Masalah Pakan dan Bibit Unggul Ikan Air Tawar Membelit Minahasa Utara
Harga pakan dan ketersediaan bibit unggul ikan air tawar masih menjadi kendala di Minahasa Utara, Sulawesi Utara.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Benih kan nila dibudidayakan di kolam Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Tatelu, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Selasa (18/2/2020).
MINAHASA UTARA, KOMPAS — Pengusaha perikanan budidaya air tawar di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, susah mengembangkan usaha akibat mahalnya harga pakan ikan dan kurangnya bibit unggul. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mendorong pengusaha mengembangkan pakan mandiri. Bibit unggul akan disiapkan.
Dalam kunjungannya ke Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Tatelu, Kecamatan Dimembe, Minahasa Utara (Minut), Selasa (18/2/2020), Edhy menggelar pertemuan dengan lebih dari 100 pengusaha budidaya ikan air tawar. Ia mendorong pengusaha mengembangkan pakan secara mandiri menggunakan bahan alam yang berlimpah di Minut, seperti ampas kelapa.
Agus Pantow, anggota kelompok tani Bina Makmur, Desa Talawaan, mengatakan, harga pakan ikan sebesar Rp 9.800 per kilogram sangat memberatkan pembudidaya ikan. Keuntungan jadi sangat tipis karena pakan menelan 80 persen biaya usaha budidaya ikan air tawar.
Ia berharap ada langkah pemerintah menurunkan harga pakan, sekaligus menyediakan bibit unggul ikan berkelanjutan.
”Terakhir kali kami mau ajukan KUR (kredit usaha rakyat), harus ada AJB (akta jual beli) lahan. Nyatanya, kami tetap tidak mendapat pinjaman,” kata Agus.
John Kumaat, pembudidaya ikan lele, nila, dan mas dari kelompok tani Lenimas di Mapanget, Talawaan, menambahkan, harga pakan naik terus. Satu karung berisi pakan 30 kilogram. Pakan yang tadinya Rp 100.000 per 30 kg kini melonjak pada kisaran Rp 300.000 hingga Rp 400.000.
”Harga pakan naik 300-400 persen, tapi penjualan kami tetap di kisaran 800.000 ekor per bulan. Ini juga karena kurangnya ketersediaan bibit unggul. Lele yang dikasih pakan pelet empat bulan, panennya tidak sampai satu kilogram,” kata John.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memegang ikan nila yang dibudidayakan Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Tatelu, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, dalam kunjungan kerja pada Selasa (18/2/2020).
Oleh karena itu, ia berharap ada langkah pemerintah menurunkan harga pakan sekaligus menyediakan bibit unggul ikan berkelanjutan. Beberapa pembudidaya lain berharap ada bibit unggul yang bisa dibagikan gratis.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Minut Jan Sinaulan tidak dapat menyebut jumlah kebutuhan pakan yang dibutuhkan sektor perikanan budidaya air tawar Minut. Namun, yang pasti, kebutuhan itu belum terpenuhi. Beberapa pembudidaya mampu memanfaatkan ampas kelapa, tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Kepala DKP Sulut Tienneke Adam mengatakan, kebutuhan pakan saat ini terbantu hasil pengolahan pakan mandiri BPBAT Tatelu seharga Rp 7.000 per kg. Produksinya mencapai 100 ton per tahun, tetapi pasokan itu jauh dari cukup.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meninjau proses pembuatan pakan ikan air tawar di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Tatelu, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, dalam kunjungan kerja Selasa (18/2/2020).
Menanggapi kondisi itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy mengatakan, setiap pengusaha perlu didorong mengembangkan pengolahan pakan mandiri. Sebab, berbagai bahan pakan telah melimpah di Sulut. Pengolahan mandiri dapat menekan harga produksi budidaya ikan air tawar hingga 30 persen.
Sebagai insentif, Edhy menegaskan, pemerintah telah menyiapkan KUR dengan total Rp 195 triliun untuk segala jenis usaha rakyat. Pagu kredit sudah dinaikkan dari Rp 25 juta menjadi Rp 50 juta, sedangkan bunga diturunkan dari 7 persen menjadi 6 persen. Pembudidaya akan dibebaskan dari agunan.
”KUR juga bisa berkelompok, tidak harus sendirian. Kalau masih ada syarat-syarat yang mempersulit, beri tahu kami,” katanya.
Terkait KUR, seperti diungkapkan Agus Pantouw, terakhir kali hendak mengajukan KUR, ia harus menunjukkan AJB lahan. Namun, tetap tidak mendapat pinjaman
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Tatelu, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, menunjukkan produk cacing sutra yang dikembangkan untuk pakan benih ikan, Selasa (18/2/2020).
Soal pakan ikan, Edhy akan mendorong pengembangan pakan alami berprotein tinggi, seperti cacing sutra yang mengandung protein 57 persen. BPBAT Tatelu telah mampu menghasilkan 2 ton setahun, meningkat dari 500 kg pada 2018. Dengan pakan ini, benih ikan akan tumbuh lebih cepat.
Ia juga akan mendorong pemanfaatan belatung lalat tentara hitam yang ada di Garut dan Depok, Jawa Barat. ”Dari 7 ton sampah organik, kami bisa mendapat 3,5 ton maggot (belatung). Hanya butuh 0,8 kg maggot untuk menghasilkan 1 kg ikan, lebih efisien daripada 2 kg pakan hasil industri untuk setiap kilogram ikan,” ujarnya.
Gubernur Sulut Olly Dondokambey mengatakan, tahun ini sudah ada investor asing yang membangun pabrik pengolahan pakan ikan ataupun ternak di Lolak, Bolaang Mongondow. ”Sudah selesai studi kelayakan, tahun ini mereka mulai bikin silo,” katanya.
Bibit unggul
Di sisi lain, bibit unggul ikan air tawar, seperti gurami, mujair, lele, nila, dan mas, tetap dibutuhkan dengan harga terjangkau. Kepala DKP Sulut Tienneke mengatakan, harga benih ikan di berbagai unit pembenih rakyat (UPR) mencapai Rp 500 per ekor, lebih mahal dari benih yang dikembangkan BPBAT Tatelu, yakni Rp 200 per ekor.
Sedianya, ekspor akan dimulai tahun ini, tetapi terhambat wabah virus korona baru.
”Benih masih sedikit karena itu kami harap BPBAT Tatelu bisa supply, terutama yang bibit unggul,” kata Tienneke.
Edhy mengatakan, BPBAT Tatelu akan membantu para pembudidaya. Produksi ikan nila yang kini tengah dikembangkan mencapai 10 juta ton tahun lalu, setengah dari kapasitas totalnya. Upaya ini ditopang berbagai teknologi, seperti daur ulang air, ozonisasi, dan infra merah.
”Harga Rp 200 per ekor sudah bagus, tapi saya usahakan akan membuat benih itu gratis agar pembudidaya semakin banyak. Tentu saja ini harus didampingi berbagai pelatihan,” katanya.
BPBAT Tatelu dapat memberi pelatihan dan penyuluhan budidaya dengan fasilitas penginapan bagi 80 orang. Edhy berharap kapasitasnya dapat ditambah hingga 200 orang sehingga makin banyak pembudidaya yang bisa memulai bisnisnya.
Gubenur Sulut Olly menambahkan, peluang bagi pelaku usaha budidaya ikan air tawar, seperti nila, makin besar melalui ekspor ke China dan Jepang. Sedianya, ekspor akan dimulai tahun ini, tetapi terhambat wabah virus korona baru.