Oknum Alumni Sekolah Provokasi Aksi Kejahatan Jalanan
Aparat kepolisian menindak tegas aksi kejahatan jalanan di Yogyakarta yang melibatkan pelajar sekolah atau kerap disebut klithih. Dari penyelidikan, ada oknum alumni yang turut memprovokasi aksi itu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Aparat kepolisian terus menindak tegas aksi kejahatan jalanan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang melibatkan pelajar sekolah atau kerap disebut klithih. Dari penyelidikan, terdapat oknum alumni yang ikut memprovokasi agar para remaja itu tetap melakukan kejahatan jalanan melalui geng sekolah.
Kejadian terakhir, Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Sleman meringkus 11 remaja yang diduga terlibat aksi kejahatan jalanan tersebut, Sabtu (15/2/2020) dini hari. Sebagian besar masih berstatus sebagai pelajar sekolah, tetapi ada juga yang sudah menjadi alumnus. Rentang usia mereka mulai dari 17-20 tahun. Mereka tergabung dalam geng sekolah bernama ”Ma’arif Garis Keras” yang disingkat MGK.
”Ini upaya kami melakukan penindakan dan pencegahan kejahatan jalanan yang marak akhir-akhir ini. Rata-rata masih berusia remaja. Dari hasil pemeriksaan, mereka tergabung dalam geng Ma’arif Garis Keras (MGK),” kata Wakil Kepala Polres Sleman Komisaris M Kasim Akbar Bantilan di Polres Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (16/2/2020).
Sebanyak tiga orang ditahan dalam kasus ini, yaitu RSA (20), MBL (18), dan FRP (19). RSA dan MBL ditahan di Polres Bantul, sedangkan FRP ditahan di Polres Sleman. Penyerangan dengan senjata tajam dilakukan RSA dan MBL di daerah Kasongan, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. FRP ditangkap karena menyembunyikan senjata tajam di rumahnya yang juga digunakan sebagai tempat nongkrong para pelaku.
Kepala Satuan Reskrim Polres Sleman Ajun Komisaris Rudy Prabowo menyampaikan, RSA merupakan orang yang dituakan di geng tersebut. Fakta ini mengacu statusnya sebagai alumnus dari geng sekolah itu. Ajakan berbuat onar itu berawal dari status media sosial Whatsapp unggahan RSA yang intinya mengajak anggota geng MGK untuk segera berkumpul.
”RSA memberikan doktrin ke yuniornya. Ada temannya yang dikenai atau baru saja diserang dari sekolah lain. Intinya dia ingin mengajak balas dendam kepada geng lain. Namun, kenyataannya sembarangan dalam melakukan aksinya,” ujar Rudy.
RSA dan teman-temannya pergi mencari musuh dengan mengendarai empat sepeda motor. Mereka berboncengan. Namun, mereka justru menyerang orang yang tidak dikenal sewaktu melintas di wilayah Kasongan, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY.
Korban berinisial AM (19) adalah seorang mahasiswa. Ia merupakan warga Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY. Luka yang dialaminya berupa sabetan senjata tajam di tangan sebelah kiri.
Rombongan penyerang kemudian melarikan diri begitu saja usai menyabetkan senjata tajamnya kepada korban. Mereka pun berpapasan dengan tim patroli dari Satuan Reskrim Polres Sleman. Tim patroli langsung mengejar mereka dan berhasil menangkap seluruh pelaku.
”Dari penangkapan itu, kami melakukan pendalaman lalu mendapatkan anggota geng lain. Di tempat kumpulnya itu, kami mendapat senjata tajam,” kata Rudy.
Polisi menyita dua senjata tajam, yakni sebuah pedang dan celurit. Pedang itu sepanjang sekitar 1 meter, sedangkan panjang celurit 30 sentimeter.
Dihubungi terpisah, Suprapto, sosiolog kriminal dari UGM, menyampaikan, keberadaan geng remaja itu bukan murni keinginan para remaja itu sendiri. Ada andil dari pihak eksternal yang dalam konteks ini merupakan para alumni sekolah ataupun kelompok tersebut.
Suprapto menilai, untuk memberantas klithih, yang harus dilakukan adalah mencabut akarnya, yakni pihak yang mendorong terjadinya aksi kejahatan jalanan. ”Menelusuri siapa dalang di balik aksi kejahatan jalanan tersebut. Pemberian sanksi tidak hanya pada pelaku, tetapi juga dalangnya. Lalu, kepala sekolah, ketua OSIS, orangtua, dan polsek perlu dikumpulkan untuk membuat pernyataan anti terhadap kejahatan jalanan,” ujar Suprapto.