Ribuan Nelayan Udang di Jambi Terimbas Dampak Virus Korona di China
Lebih dari 1.300 nelayan udang belalang di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, terancam kehilangan sumber penghasilan setelah merebaknya virus korona plus. Selama ini tangkapan udang belalang diekspor ke China.
Oleh
irma tambunan
·2 menit baca
KUALA TUNGKAL, KOMPAS — Lebih dari 1.300 nelayan udang belalang di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, terancam kehilangan sumber penghasilan setelah merebaknya virus korona. Ekspor udang belalang yang selama ini ke China terhenti akibat lalu lintas ke negara itu terkendala.
Bustami, nelayan di Kelurahan Kampung Nelayan, Kecamatan Tungkal Ilir, Tanjung Jabung Barat, sudah sepekan tidak melaut. Harga udang belalang anjlok sejak pekan lalu. Jika awalnya mencapai Rp 140.000 per ekor, ukuran panjang 30 sentimeter, kini harganya menjadi Rp 20.000 per ekor. Permintaan dari eksportir pun terhenti.
”Harga udang jatuh. Kalaupun kami paksakan tetap melaut, hasilnya malah merugi,” katanya, Kamis (13/2/2020). Sehari-hari, ia kini hanya memperbaiki jaring yang rusak.
Menurut Bustami, tangkapan udang belalang merupakan mata pencarian utama masyarakat setempat. Dari nelayan, udang dipasok ke pengepul lalu ke agen udang. Dari agen, udang dipasok ke eksportir di Jakarta. Hampir seluruh tangkapan udang tersebut dikirim ke China.
Terputusnya akses ke China akibat wabah korona berimbas pada terhentinya permintaan ekspor. Menurut Hasbullah, tokoh nelayan setempat, ada lebih dari 1.300 nelayan di wilayah itu bergantung pada tangkapan udang. Biasanya menjelang dan selama masa Imlek, harga udang naik hampir dua kali lipat. Kali ini permintaan udang terhenti dan harganya jatuh.
Sebagian nelayan kini menganggur. Sebagian lain yang masih memiliki jaring ikan masih melaut, tetapi hasilnya jauh dari harapan. ”Tangkapan ikan di sini tidak menguntungkan. Kalah bersaing dengan nelayan modal besar yang menggunakan jaring pukat,” kata Hasbullah.
Biasanya menjelang dan selama masa Imlek, harga udang naik hampir dua kali lipat. Kali ini, permintaan udang terhenti dan harganya jatuh.
Kelesuan juga tampak di agen-agen penjualan udang belalang di Kuala Tungkal. Pengelola agen udang terbesar di wilayah itu, Indra Gunawan, mengatakan, ia biasanya mengirim 1.000-2.000 ekor udang per hari ke Jakarta untuk diekspor ke China. Namun, sejak Februari 2020, pengiriman terhenti. Akibatnya, ia harus memberhentikan sembilan karyawannya.
Pengelola agen udang lainnya, Salwa, mengeluhkan hal serupa. Dampaknya, banyak udang yang telah dipasok dari nelayan masih tertahan. ”Belum bisa dikirim karena tidak ada permintaan,” katanya. Bahkan, dalam sepekan ini sudah hampir 300 ekor udang senilai hampir Rp 5 juta terpaksa diberikan cuma-cuma kepada warga karena kondisinya hampir mati.
Suhadi Rahman, penanggung jawab Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Jambi Wilayah Kerja Kuala Tungkal, mengakui produksi Februari turun. Berdasarkan data Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jambi, volume udang belalang pada Februari diperkirakan turun. Produksi pada Januari masih tercatat 258.535 ekor senilai Rp 18 miliar. Sementara pada 1-11 Februari, produksi 14.350 ekor senilai Rp 1 miliar.