Peneliti Nidom Foundation Mengembangkan Vaksin Covid-19 dari Rempah-Rempah
Tim Riset Korona-Formulasi Vaksin Professor Nidom Foundation mengembangkan vaksin korona baru atau Covid-19 dari rempah-rempah untuk mencegah kematian akibat Covid-19.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Tim Riset Korona-Formulasi Vaksin Professor Nidom Foundation mengembangkan vaksin Covid-19 dari rempah-rempah. Kurkumin yang terkandung dalam rempah-rempah dapat mengontrol produksi sitokin yang berlebihan ketika terpapar Covid-19.
Ketua Tim Riset Korona-Formulasi Vaksin Professor Nidom Foundation Chairul Anwar Nidom di Surabaya, Senin (2/3/2020) mengatakan, saat virus Covid-19 mulai menyerang paru-paru, maka organ tersebut akan meresponnya dengan memproduksi sitokin.
Adapun sitokin adalah protein yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melakukan berbagai fungsi dan penting dalam penanda sinyal sel. Pelepasan atau keluarnya sitokin ini dapat mempengaruhi perilaku sel di sekitarnya.
Jika produksi sitokin berlebih, maka bisa membuat rusak sel-sel yang lain. Jika hal itu terjadi, maka sel-sel yang rusak juga akan mengeluarkan sitokin sehingga membuat sel paru menjadi rusak karena banjir sitokin. Dampaknya bisa mengakibatkan kematian.
“Kurkumin yang ada dalam rempah-rempah bisa mengendalikan respon antibodi agar tidak terjadi banjir sitokin. Basis awal riset ini dikembangkan dari vaksin flu burung (H5N1) pada 2007,” kata Nidom.
Baca juga; Virus Korona Tiba di Indonesia
Saat ini, tim sedang melakukan preklinik untuk mendapatkan formula yang tepat agar bisa dijadikan vaksin. Percobaan dilakukan kepada ferret yang diimpor dari China. Hewan ini dinilai memiliki metabolisme mirip manusia.
Ada tiga pengujian yang dilakukan, yakni ferret diberikan formula rempah-rempah kemudian diinfeksi dengan virus. Kedua, yakni rempah-rempah diberikan bersamaan dengan virus, serta ketiga virus diberikan pada ferret kemudian diberikan rempah-rempah.
Kurkumin yang ada dalam rempah-rempah bisa mengendalikan respon antibodi agar tidak terjadi banjir sitokin.
Timnya membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk memperoleh formula yang paling tepat digunakan. “Hasilnya bisa dijadikan bahan pembuatan vaksin untuk Covid-19 karena bisa mencegah kematian akibat korona,” ucap Nidom.
Dia mengingatkan masyarakat untuk tidak perlu menunggu vaksin yang masih dalam penelitian. Mereka bisa mengonsumsi rempah-rempah, seperti jahe, kunyit, temulawak, dan serai untuk tetap menjaga produksi sitokin dalam tubuh dan menghindari risiko kematian akibat Covid-19.
Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta warga untuk mengonsumsi rempah-rempah. Pihaknya akan terus menjaga pasokan rempah-rempah di pasaran tetap tersedia dengan harga yang stabil.
“Rempah-rempah tidak mahal, jadi ayo kita konsumsi. Kalau perlu Pemkot Surabaya akan sediakan untuk warga,” katanya.
Selain itu, dia meminta warga Surabaya tetap menjaga pola hidup sehat, rajin mencuci tangan dengan sabun, megonsumsi makanan bergizi, serta mengenakan masker untuk mencegah penularan melalui batuk. Masyarakat pun sudah diberikan sosialisasi mengenai gejala serta penanganan awal yang harus dilakukan jika menemukan warga dengan gejala terpapar Covid-19.
Uji spesimen dihentikan
Sementara itu, Universitas Airlangga Surabaya menghentikan sementara uji spesimen Covid-19. Padahal, fasilitas yang dimiliki Unair tersebut bisa mendeteksi Covid-19 sesuai standar badan kesehatan dunia (WHO) seperti yang dilaksanakan Balitbang Kementerian Kesehatan.
“Sejak tanggal 21 Februari, kami menghentikan dulu pemeriksaan laboratorium korona,” kata Ketua Lembaga Penyakit Tropis Unair Prof Maria Lucia Inge Lusida. Penghentian ini terjadi sehari setelah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto berkunjung ke Unair.
Inge tidak menjelaskan lebih lanjut alasan penghentian sementara pengujian laboratorium korona. Begitu pula Rektor Unair Mohammad Nasih yang dihubungi enggan menjelaskan alasannya.
Sebelumnya sejak awal Februari Unair menyatakan mampu melakukan uji laboratorium korona. Unair bekerja sama dengan Universitas Kobe, Jepang, mendatangkan reagen atau cairan untuk mengetahui suatu reaksi kimia tersebut dari Jepang.
Akurasi reagen ini mencapai 99 persen karena ada parameter yang berasal dari pasien positif Covid-19 dari Wuhan, China. Pengujiannya dilakukan sesuai standar WHO.
Untuk mendeteksi seorang pasien terduga virus korona baru, uji laboratorium dilakukan menggunakan sampel dahak dari pasien. Dahak tersebut lalu diekstraksi kemudian dilakukan uji reaksi dengan reagen virus Covid-19.