeriksaan hanya bisa dilakukan di Jakarta. NTT hanya bisa mengirim contoh swab tenggorokan dan swab hidung ke Jakarta untuk diperiksa.
Ia mengatakan call center Brigade Kupang Sehat atau BKS yang dimiliki Pemerintah Kota Kupang dengan nomor kontak 0380 855 3914 sebaiknya juga menangani virus korona. Petugas medis khusus menangani virus korona dan sopir ambulans diberi pelatihan dan perlengkapan sesuai standar WHO. Ambulans itu khusus mengangkut pasien korona.
Kaum migran
Provinsi NTT banyak memiliki TKI/TKW di luar negeri. Jika pulang ke NTT, mereka harus diperiksa di bandara tempat mereka mendarat. Karena itu, bandara utama seperti El Tari Kupang, Labuan Bajo, Maumere, Tambolaka, Ende, dan Waingapu harus dilengkapi thermometer scanner untuk mendeteksi suhu tubuh penumpang.
”Jika terdeteksi ada gejala-gejala memperlihatkan virus korona pada orang tertentu, mereka bisa menghubungi BKS menuju bandara itu atau rumah orang bersangkutan. Orang itu tidak perlu dibawa ke puskesmas agar tidak menularkan virus ke orang lain jika dia positif korona,” tutur Widodo.
Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday mengatakan, ketika pemerintah secara resmi mengumumkan dua kasus korona, pemerintah kabupaten langsung menolak semua kapal membawa turis asing masuk ke Lembata sebelum ada pemberitahuan. Demikian pula semua pintu masuk dari darat dan udara. Pemkab telah mengeluarkan instruksi ke semua kepala desa dan camat.
Menurut dia, mayoritas masyarakat Lembata adalah warga miskin. Jika satu orang terinfeksi virus itu, dengan cepat akan merambat ke seluruh Lembata.
”Instruksi ini berlangsung dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Ketika pemerintah menyatakan Indonesia sudah bebas dari korona, instruksi larangan pun dicabut,” kata Ola.
Lebih baik mencegah dari awal sebelum virus masuk Lembata. Mobilitas wisatawan asing dari darat, udara, dan laut sangat cepat. Pemda harus bergerak lebih cepat menghadang dibanding penyebaran virus korona masuk.
”Para migran asal Lembata dari Malaysia, Singapura, dan Hong Kong akan diperiksa pihak rumah sakit sebelum bertemu anggota keluarga. Pemda mencegah terjadi penyebaran virus ke masyarakat,” kata Langoday.
Ketua DPRD NTT Emilia Nomleni meminta Pemprov NTT harus memiliki kewaspadaan tinggi. Tidak hanya bicara di media atau mimbar, tetapi semua perangkat pemerintah bergerak langsung di lapangan.
Masyarakat tidak boleh panik kemudian memborong masker dalam jumlah banyak. Hanya orang sakit dan petugas kesehatan sedang betugas yang memakai masker.
”Kalau dalam satu kerumunan orang, sembilan orang pakai masker, satu orang sakit korona tetapi tidak pakai. Saat pasien itu bersin, ingus atau dahaknya berhamburan ke baju-baju orang bermasker tadi. Ketika buka baju, di saat itu pula mereka sudah tertular virus. Jadi, harus bijak menggunakan masker,” tutur Nomleni.
Ia mengimbau, jika menemukan orang sedang batuk, pilek, dan demam di tempat umum tidak memakai masker, sementara kita memiliki masker, sebaiknya masker itu diberikan kepada orang sakit tersebut. Dengan demikian, kuman korona tetap bertahan di dalam tubuh orang itu.