Industri batik mengalami kerugian besar akibat banjir yang merendam Kota dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, seminggu terakhir. Produksi batik menjadi terhambat.
Oleh
Kristi D Utami/Melati Mewangi/Megandika Wicaksono/Machradin Wahyudi Ritonga
·3 menit baca
KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO
Banjir menggenangi Desa Sidareja, Kecamatan Sidareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2020). Tampak rumah warga terendam banjir dengan ketinggian air mencapai 50 sentimeter.
PEKALONGAN, KOMPAS — Banjir yang merendam Kota dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, seminggu terakhir, mengakibatkan produksi batik terhambat. Kerugian yang diderita pelaku industri batik di dua daerah itu diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
Pantauan hingga Jumat (28/2/2020) petang, sejumlah wilayah di Kota dan Kabupaten Pekalongan masih tergenang banjir dengan ketinggian air hingga 50 sentimeter. Selain rumah penduduk, sejumlah sentra industri batik juga terendam banjir.
Izah (37), salah satu pekerja industri batik di Desa Mulyorejo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, mengaku, dalam seminggu terakhir dirinya tidak bisa bekerja sama sekali karena pewarna dan penampang kayu yang digunakan untuk mewarnai kain batik terendam banjir.
Karena tidak bisa bekerja, jadi tidak ada pemasukan sama sekali.
Biasanya ia mampu mewarnai sekitar 15 lembar kain batik dalam sehari. ”Karena tidak bisa bekerja, jadi tidak ada pemasukan sama sekali. Sejauh ini, kami hanya bisa pasrah dan berharap pada bantuan makanan dari pemerintah,” ujar Izah.
Hal serupa diungkapkan Anisah (45), warga Desa Karangjompo, Kecamatan Tirto, yang sehari-hari bekerja sebagai penyedia jasa pewarnaan batik. Seminggu belakangan, jumlah batik yang disetor oleh buruh pewarnaan batik yang bekerja kepadanya menurun drastis.
KOMPAS/KRISTI UTAMI
Anisah (45) penyedia jasa pewarnaan batik Desa Karangjompo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, Jateng sedang menata kain batik, Jumat (28/2/2020). Selama banjir, Anisah hanya menerima 100 lembar kain batik yang sudah diwarnai dalam sehari. Biasanya, Anisah menerima 300 lembar kain yang sudah diwarnai oleh 50 buruh pewarnaan batik yang bekerja padanya.
Biasanya, 50 buruh pewarnaan batik yang bekerja pada Anisah menyetor 300 lembar kain per hari. Seminggu terakhir, para buruh menyetor kurang dari 100 lembar kain per hari. Kain yang sudah disetorkan kepada Anisah langsung dikembalikan ke perusahaan produsen batik di Kota Pekalongan untuk dikemas dan dijual.
Di Kota Pekalongan, jumlah penjualan batik juga menurun akibat banjir. Fauzi (38), penjual batik asal Kelurahan Pasirkratonkramat, mengatakan, seminggu terakhir tidak ada penjualan batik sama sekali dari tempat usahanya.
”Dalam kondisi normal, kami menjual rata-rata 4.000 lembar batik per minggu ke Makassar, Jakarta, dan Surakarta. Sudah seminggu ini tidak ada barang sama sekali, padahal permintaan dari daerah-daerah tersebut selalu ada,” kata Fauzi.
Banjir mengakibatkan sebagian besar aktivitas perekonomian lumpuh.
Menurut dia, kerugian yang ditanggung akibat terhambatnya proses produksi batik mencapai Rp 50 juta per minggu. Sebagai langkah antisipasi, Fauzi selalu menguruk dan meninggikan tempat usahanya setidaknya sekali dalam setahun. Adapun Fauzi membuka usaha sejak 2013.
Banjir juga membuat tunggakan angsuran kredit usaha meningkat. Di Bank Rakyat Indonesia Unit Tirto, Kabupaten Pekalongan, misalnya, tunggakan angsuran kredit naik tiga kali lipat menjadi Rp 4,5 miliar.
”Banjir mengakibatkan sebagian besar aktivitas perekonomian lumpuh. Hal itu berdampak pada penurunan kemampuan nasabah untuk membayar angsuran kredit,” tutur Roziqi (30), pegawai BRI Unit Tirto.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Banjir menggenangi Desa Sidareja, Kecamatan Sidareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2020). Anak-anak tampak bermain di air banjir.
Banjir Cilacap
Banjir juga melanda delapan desa di Kecamatan Sidareja, Kedungreja, dan Gandrungmangu, Kabupaten Cilacap, Jateng. Luapan Sungai Cibeureum dan Citengah menyebabkan 2.861 rumah terendam dan 19 keluarga mengungsi.
Pantauan di Desa Sidareja, air menggenangi jalan hingga ketinggian 50 cm. Dari catatan Kompas, banjir di wilayah ini pernah terjadi pada November 2017, Desember 2018, dan Maret 2019.
Sementara itu, banjir yang melanda sebagian Kabupaten Subang dan Karawang, Jabar, berangsur surut. Warga meninggalkan pengungsian dan kembali ke rumah untuk membersihkan lumpur sisa banjir.
Dalam kunjungannya ke Subang dan Karawang, beberapa waktu lalu, Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, upaya untuk mengatasi banjir di pantura Jabar adalah dengan normalisasi sungai dan pembangunan sejumlah bendung.
Terkait upaya penanggulangan itu, Sekda Jabar Setiawan Wangsaatmaja, kemarin, menyatakan, Pemerintah Provinsi Jabar akan berkoordinasi dengan empat Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), yakni BBWS Citarum, BBWS Citanduy, BBWS Ciliwung-Cisadane, dan BBWS Cimanuk Cisanggarung.