Berbagai Pihak Menghormati Keputusan PTUN Terkait Gereja Karimun
Berbagai pihak sepakat menghormati keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara terkait gugatan Aliansi Peduli Kabupaten Karimun pada izin mendirikan bangunan renovasi Gereja Katolik, Paroki Santo Joseph di Karimun.
Oleh
PANDU WIYOGA/ERIKA KURNIA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Berbagai pihak sepakat menghormati keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara terkait gugatan Aliansi Peduli Kabupaten Karimun pada izin mendirikan bangunan renovasi Gereja Katolik Paroki Santo Joseph di Karimun, Kepulauan Riau. Namun, pemerintah diminta tidak menutupi sejumlah kasus intoleransi yang berulang kali terjadi di sana.
Proses hukum perdata di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kini memasuki sidang keempat dengan replik atas jawaban tergugat. Aliansi Peduli Kabupaten Karimun (APKK) sebagai pihak penggugat ataupun Gereja Santo Joseph sebagai pihak tergugat terintervensi sepakat menghormati apa pun keputusan PTUN.
Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Pangkal Pinang Agustinus Dwi Pramodo, Kamis (20/2/2020), mengatakan, penolakan sejumlah kelompok akan renovasi Gereja Santo Joseph karena khawatir bangunan itu akan menjadi ikon baru Karimun yang mayoritas warga beragama Islam.
”Itu sebenarnya alasan utama,” kata Pramodo. Ada pihak yang takut orang datang di pelabuhan langsung disambut gereja. Lalu, ditambah alasan lain, misalnya renovasi gereja dianggap akan mengganggu lalu lintas.
”Alasan semacam (mengganggu lalu lintas) itu klise karena dari dulu jalannya memang segitu dan tidak mungkin dilebarkan lagi. Selama ini sebenarnya baik-baik saja dan tidak ada masalah,” kata Pramodo.
Gereja Santo Joseph Karimun berdiri sejak 1928. Bangunan itu hanya menampung maksimal 150 umat. Padahal, setiap minggu, setidaknya ada 700 umat yang melaksanakan ibadah di sana. Oleh karena itu, pada 2006, panitia merencanakan renovasi gereja tersebut.
Penolakan renovasi gereja muncul pada 2013. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Karimun menarik rekomendasi renovasi rumah ibadah karena sejumlah pihak mendesak agar bangunan tidak lebih tinggi dari kantor bupati (12 meter) dan tidak ada salib serta patung di luar gereja.
Syarat itu kemudian dipenuhi panitia renovasi gereja dan akhirnya Pemerintah Kabupaten Karimun menerbitkan IMB renovasi total Gereja Santo Joseph pada Oktober 2019. Namun, renovasi tetap belum bisa dimulai karena muncul lagi penolakan dari Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) dan APKK.
Kuasa hukum APKK, Bambang Hardijusno, mengatakan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) menyalahi peraturan dalam menerbitkan IMB Gereja Santo Joseph karena tidak menyertakan analisis dampak lalu lintas seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 75/2015. ”Apabila dibangun akan mengganggu lalu lintas di masa yang akan datang,” ucapnya.
Oleh sebab itu, Ketua APKK Hasyim Tugiran menggugat PTSP untuk mencabut IMB Gereja Santo Joseph. Proses hukum perdata di PTUN kini memasuki sidang keempat dengan replik atas jawaban tergugat. APKK sebagai pihak penggugat ataupun Gereja Santo Joseph sebagai pihak tergugat terintervensi sepakat menghormati apa pun keputusan PTUN.
Ketika ada renovasi tempat ibadah lalu tiba-tiba didemo apakah itu bisa disebut toleran?
Staf Khusus Menteri Agama Ubaidillah Amin Moech menyatakan, tidak ada masalah intoleransi di Karimun, yang terjadi saat ini hanya sekadar masalah izin mendirikan bangunan (IMB). ”Intinya pemahaman saya intoleransi itu beribadah dilarang, enggak ada di sana. Saya turun sendiri,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD menyatakan, kasus di Karimun sudah selesai. Pihak gereja dan warga yang menolak renovasi sepakat menahan diri sambil menunggu putusan perkara yang tengah disidangkan di Pengadilan Usaha Tata Negara selesai.
Sikap pemerintah itu menuai kritik dari para pegiat hak asasi manusia. Pembina Gerakan Masyarakat Indonesia Melawan Intoleransi, MY Esti Wijayati, menilai pemerintah tutup mata terhadap konflik di Karimun. ”Ketika ada renovasi tempat ibadah, lalu tiba-tiba didemo apakah itu bisa disebut toleran?” katanya.
Bupati Karimun Aunur Rafiq telah menyampaikan usul FUIB dan APKK untuk merelokasi bangunan gereja yang baru dan menetapkan bangunan lama Gereja Santo Joseph sebagai cagar budaya. ”Itu masih akan dipelajari pihak keuskupan, kalau mereka minta siapkan (lahan), kami siap memfasilitasi,” kata bupati, Selasa (17/2/2020).
Namun, Esti menilai penawaran relokasi justru akan memunculkan masalah baru. Ia mencatat, sejak 2016, ada tiga kasus lain penolakan pembangunan gereja di Karimun, yaitu Gereja Batak Karo Protestan, Gereja Protestan Perjanjian Baru, dan Gereja Huria Kristen Indonesia Poros. Dua di antaranya telah menyetujui tawaran relokasi, tetapi sampai sekarang tetap belum dapat membangun gereja.
Dua di antaranya telah menyetujui tawaran relokasi, tetapi sampai sekarang tetap belum dapat membangun gereja.
Esti meminta pemerintah tidak meletakkan kerukunan di atas keadilan dalam penyelesaian konflik di Karimun. Menurut dia, pemerintah harus bisa menjamin hak konstitusi warga negara. Penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan terhadap kebutuhan rumah ibadah merupakan tanggung jawab pemerintah.