Borobudur Terancam Corat-coret hingga Permen Karet
Vandalisme terus mengancam kelestarian Candi Borobudur. Masih selalu saja ada pengunjung yang mencorat-coret batuan atau seenaknya membuang permen karet di bangunan candi. Perilaku barbar pada mahakarya Nusantara.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
Vandalisme terus mengancam kelestarian bangunan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Masih selalu ada pengunjung yang mencorat-coret batuan candi atau seenaknya membuang permen karet di lantai candi hingga stupa. Perilaku barbar pada mahakarya budaya Nusantara.
Kepala Balai Konservasi Borobudur (BKB) Tri Hartono mengatakan, vandalisme, terutama penempelan permen karet di batuan candi, sudah berlangsung sejak lama, bahkan sejak candi yang dibangun pada masa Mataram Kuno abad kedelapan itu dibuka sebagai obyek wisata tahun 1983.
Vandalisme, terutama penempelan permen karet di batuan candi, sudah berlangsung sejak lama.
”Terhitung sejak tahun 1983 hingga 2017, noda bekas tempelan permen karet di batu candi tersebut, kami temukan tersebar di 3.074 titik,” ujarnya, Rabu (19/2/2020).
Noda bekas tempelan permen karet menyebar, mulai dari lantai bawah hingga ke stupa induk di lantai 10. Khusus di area stupa induk saja, terdapat 590 noda bekas tempelan permen karet. Adapun jumlah noda terbanyak terdapat di area stupa teras tingkat II, dengan jumlah noda mencapai 656 titik.
Perilaku wisatawan yang kerap menempelkan permen karet tersebut hingga akhir 2019 masih terpantau. Tidak hanya itu, aksi corat-coret juga masih terus terjadi setiap tahun. Pada 2018, coretan dari pengunjung tersebut ditemukan di sembilan titik, sedangkan tahun 2019 ditemukan di delapan lokasi.
Coretan itu tidak menggunakan cat semprot, tetapi alat tulis ringan yang dibawa dalam tas pengunjung. ”Alat tulis yang biasa dipakai adalah spidol, bolpoin dengan tinta berwarna, atau cairan pengoreksi tulisan yang berwarna putih,” ujarnya.
Untuk noda ataupun tulisan yang sudah lama di batu candi, pembersihannya mesti dilakukan berulang-ulang selama satu atau dua hari.
Coretan ataupun bekas tempelan permen karet tersebut biasanya langsung dibersihkan dengan bahan kimia. Namun, untuk noda ataupun tulisan yang sudah lama di batu candi, pembersihannya mesti dilakukan berulang-ulang selama satu atau dua hari.
Pengamatan di lapangan, sebagian noda permen ataupun coretan tersebut tetap meninggalkan noda yang terlihat meski samar.
Karena terbuat dari bahan-bahan kimia, menurut Tri, permen karet ataupun tinta dari beragam alat tulis tersebut dipastikan berdampak buruk bagi konservasi candi.
”Bahan-bahan kimia pada permen karet dan spidol yang meresap ke pori-pori batuan, pada akhirnya lambat laun turut berkontribusi mempercepat pelapukan batuan Candi Borobudur,” ujarnya.
Tidak hanya secara fisik, Tri mengungkapkan, Candi Borobudur saat ini juga tidak aman dari upaya perusakan dalam konteks nilai dan etika di bangunan yang juga tempat ibadat agama Buddha sekaligus warisan mahakarya sejarah bangsa itu.
Upaya perusakan dari sisi etika ini dilakukan sekelompok pengunjung yang melakukan aksi parkour atau seni gerak yang dilakukan dengan cepat menggunakan prinsip kemampuan badan manusia di bangunan candi. Parkour di Candi Borobudur terjadi dua kali, pada 2016 dan 2020. Ironisnya, dua aksi justru dilakukan oleh warga negara asing.
Pelaku melakukan parkour sangat cepat dan didokumentasikan melalui video yang saat itu sempat beredar. Setiap video berdurasi kurang dari 2 menit. Di sebagian tayangan terlihat dua pelaku tersebut melakukan gerakan cepat, melompat, dan berpindah-pindah dengan menjejakkan kaki ke bangunan stupa.
General Manager Taman Wisata Candi Borobudur I Gusti Putu Ngurah Sedana mengatakan, jika memang perilaku wisatawan berpotensi membahayakan konservasi candi, pihaknya siap menambah personel untuk memperketat pengawasan.
Jika perilaku wisatawan memang berpotensi membahayakan konservasi candi, pengelola candi siap menambah personel untuk memperketat pengawasan.
Putu mengklaim, pihaknya sudah berupaya mengawasi, bahkan menyita sebagian barang pengunjung untuk dibawa ke candi, seperti makanan dan minuman. Kendati demikian, dia tidak bisa memastikan semua barang tersebut bisa diamankan oleh petugas.
”Pengawasan barang tentu saja tidak mungkin dilakukan terlalu rinci hingga pada permen, makanan yang sudah di mulut ataupun dibawa, atau diselipkan dalam kantong pengunjung,” ujarnya.