Minat masyarakat di wilayah Solo Raya, Jawa Tengah, berinvestasi di pasar modal terus tumbuh. Hal itu ditunjukkan dengan terus bertambahnya jumlah investor pasar modal di wilayah ini.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·2 menit baca
SOLO, KOMPAS — Jumlah investor pasar modal di wilayah Solo Raya eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah, terus tumbuh. Hal ini menunjukkan masyarakat kini semakin tertarik berinvestasi di pasar modal.
Kepala Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Solo Wira Adibrata mengatakan, jumlah investor pasar modal pada 2019 di Solo Raya tercatat sebanyak 33.085. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan pada 2018 yang sebanyak 24.872 investor. ”Jadi, selama tahun 2019 ada penambahan 8.213 investor baru,” ujar Wira di Solo, Kamis (27/2/2020).
Berdasarkan data BEI Solo, pada 2017 jumlah investor pasar saham di Solo Raya sebanyak 18.835. Hal ini artinya selama 2018 tercatat ada penambahan sebanyak 6.037 investor baru.
Menurut Wira, pertumbuhan jumlah investor baru menunjukkan semakin banyak masyarakat tertarik berinvestasi di pasar modal. Selain masyarakat umum, kalangan milenial termasuk di antaranya mahasiswa juga semakin meminati berinvestasi di pasar modal. Praktik jual beli saham saat ini sudah biasa dilakukan di perguruan tinggi.
”Beberapa fakultas ekonomi di kampus-kampus di Solo Raya sudah memasukkan praktik jual beli saham sebagai sarana edukasi di kelas,” ujarnya.
Wira mengatakan, para investor tidak hanya berinvestasi pada saham, tetapi juga tertarik membeli produk obligasi yang diterbitkan pemerintah ataupun perusahaan swasta. Produk obligasi menjadi alternatif investasi selain saham dan reksadana. ”Obligasi ini alternatif investasi ketika pasar saham sedang lesu,” katanya.
Wira menambahkan, bagi investor yang memiliki karakteristik cenderung kurang berani mengambil risiko akan memilih membeli produk obligasi. Pasalnya, produk obligasi akan memberikan keuntungan bunga yang pasti, baik obligasi pemerintah maupun perusahaan swasta. Apalagi obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah selain memberikan keuntungan bunga yang pasti juga tidak memiliki risiko gagal bayar.
”Mau gejolak pasar seperti apa pun tidak terpengaruh, kupon atau bunga dan pelunasan pokok akan dibayarkan pemerintah yang mengeluarkan obligasi. Tidak mungkin pemerintah gagal bayar,” katanya.
Obligasi ini alternatif investasi ketika pasar saham sedang lesu.
Manager Cabang PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk Solo Antonius Cahyo Santoso mengatakan, obligasi ORI (Obligasi Negara Ritel) yang diterbitkan pemerintah relatif banyak diminati para investor di Solo Raya. Sebagai contoh, setiap penerbitan obligasi pemerintah, pihaknya bisa mencatatkan transaksi pembelian sebesar Rp 7 miliar-Rp 15 miliar.
”ORI ini cukup banyak peminatnya karena kupon atau bunga yang ditawarkan lebih tinggi daripada bunga deposito bank. Jadi membeli obligasi lebih menguntungkan daripada menabung di deposito,” katanya.