Ekspor Komoditas Pertanian Jadi Mesin Ekonomi Daerah
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meminta semua unit kerja pemerintahan memberikan kemudahan pada ekspor komoditas pertanian untuk menggerakkan perekonomian daerah.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meminta semua unit kerja pemerintahan memberikan kemudahan pada ekspor komoditas pertanian. Ekspor pertanian didorong menjadi mesin penggerak ekonomi daerah. Usaha kecil pun diminta untuk berhimpun agar bisa menembus pasar ekspor.
”Saya siap memfasilitasi eksportir komoditas pertanian dari semua daerah apabila ada hal yang dibutuhkan dari Kementerian Pertanian,” kata Syahrul saat melepas ekspor komoditas pertanian di Kawasan Industri Medan, Sumatera Utara, Kamis (20/2/2020). Hadir Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil dan Sekretaris Daerah Pemerintah Sumut Sabrina dalam acara itu.
Pihaknya mendorong agar komoditas pertanian ditingkatkan, terutama yang sangat diminati di pasar internasional. Ia pun mencontohkan arang tempurung kelapa, bubuk daun kelor, pisang, dan sarang walet yang permintaannya jauh lebih tinggi dari produksi yang ada saat ini.
”Arang tempurung kelapa yang merupakan limbah bisa kita ekspor ke Inggris karena sangat diminati untuk barbeku. Daun kelor juga permintaannya sangat tinggi di Amerika Serikat, China, dan Turki. Hal seperti ini harus terus kita kembangkan,” katanya.
Nilai ekspor komoditas pertanian dari Sumut terus meningkat setiap tahun dan menjadi penggerak ekonomi Sumut. Pada 2019, nilai ekspor pertanian Sumut mencapai Rp 32,2 triliun, meningkat 23,7 persen dibandingkan tahun 2018 yang mencapai Rp 26,6 triliun. Ekspor itu didominasi produk perkebunan terutama minyak kelapa sawit mentah (CPO), karet remah, dan biji hijau kopi.
Sabrina mengatakan, ekspor komoditas pertanian selama ini menjadi salah satu mesin penggerak ekonomi di Sumut. Komoditas ekspor unggulannya yakni CPO, karet remah, dan biji kopi. ”Kami juga akan terus membina usaha lainnya, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah, agar bisa menembus pasar ekspor,” katanya.
Permintaan terus meningkat, tetapi produksi dari petani masih stagnan.
Asisten Cupping Room PT Sumatera Specialty Coffee Eva Sembiring mengatakan, tantangan terbesar eksportir kopi saat ini adalah ketersediaan pasokan yang minim. ”Permintaan terus meningkat, tetapi produksi dari petani masih stagnan,” katanya.
Eva mengatakan, saat ini pihaknya mengekspor sekitar 7.000 ton biji hijau kopi per tahun ke Amerika Serikat. Kopi tersebut berasal dari para petani di dataran tinggi Sumut. Mereka pun kini membina para petani agar bisa meningkatkan produksinya.
Pendiri Usaha Dagang Keloria Sehat, Syahrani Devi, mengatakan, dalam beberapa tahun ini ia memproduksi bubuk yang diolah dari daun kelor. Ia pun sudah mulai menembus pasar luar negeri seperti Australia dan Malaysia. Untuk memenuhi permintaan ekspor, ia bermitra dengan sejumlah petani kelor di Kabupaten Deli Serdang.
”Saat ini saya baru bisa memproduksi 40 kilogram bubuk kelor per bulan yang saya olah dari 400 kilogram daun. Padahal, permintaannya sebenarnya jauh lebih besar dari itu. Namun, bahan baku daun kelor masih sangat minim,” ujarnya.
Marketing PT Hijau Surya Biotechindo Kelvin Karisma Putra mengatakan, pengembangan teknologi pertanian merupakan kunci mereka untuk bisa masuk ke pasar pisang di Malaysia. ”Kami mengembangkan pisang jenis barangan merah dengan pembibitan melalui kultur jaringan agar bisa menghasilkan pisang kelas A yang terbaik,” ujarnya.
Hijau Surya juga bekerja sama dengan petani untuk menanam bibit pisang hasil kultur jaringan mereka. Petani bisa menjual pisang itu kepada Hijau Surya seharga Rp 7.000 per kilogram atau sekitar Rp 140.000 per tandan. Keuntungan itu jauh lebih baik dibandingkan menanam pisang jenis biasa.