Pengerukan sungai diharapkan menjadi solusi sementara penanganan banjir di sejumlah daerah di pesisir utara Jawa Tengah. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menginstruksikan pengerukan sungai agar dampak banjir bisa ditekan.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
PEKALONGAN, KOMPAS — Hujan deras yang melanda pada Rabu-Kamis (19-20/2/2020) menyebabkan sejumlah sungai di daerah pesisir pantai utara bagian barat Jawa Tengah limpas dan menggenangi ribuan rumah. Pengerukan sungai diharapkan menjadi solusi sementara untuk mengatasi banjir.
Dalam kunjungan di Kota Pekalongan, Jumat (21/2/2020) malam, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo memerintahkan pemerintah kabupaten dan kota di pantura bagian barat Jateng yang terdampak banjir, seperti Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, dan Kabupaten Pemalang, segera melakukan langkah-langkah penanganan darurat. Langkah darurat tersebut antara lain evakuasi warga, pengerukan sungai, dan pelebaran drainase.
Ganjar menilai sebagian besar banjir di pantura bagian barat Jateng terjadi karena sungai-sungai tidak mampu menampung debit air hujan. Ketidakmampuan sungai menampung air salah satunya disebabkan pendangkalan.
”Kami minta seluruh pemerintah kota dan kabupaten yang terdampak untuk segera mengeruk sungai-sungai yang dangkal dengan backhoe. Untuk masyarakat, mari jaga kebersihan sama-sama, jangan mengotori sungai,” kata Ganjar di posko pengungsian Aula Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan, Jumat.
Ganjar menambahkan, untuk jangka panjang, Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat perlu membangun atau memperkuat tanggul-tanggul sungai. Selain pendangkalan, jebolnya tanggul sungai juga menjadi penyebab banjir di beberapa wilayah pantura bagian barat Jateng.
Wakil Wali Kota Pekalongan H A Afzan Arslan Djunaid mengatakan, pihaknya akan segera mengeruk sungai-sungai yang dangkal. Sungai yang akan dikeruk adalah dua sungai besar yang pada Rabu-Kamis malam airnya limpas, yakni Sungai Bremi dan Sungai Meduri.
Selain pendangkalan, jebolnya tanggul sungai juga menjadi penyebab banjir di beberapa wilayah pantura bagian barat Jateng.
”Kami akan berupaya mengeruk sungai dan melebarkan drainase. Kami juga berharap pemerintah provinsi dan pemerintah pusat bisa membantu,” ujar Afzan.
Secara terpisah, Bupati Batang Wihaji menyampaikan, Pemerintah Kabupaten Batang juga memiliki rencana menormalisasi Sungai Sambong. Normalisasi sungai dangkal yang selama ini menjadi penyebab banjir di wilayah Kabupaten Batang tersebut akan dilakukan pada 2021.
”Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan, Kabupaten Batang mendapat alokasi dana sebesar Rp 100 miliar untuk pengendalian banjir dan perbaikan muara Sungai Sambong. Kami masih dalam proses melengkapi syarat-syarat yang diajukan pemerintah pusat agar proses normalisasi bisa segera dilakukan,” papar Wihaji.
Tuntas
Widya (30), warga Kelurahan Tirto, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan, yang rumahnya masih terendam air setinggi 50 sentimeter berharap banjir bisa segera surut dan masyarakat kembali beraktivitas seperti biasa. Widya mengatakan, dalam lima tahun terakhir, banjir selalu melanda Kelurahan Tirto. Setiap tahun pula ia harus mengungsi.
Tanah bekas kerukan sungai tidak langsung diangkut, tetapi dibiarkan saja di bantaran sungai. Akibatnya, saat hujan tiba, tanah kembali ke sungai.
Menurut dia, banjir di Kelurahan Tirto terjadi karena pengerukan Sungai Meduri yang berjarak 100 meter dari rumahnya pada 2014 kurang tuntas. Tanah bekas kerukan sungai tidak langsung diangkut, tetapi dibiarkan saja di bantaran sungai. Akibatnya, saat hujan tiba, tanah kembali ke sungai. Ia berharap pengerukan sungai tahun ini bisa dilakukan secara tuntas dan tanah kerukan tidak dibiarkan begitu saja di pinggir sungai.
Hingga Jumat malam, banjir setinggi 30-50 sentimeter masih menggenangi 16 kelurahan di Kota Pekalongan. Adapun di Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, dan Kabupaten Pemalang, banjir sudah surut.
Jumlah pengungsi yang masih bertahan di sejumlah posko pengungsian di Kota Pekalongan sekitar 886 orang. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan pada Kamis, yakni 1.347 orang. Sebagian pengungsi memaksakan diri kembali ke rumah masing-masing karena tidak betah di pengungsian.
Heni (22), warga Kelurahan Pasirkramatkraton, Kecamatan Pekalongan Barat, memilih kembali ke rumah meski banjir setinggi 30 sentimeter masih merendam rumahnya. Heni kembali ke rumah karena anaknya terus menangis minta pulang.
”Di pengungsian semuanya sudah terjamin dan pasti aman. Tetapi, anak saya menangis terus sejak kemarin, minta pulang karena tidak nyaman tidur dengan banyak orang,” tutur Heni.