Jalan Panjang Enam Pasang Calon Perseorangan Pilkada Serentak di NTT
Antara harapan masyarakat dan keinginan untuk mencalonkan diri dari jalur calon perseorangan ibarat menempuh jalan panjang menuju pemilihan kepala daerah karena syaratnya bisa mengumpulkan KTP calon pemilih.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
Antara harapan masyarakat dan keinginan untuk mencalonkan diri dari jalur calon perseorangan ibarat menempuh jalan panjang menuju pemilihan kepala daerah. Pekerjaan mengumpulkan kartu tanda penduduk dari rumah ke rumah warga dalam jumlah puluhan ribu lembar KTP tidak mudah. Warga secara sukarela memberikan KTP karena menginginkan perubahan.
Bakal calon wakil bupati Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, dari jalur perseorangan, Hegi Radja Haba, di Seba, Selasa (3/3/2020) pagi, mengatakan, mengumpulkan KTP sampai 7.242 buah dalam kurun waktu dua bulan cukup melelahkan. Masyarakat secara sukarela menyerahkan kartu tanda penduduk (KTP) sampai angka 7.242 buah, sementara syarat dukungan minimal 5.382 KTP.
”Pekerjaan melelahkan, tetapi menyenangkan karena masyarakat begitu antusias memberikan KTP kepada sukarelawan kami, yang sebagian besar anggota keluarga, dan kenalan. Mereka bekerja tanpa menuntut biaya. Padahal, sampai larut malam mereka mengunjungi warga dari desa ke desa,” kata Hegi.
Saat ini sedang proses verifikasi administrasi atas 7.242 fotokopi KTP dan data kependudukan itu. Setelah selesai verifikasi administrasi, dilanjutkan dengan verifikasi faktual.
Pekerjaan melelahkan, tetapi menyenangkan karena masyarakat begitu antusias memberikan KTP kepada sukarelawan kami, yang sebagian besar anggota keluarga, dan kenalan. Mereka bekerja tanpa menuntut biaya. Padahal, sampai larut malam mereka mengunjungi warga dari desa ke desa.
”Kami sendiri tidak tahu bisa lolos dua tahapan ini atau tidak. Yang lebih tahu tim sukses itu karena mereka mendapatkan KTP dan data kependudukan itu sesuai prosedur atau tidak dari warga. Jika KTP diperoleh sesuai prosedur, kami pasti lolos,” ujarnya.
Ia berharap jumlah warga sebanyak 7.242 orang yang menyerahkan KTP itu tetap bertahan memberi dukungan sampai pilkada berlangsung pada 23 September 2020. Namun, jika dalam perjalanan ada yang memberi dukungan ke pasangan lain, itu pun hak mereka.
Uang penggoda utama
Uang selalu menjadi penggoda utama pilihan masyarakat. Mayoritas masyarakat desa jika sudah mendapatkan sesuatu dari calon lain atau tim sukses calon lain akan berubah pikiran. Kemiskinan dan ketakberdayaan merobohkan hati nurani dan kesetiaan mereka untuk mempertahankan harga diri.
Hegi membantah mendapatkan KTP dengan cara membayar. Tim sukses memberikan pemahaman kepada mereka tentang syarat-syarat calon perseorangan, fungsi, dan dampak di kemudian hari jika yang bersangkutan terpilih. Biaya yang dikeluarkan hanya untuk fotokopi KTP, pembelian map, dan alat tulis lain.
”Jika sudah dinyatakan lolos verifikasi faktual, itu pun harus mendaftar lagi di KPU daerah sebagai bakal calon, 16-19 Juli 2020. Pemilu sebelumnya, saat calon perseorangan sudah dinyatakan lolos, dengan sendirinya tercatat sebagai bakal calon perseorangan,” ujarnya.
Fridus Muga dari calon perseorangan yang berpasangan dengan Hermanus Say dari daerah pemilihan Kabupaten Ngada kepada wartawan mengatakan, mengumpulkan KTP warga dari rumah ke rumah harus menempuh perjalanan puluhan kilometer. Kegiatan pengumpulan KTP ini dilakukan dua bulan sebelum hari terakhir masa pendaftaran, 23 Februari.
Pekerjaan ini sangat panjang dan melelahkan. Ia bersyukur bisa melewati tahapan yang tersulit ini. Meyakinkan warga untuk memberikan KTP secara cuma-cuma bukan perkara mudah. KTP itu identitas diri warga yang tidak bisa diberikan begitu saja kalau mereka tidak paham tujuannya.
Memberikan KTP kepada pasangan calon perseorangan itu berarti warga mengharapkan perubahan. Identitas diri, jati diri, dipertaruhkan warga demi perubahan itu. Mereka tahu calon mana yang telah lama mereka amati untuk membawa perubahan itu.
Ketua KPU NTT Thomas Dohu mengatakan, ada enam pasang calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah di lima kabupaten dari sembilan kabupaten yang menyelenggarakan pemilu kepala daerah tahun ini.
Enam pasang calon perseorangan itu adalah Wilfridus Pranda dan Blasius Jeramun dari Manggarai Barat. Di Kabupaten Ngada ada pasangan Dorothea Done dan Arnoldus Keli Nani serta pasangan calon perseorangan Fridus Muga dan Hermanus Say. Di Kabupaten Belu ada pasangan Vinsensius Loe dan Arnoldus Da Silva Tavares serta di Kabupaten Sabu Raijua ada pasangan Takem Radja Pono dan Herman Hegi Radja Haba. Sementara di Kabupaten Timor Tengah Utara, ada pasangan Agustinus Talan dan Yoseph Akoit.
Seharusnya ada delapan pasang calon perseorangan. Namun, dua pasang calon ditolak karena tidak menyerahkan jumlah syarat dukungan minimal. Dua pasangan calon perseorangan yang tidak menyerahkan syarat dukungan sampai batas waktu terakhir adalah Florentinus Damara dan Tunggu Etu dari Sumba Timur dan Kornelius Here Wila dan Yohanes Do Djeta dari Kabupaten Sabu Raijua.
Menurut Dohu, jika dalam pemeriksaan kelengkapan administrasi syarat dukungan minimal belum terpenuhi, mereka harus mengumpulkan KTP lagi. Warga harus didatangi. KTP itu harus difotokopi dan disertai kartu keluarga. Tempat fotokopi itu biasanya di kota kabupaten karena tidak semua kecamatan di NTT memiliki alat fotokopi.
Verifikasi administrasi antara lain menyangkut, nama, umur, status kawin, desa, daerah pemilihan, dan terdaftar dalam DPT pemilu terakhir atau tidak. Jika ditemukan ada anggota TNI, Polri, PNS, atau panitia menyelenggara pemilu, tetap diproses sampai verifikasi faktual.
Verifikasi faktual dilaksanakan 25-27 Maret untuk menyesuaikan data dalam KTP dan kartu keluarga dengan orang bersangkutan. Nama dan foto di dalam KTP sesuai orang bersangkutan atau tidak, bagaimana cara tim sukses mendapatkan KTP itu, atau cara orang bersangkutan memberikan KTP.
Ini dilakukan Panitia Pemungutan Suara (PPS) disaksikan anggota Bawaslu di daerah. Hal ini untuk menjaga dan mempertahankan orisinalitas data itu sehingga tidak dipersoalkan di kemudian hari.
Ia menilai, penyerahan KTP oleh warga kepada calon perseorangan secara cuma-cuma karena warga ingin perubahan. Tidak hanya dari calon perseorangan, tetapi juga calon dari partai politik.
”Tentu harapan warga terhadap setiap calon, baik perseorangan maupun calon dari partai politik, yakni adanya perubahan. Tujuan dari setiap pemilu seperti itu, perubahan dalam pembangunan dan kesejahteraan warga,” katanya.