Dua Bulan Tidak Hujan di Kupang, Rawan Pangan Intai NTT
Kekeringan panjang merupakan ancaman kekurangan pangan di NTT yang dinilai sangat serius. Dua bulan terakhir, hujan sama sekali tidak turun, seperti di Kabupaten Kupang.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN / KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Lebih kurang 250 hektar areal persawahan di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, gagal tanam lantaran kekeringan yang panjang. Hujan tidak turun dalam dua bulan terakhir. Air tanah pun mengering. Kondisi itu mengancam ketersediaan pangan di salah satu sentra padi di provinsi tersebut.
Di areal persawahan Kelurahan Oesao, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Minggu (16/2/2020), kekeringan menyebabkan permukaan tanah di lahan sawah retak-retak. Tak ada air mengalir, saluran irigasi kering. Areal yang berada di pinggir Jalan Timor Raya itu merupakan salah satu sentra padi. Total luas sekitar 250 hektar.
Sebagian besar dari 50 sumur bor di areal itu kekeringan. Petani pasrah. Bahkan, banyak dari mereka pergi meninggalkan sawah dan menjadi buruh serabutan. ”Yang ada air hanya empat sumur. Itu pun debit airnya sudah menyusut jauh. Kalau satu dua minggu ini belum juga hujan, semua sumur kering,” kata Frenky Tameno (65), petani yang ditemui di sawahnya.
Tak hanya di Kabupaten Kupang, kekeringan merata di semua daerah di Provinsi NTT yang terdiri atas 22 kabupaten/kota. Ancaman rawan pangan kali ini sangat serius.
Sumur bor milik Frenky yang dibuat dengan harga Rp 2,5 juta itu adalah satu dari empat sumur yang masih menyimpan cadangan air. Air dari sumur sedalam 15 meter itu ia gunakan untuk menyiapkan persemaian bibit padi.
Saat ini, bibit padi sudah berumur satu bulan sepuluh hari sehingga tidak bisa digunakan lagi. Bibit itu sudah rusak. Biasanya, bibit padi sudah bisa ditanam setelah berumur dua minggu.
”Ini sudah gagal tanam. Kalau normal seperti tahun-tahun sebelumnya, padi sekarang sudah mulai berbunga. Kondisi ini paling parah selama saya menjadi petani puluhan tahun,” ujarnya. Ia mengatakan, gagal tanam itu menyebabkan ia merugi Rp 1,6 juta, dihitung dari biaya pembelian benih dan biaya lain untuk proses pembibitan.
Ia mengatakan, pemerintah setempat sudah mengetahui kondisi tersebut, tetapi belum ada solusi. Mereka pasrah menanti hujan. Hampir setiap hari, awan mendung berarak dan menggantung di langit daerah itu tetapi tidak meneteskan hujan deras. Hanya terjadi gerimis beberapa saat kemudian berhenti dan panas lagi. Daerah itu terancam rawan pangan.
Masih di Kabupaten Kupang, sejumlah petani lahan kering yang menanam jagung juga mengeluhkan hal yang sama. Di sepanjang Desa Manusak sampai Desa Raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, tanaman jagung yang sudah berbuah tidak memiliki isi. Banyak juga jagung yang layu, bahkan mati. Penyebabnya sama, hujan yang tidak turun. Lahan pertanian itu mengandalkan hujan.
”Tanda-tanda tidak bagus ini. Desa sudah menyiapkan langkah untuk antisipasi mana kala terjadi gagal panen dan rawan pangan. Kami juga sudah melaporkan kondisi ini kepada kecamatan untuk diteruskan,” kata Kepala Desa Manusak Arthur Ximenes. Langka yang mungkin diambil adalah mendatangkan beras bagi korban rawan pangan di desa penduduk sekitar 4.000 jiwa itu.
Di dekat desa itu terdapat Bendungan Raknamo, tetapi belum difungsikan lantaran air yang tersedia belum cukup. Debit air pun semakin berkurang.
Berdasarkan data yang dihimpun Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pada Agustus 2019, debit air di bendungan itu 11 juta metrik kubik. Hingga Februari ini, debit air sudah berkurang hingga 7 juta metrik kubik.
Frengki Walkis, Pejabat Pembuat Komitmen Bendungan I pada instansi tersebut, mengatakan, bendungan yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 9 Januari 2018 itu berkapasitas hingga 14 juta metrik kubik. Selain untuk cadangan air baku, bendungan itu juga diperuntukkan mengairi sekitar 1.250 hingga 3.250 hektar areal persawahan serta pembangkit listrik berkekuatan 0,216 megawatt.
Ancaman merata
Sekretaris Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Hortikultura Provinsi Nusa Tenggara Timur Miqdonth Abola mengatakan, kekeringan menyebabkan potensi rawan pangan di daerah itu sangat tinggi. Tak hanya di Kabupaten Kupang, kekeringan juga merata di semua daerah di provinsi itu yang terdiri atas 22 kabupaten/kota. ”Ancaman rawan pangan kali ini sangat serius,” ujarnya.
Ia mengatakan, pihaknya sudah menyurati semua kabupaten/kota untuk melaporkan kondisi yang tarjadi di daerah masing-masing. Sejauh ini belum diperoleh data kesuluruhan jumlah areal pertanian yang gagal tanam, gagal panen, ataupun puso.
Kini, musim hujan tinggal 1,5 bulan. Ia menyarankan para petani agar menanam jenis tanaman tahan panas dan tahan hama, seperti singkong dan keladi. Itu bisa untuk cadangan pangan.