SURABAYA, KOMPAS—Presiden Joko Widodo meminta guru dan dosen menciptakan metode pembelajaran baru guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja di era digital. Lulusan dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan sekaligus.
Persaingan di era digital, menurut Presiden, sangat kompetitif. Setiap lulusan harus memiliki kompetensi baru sesuai kebutuhan di era digital. Lulusan tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan, tetapi juga harus terampil agar mampu berinovasi.
”Keterampilan perlu ditingkatkan dan menciptakan kemampuan baru untuk mengikuti kebutuhan yang baru, teknologi baru, dan sistem kerja yang baru,” kata Presiden dalam Sidang Senat Terbuka Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (29/2/2020). Sidang digelar untuk mengukuhkan Kiai Asep Saifullah Chalim sebagai guru besar dalam bidang ilmu sosiologi.
Hadir dalam acara pengukuhan tersebut, antara lain, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, anggota Persatuan Guru Nahdlatul Ulama, dan anggota senat akademik UINSA.
Kiai Asep merupakan dosen dipekerjakan atau DPK di UINSA. Pria kelahiran Majalengka, Jawa Barat, itu juga pendiri Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Surabaya dan Mojokerto yang memiliki lebih dari 10.000 santri. Dalam kontestasi Pilpres 2019, Kiai Asep merupakan Ketua Dewan Pembina Jaringan Kiai Santri Nasional, salah satu kelompok pendukung pasangan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.
Relevan
Presiden mengatakan, perkembangan dunia saat ini tidak hanya memengaruhi perilaku keagamaan seseorang, tetapi juga kepercayaan seseorang pada sebuah ideologi, tata negara, dan kehidupan sosial. Perkembangan itu bahkan bisa memunculkan kelompok ekstremis yang memicu peperangan dan konflik di beberapa negara.
”Di sinilah pendidikan moderasi yang dianut warga NU dan yang dikembangkan Kiai Asep sangat relevan untuk kita aplikasikan,” ujar Presiden.
Rektor UINSA Masdar Hilmy mengatakan, Kiai Asep merupakan guru besar ke-63 sekaligus guru besar ke-43 yang masih aktif mengajar. Dia berharap pengukuhan Kiai Asep sebagai guru besar bidang sosiologi mampu memberikan berkah dan manfaat bagi umat Islam.
”Saya yakin, sebenarnya Kiai Asep sudah tidak perlu lagi gelar guru besar karena sudah besar dengan sendirinya,” ujarnya.
Dalam orasi ilmiah berjudul ”Model Pendidikan dalam Mengatasi Problematika Masyarakat Masa Kini dan Akan Datang”, Kiai Asep menuturkan bahwa pendidikan sedikitnya memiliki dua tujuan. Pertama, pendidikan harus menghasilkan pengetahuan serta membentuk manusia yang kompeten dan memiliki nilai tambah. Kedua, pendidikan adalah proses untuk menghasilkan pengetahuan dan membangun manusia yang memiliki kemampuan mengatasi masalah.
”Ada beberapa problematika di masyarakat yang harus diselesaikan lembaga pendidikan, yakni globalisasi, radikalisme, kerusakan lingkungan, pendidikan karakter, generasi milenial, dan era industri 4.0,” katanya.
Menurut dia, lembaga pendidikan harus bergerak dengan pola pikir yang out of the box, terutama dalam menyikapi perilaku generasi milenial yang cenderung bebas, serba instan, dan kecanduan gawai. Oleh karena itu, dengan peraturan formal ataupun nonformal, para pendidik harus mampu membangun rambu-rambu ajaran agama, etika, norma, adab, dan nilai-nilai luhur bangsa. Rambu-rambu itu diharapkan bisa membimbing peserta didik menjadi lebih baik.(SYA)