Varietas Baru Rumput Laut ”Kulisusu” Dikembangkan di Sultra
Kehadiran Kulisusu, rumput laut varietas baru yang dikembangkan Universitas Halu Oleo, menjadi oase untuk meningkatkan produktivitas rumput laut di Sulawesi Tenggara.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
Kehadiran Kulisusu, rumput laut varietas baru yang dikembangkan Universitas Halu Oleo, menjadi oase untuk meningkatkan produktivitas rumput laut di Sulawesi Tenggara.
KENDARI, KOMPAS — Rumput laut Kulisusu dikembangkan tim riset Universitas Halu Oleo (UHO), Sulawesi Tenggara. Varietas baru ini memiliki daya tahan tinggi, persentase karagenan besar, dan produksi yang banyak. Kulisusu bakal dikembangkan ke sejumlah wilayah.
Varietas Kulisusu merupakan persilangan bibit rumput laut lokal dengan kultur jaringan. Bibit diambil melalui proses seleksi terbaik yang memakan waktu sembilan bulan.
Bibit terbaik lantas dikirim ke Laboratorium Seameo Biotrop di Bogor untuk dilakukan kultur jaringan selama lebih kurang dua tahun. Hasilnya dibawa kembali dan disilangkan dengan bibit lokal terbaik yang diseleksi lagi dengan metode stek lurus.
”Ini proses baru yang kami kembangkan. Intinya, ini merupakan persilangan bibit terbaik dengan metode baru dengan total riset sekitar tujuh tahun,” kata La Ode Aslan, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UHO, di Kendari, Rabu (19/2/2020).
Dengan pola pengembangan seperti ini, ujar Aslan, hasil varietas rumput laut Kulisusu jauh lebih baik daripada varietas lokal atau varietas lain. Dari hasil riset, daya tahan hidup varietas ini mencapai 100 persen dengan pertumbuhan mencapai 10 persen per hari. Rumput laut juga bisa bertahan di salinitas atau tingkat keasinan rendah di angka 10 part per thousand dan cuaca ekstrem.
Ini merupakan persilangan bibit terbaik dengan metode baru dengan total riset sekitar tujuh tahun.
Tidak hanya itu, kadar karagenan rumput laut Kulisusu ini mencapai 60 persen atau jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan varietas lain yang berada di kisaran 30-50 persen. Kadar penyusutan juga mencapai 7 berbanding 10, jauh lebih baik daripada varietas lain yang berkisar 1-5 berbanding 10.
”Yang paling bikin kami kaget, pertumbuhan talus atau percabangannya sangat rimbun. Dengan hasil ini, tentu akan membuat produksi yang baik bagi masyarakat,” ujar Aslan yang meraih gelar guru besar dari penelitian rumput laut.
Selama 2019, rumput laut varietas ini baru dikembangkan di Kabupaten Buton Utara. Jika pada tahap awal pembibitan hanya mencapai 5 ton, kini terus meningkat hingga 100 ton dan mulai disebar ke sejumlah daerah di Sultra.
”Potensi rumput laut sangat tinggi untuk dikembangkan di wilayah ini, khususnya di wilayah kepulauan. Kalau untuk di wilayah daratan Sultra agak terganggu dengan limbah dari pertambangan. Selain itu, pembudidaya mengalami permasalahan bibit yang tak ada peremajaan. Kami berusaha membantu agar rumput laut terus berkembang,” kata Aslan.
Potensi 7.000 ha
Nama Kulisusu dari varietas rumput laut baru ini diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Buton Utara, sesuai nama Teluk Kulisusu yang menjadi lokasi pengembangan. Teluk Kulisusu memiliki potensi budidaya seluas 7.000 ha.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Buton Utara Karya Jaya menyampaikan, dari potensi 7.000 ha, saat ini baru terolah sekitar 1.000 ha. Peluang pengembangan terbuka lebar dengan luas areal olahan dan adanya varietas baru.
”Sekarang ini ada 18 kelompok nelayan budidaya rumput laut dengan jumlah anggota mencapai 500 orang. Dengan adanya varietas baru ini, minat masyarakat untuk mengembangkan (rumput laut) kembali tinggi. Apalagi melihat produktivitas yang ada. Kami dibantu penelitian,” tutur Karya.
Data Dinas Perikanan dan Kelautan Sultra, produksi rumput laut pada 2018 mencapai 494.000 ton. Produksi terbesar dihasilkan Kabupaten Muna, Konawe Utara, dan Buton Utara. Nilai produksi rumput laut berada di urutan pertama hasil budidaya Sultra dengan nilai Rp 3,7 triliun.
Kepala Seksi Pelayanan Usaha Budidaya Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Sultra Faried Syahrani menyampaikan, potensi rumput laut di Sultra masih sangat besar dan menunggu untuk dikembangkan. Salah satu permasalahan yang dihadapi pembudidaya adalah bibit yang tidak lagi berkualitas baik. Untuk mendapatkan bibit yang berkualitas, mereka harus mendatangkan dari luar wilayah ”Bumi Anoa” ini.
”Bibit itu dipakai terus-menerus selama puluhan tahun. Istilahnya, mungkin sudah renta dan tidak imun lagi. Karena itu, adanya bibit varietas baru sangat membantu untuk mengembangkan rumput laut ke daerah lain,” ucap Faried.
Pada 2020 ini, Faried melanjutkan, Dinas Kelautan dan Perikanan Sultra akan memberikan bantuan bibit ke 10 kabupaten/kota di Sultra. Selain bibit lokal yang telah ada di masyarakat, pembagian bibit juga akan menggunakan varietas baru Kulisusu.