Kesiapan Indonesia Hadapi Korona Sudah Dibangun sejak Lama
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menegaskan, kesiapan Indonesia menghadapi serangan virus korona sudah dibangun sejak bertahun-tahun lalu. Masyarakat diharapkan tetap waspada, rasional, dan tidak paranoid.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
MALANG, KOMPAS — Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menegaskan bahwa kesiapan Indonesia menghadapi serangan virus korona baru atau Covid-19 sudah dibangun sejak bertahun-tahun lalu. Masyarakat diharapkan tetap waspada, mengedepankan pikiran rasional, dan tidak paranoid sehingga tidak memunculkan kebijakan yang membuat negara semakin tidak berdaya.
Hal itu disampaikan Menkes saat memberikan kuliah tamu berjudul ”Ketahanan Kesehatan Nasional” di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Jumat (28/2/2020). Dalam kuliah umum yang dihadiri dosen, mahasiswa, dokter, dan masyarakat umum itu, Menkes mengajak masyarakat untuk berpikir positif dan yakin akan kesiapan Indonesia menghadapi Covid-19.
”Penyebaran penyakit menular masih menjadi ancaman bagi negara di dunia, termasuk Indonesia. Bisa seperti SARS, H1N1, dan sekarang Covid-19. Tapi tidak perlu takut. Hadapi ini tidak perlu dengan takut dan paranoid, tetapi harus dengan rasionalitas,” tutur Menkes.
Menurut dia, rasionalitas harus digalakkan. ”Semakin tidak rasional, semakin membuat negara seolah-oleh tidak berdaya. Kalau sudah paranoid, di mana-mana akan ada ketidakefisienan dalam mengambil keputusan,” ujarnya.
Saat ini, menurut Terawan, Indonesia diserang dari kiri dan kanan terkait Covid-19. ”Kita diejek kiri kanan tidak kena (Covid-19) sendiri. Tapi sebenarnya yang kita lakukan untuk itu sudah sesuai kaidah ketahanan kesehatan nasional. Itu yang harus disadari. Bahaya kalau kita salah merespons,” lanjutnya.
Terawan menuturkan, sejak adanya International Health Regulations (IHR) tahun 2005, Indonesia terus berusaha memenuhi kesepakatan IHR 2005 tersebut secara bertahap. Kesepakatan IHR 2005 adalah kesepakatan negara-negara di dunia tentang pencegahan dan penanganan penyebaran penyakit menular lintas negara.
Tahun 2007, WHO memberikan rekomendasi terkait implementasi IHR 2005 di Indonesia berupa peningkatan kapasitas multisektor dan penekanan pengamanan pada pintu-pintu masuk negara. ”Kita ada 132 pintu masuk dari darat, laut, dan udara yang terhubung langsung dengan luar negeri. Kewaspadaan di pintu-pintu masuk itu pula yang terus kita lakukan dalam menghadapi Covid-19,” katanya.
Kita ada 132 pintu masuk dari darat, laut, dan udara yang terhubung langsung dengan luar negeri. Kewaspadaan di pintu-pintu masuk itu pula yang terus kita lakukan dalam menghadapi Covid-19.
Pada 2014 Indonesia, menurut Terawan, sudah mampu mengimplementasikan kesepakatan IHR 2005 secara optimal. Untuk mempercepat capaian kesepakatan IHR 2005, Indonesia membentuk komite IHR.
”Ada 8 kapasitas inti dan 19 elemen dalam kategori pencegahan penyakit menular, misalnya imunisasi. Itu hal yang kelihatan sepele, tetapi itu dasar penopang ketahanan kesehatan nasional. Jadi sudah sewajarnya kita ikut sukseskan imunisasi,” tuturnya.
Menurut Terawan, Indonesia menyadari bahwa sebagai negara dengan keanekaragaman tinggi, sangat rapuh menghadapi pandemi. Itu sebabnya, Indonesia selalu bekerja sama dengan WHO. Tahun 2017, Indonesia meminta kepada WHO untuk menilai tim ahli implementasi IHR. Tahun 2017 pula Indonesia bergabung dengan join external evaluation tools (JEE) WHO. Tahun 2018 disusul national action plan untuk ketahanan kesehatan nasional dan diluncurkan tahun 2019.
Penilaian WHO terkait ketahanan kesehatan nasional, yang berbasis pada IHR dan JEE, menurut Terawan, Indonesia mendapat penilaian 3,5 dari skala 5. ”Artinya, Indonesia sudah punya kapasitas menghadapi pandemi. Namun, tetap perlu penguatan-penguatan. Kita tetap memedomani dokumen ketahanan kesehatan itu sehingga yang dilakukan ini sudah sesuai pedoman,” katanya.
Pedoman penguatan ketahanan kesehatan nasional pun sudah tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2019 tentang peningkatan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons wabah penyakit, pandemi global, serta kedaruratan nuklir, biologi, dan kimia. Inpres itu membuat semua kementerian dan lembaga terkait bisa berkoordinasi dalam menghadapi tantangan dimaksud.
Pencegahan
Untuk mencegah masuknya Covid-19 ke Indonesia, Terawan mengatakan sudah memerintahkan petugas di Kantor Kesehatan Pelabuhan berjaga di 132 pintu masuk Indonesia, baik dari darat, laut, maupun udara.
Selain itu, ia juga mengajak masyarakat menggalakkan gerakan masyarakat hidup sehat guna meningkatkan imunitas tubuh. ”Itu bisa dilakukan melalui cuci tangan, olahraga, dan makan makanan bergizi seimbang, dan yang terpenting juga istirahat yang cukup,” katanya.
Selain itu, kebijakan memusatkan laboratorium pendeteksi Covid-19 hanya di satu tempat, menurut Terawan, merupakan kebijakan yang cukup efektif. Hal itu, lanjutnya, untuk menjamin kejujuran dan kualitas laboratorium itu terjaga dan tidak terpengaruh kepentingan tertentu.
Terkait ketidakpercayaan Arab Saudi tentang ketahanan Indonesia terhadap Covid-19, yang diwujudkan dalam penolakan jemaah umrah Indonesia masuk ke Arab Saudi, Terawan mengatakan, Indonesia harus menghormati. ”Itu adalah kebijakan pemerintah sana, kita harus menghormati. Yang terpenting, kita buktikan negara kita sehat dan baik. Sampai detik ini kita bersyukur, ya, besok dan lusa kita doa terus,” ucapnya.
Terhadap Covid-19, Terawan berharap masyarakat tidak terlalu resah. ”Kalau resah, tidak akan ada orang di dunia percaya. Nomor satu dimulai dari kekuatan kita sendiri. Di dalam menggalang kekuatan, dengan berbuat apa yang ada dan tidak mengada-ada. Apa yang benar dikatakan benar, salah dikatakan salah. Kita ikuti saja tata cara WHO,” katanya.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur Sutrisno menjelaskan, implementasi ketahanan kesehatan nasional bisa diterjemahkan dalam empat hal, yaitu perilaku individu yang harus sehat, lingkungan hidup harus sehat, fasilitas kesehatan baik (mulai dari desa hingga pusat), dan faktor genetik.
”Intinya adalah kita harus berpikir positif dahulu bahwa kita siap dan selalu waspada menghadapi apa pun itu. Virus korona kita pun siap menghadapi. Kita punya alat-alat untuk mendeteksinya. Kita punya ahli dan laboratorium yang bagus,” kata Sutrisno.
”Bahkan di tingkat kampus, kita punya dokter dan peneliti yang mahir soal biomolekuler sehingga kita bisa mendeteksi virus hingga tingkat biomolekuler. Kampus juga punya laboratorium biomolekuler yang mendukung itu semua,” lanjutnya.