Pengadilan Negeri Kelas IA Palembang menghukum mati Akbar Al Farizi (34), auktor intelektualis pembunuhan pengemudi taksi daring di Palembang bernama Sofyan (44). Akbar terbukti melakukan pembunuhan berencana.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pengadilan Negeri Kelas IA Palembang menghukum mati Akbar Al Farizi (34), otak pembunuhan pengemudi taksi daring di Palembang bernama Sofyan (44). Akbar terbukti melakukan pembunuhan berencana dengan melibatkan anak di bawah umur.
Vonis dalam persidangan yang dipimpin hakim Efrata Happy Tarigan, Kamis (13/2/2020), itu disambut syukur oleh keluarga korban. Bahkan, setelah hakim mengetuk palu, seorang pengunjung berteriak, ”Matikan saja orang itu, Pak.” Vonis itu sama dengan tuntutan jaksa.
Akbar terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) tentang pembunuhan berencana. Pembunuhan terjadi pada 29 Oktober 2018, tetapi Akbar baru tertangkap pada 21 Agustus 2019.
Mendengar putusan tersebut, Akbar terlihat tegar. Setelah menghampiri penasihat hukumnya untuk berdiskusi, Akbar memutuskan untuk pikir-pikir. Hakim Efrata pun memberikan waktu tujuh hari. ”Kalau sampai tujuh hari tidak ada jawaban, saya anggap Anda menerima putusan ini,” kata Efrata.
Namun, ketika dibawa ke ruang tunggu pengadilan, Akbar memutuskan untuk banding. ”Saya mau bertemu keluarga dan anak-anak saya. Jadi saya banding,” kata Akbar.
Majelis hakim menjatuhi hukuman mati karena Akbar terbukti menjadi otak pembunuhan Sofyan. Fakta persidangan menunjukkan warga Musi Rawas itu telah merencanakan pembunuhan terhadap pengemudi taksi daring sejak awal.
Fakta persidangan menunjukkan warga Musi Rawas itu telah merencanakan pembunuhan terhadap pengemudi taksi daring sejak awal.
Untuk memperlancar aksinya, Akbar merekrut tiga anak buah di Musi Rawas, yakni Ridwan (45), Acundra (21), dan FR (16). Akbar juga menegaskan kepada setiap pelaku untuk berani membunuh korban.
Dari Musi Rawas, pelaku datang ke Palembang menumpangi sebuah mobil travel. Pada 29 Oktober 2018, Akbar memesan taksi daring dengan menggunakan akun milik seorang perempuan. Dia memesan dari SPBU Km 4,5 Palembang untuk diantarkan menuju salah satu rumah makan cepat saji arah Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang.
Namun, di tengah perjalanan, mereka membunuh Sofyan, si pengemudi. Kematian Sofyan diakibatkan pukulan benda keras di wajahnya. Sofyan meninggalkan istri dan empat anaknya. Korban adalah tulang punggung keluarga. Mayat korban dibuang di perkebunan sawit di Musi Rawas.
Korban sempat memohon agar tidak dibunuh, tetapi permintaan itu tidak dihiraukan. Akbar tetap menghabisi nyawa Sofyan. ”Perbuatan Akbar juga telah menimbulkan keresahan,” kata Efrata.
Dalam sidang sebelumnya, majelis hakim telah menjatuhi hukuman mati kepada Ridwan dan Acundra. Sementara FR dijatuhi hukuman 10 tahun yang merupakan hukuman terberat dalam peradilan anak. Atas vonis-vonis itu, ayah korban, Ki Agus Abdul Roni, mengucap syukur. Menurut dia, hukuman itu sudah sepantasnya diterima Akbar.
Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Sumsel, Purnama Sofyan, menuturkan, sebenarnya ada waktu bagi Akbar untuk mengurungkan niatnya karena dia sempat dua kali membatalkan pemesanan taksi daring sebelum akhirnya menyewa kendaraan yang dikemudikan Sofyan.
Pemesanan pertama dibatalkan karena calon korban pertama diikuti mobil taksi daring lain. Sementara calon korban kedua dibatalkan karena sopir mobil daring merupakan tetangga keponakan Akbar. Akhirnya, pilihan jatuh pada pesanan ketiga, yakni Sofyan, yang bertubuh kecil.
Menurut Purnama, kasus pembunuhan pengemudi taksi daring masih terjadi karena dalam kasus pembunuhan sebelumnya, hukuman terberat yang diterima pelaku berkisar 20 tahun penjara sampai seumur hidup. Dengan putusan ini, Purnama berharap pembunuhan pengemudi taksi daring tidak lagi terulang. ”Saya harap vonis ini bisa memberikan efek jera dan membuat para calon pelaku berpikir ulang untuk melakukan aksinya,” kata Purnama.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Driver Online Sumsel Malwadi mengapresiasi keputusan itu. Dia berharap tidak ada lagi korban yang jatuh akibat aksi begal ini. Sejak tahun 2017 hingga 2019, ada 12 kasus kekerasan terhadap pengemudi taksi daring, lima orang di antaranya meninggal.
Dari lima kasus pembunuhan pengemudi daring itu, baru tiga kasus yang sudah divonis, sedangkan dua kasus lain masih dalam proses hukum.
Malwadi menerangkan, beragam upaya sudah dilakukan untuk menekan tingkat kekerasan terhadap pengemudi taksi daring, misalnya adanya fitur panic button. Walau tetap saja berisiko, setidaknya keberadaan korban bisa langsung diketahui.
”Kami juga menghindari pemesanan di kawasan rawan. Kawasan rawan itu ada di perbatasan kota,” ucapnya. Saat ini diperkirakan ada sekitar 7.000 pengemudi taksi daring di Palembang.