Pengembangan moda terintegrasi menjadi prioritas agar meningkatkan minat masyarakat dalam mengakses transportasi publik. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah Inggris memberikan asistensi dengan berbagi pengalaman.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pengembangan moda terintegrasi di Bandung, Jawa Barat, menjadi prioritas agar minat masyarakat dalam mengakses transportasi publik meningkat. Langkah itu didorong oleh Pemerintah Inggris yang memberikan asistensi dengan berbagi pengalaman dalam menyusun sistem transportasi di Bandung. Bantuan ini dituangkan dalam program Global Future Cities (Kota Global Masa Depan).
Menurut Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins, di Bandung, Selasa (11/2/2020), Kota Bandung dipilih bersama Surabaya mewakili Indonesia dalam program tersebut. Dua kota metropolitan ini diharapkan bisa memberikan contoh bagi kota-kota lainnya dalam mengorganisasi kota sesuai dengan program yang diberikan.
Jenkins menilai, perkembangan Bandung mirip dengan beberapa kota besar di Inggris, di antaranya London, Manchester, dan Birmingham. Ketiga kota ini pernah memiliki permasalahan serupa seperti Bandung, antara lain pertumbuhan penduduk yang pesat, urbanisasi, isu kesetaraan, energi bersih yang ramah lingkungan, dan keinginan untuk membangun transportasi publik.
”Semua permasalahan tersebut pernah dihadapi kota-kota ini di masa lalu, dan saya rasa mereka bisa melewatinya. Jadi, kami ingin membagi pengalaman itu kepada Bandung dan Surabaya,” ujar Jenkins di sela kunjungannya di Bandung Planning Gallery.
Hari Kusharwanto, Deputy Project Director Mott Macdonald, konsultan program tersebut, mengatakan, Bandung sebagai kota dengan jumlah penduduk jutaan jiwa memiliki tantangan dalam mobilitas. Berdasarkan data yang dihimpun, Kota Bandung dihuni 2,5 juta penduduk dan memiliki beberapa kawasan di sekeliling kota dengan jumlah penduduk sekitar 6 juta jiwa.
Jutaan warga tersebut sebagian besar melakukan aktivitas di Kota Bandung. Karena itu, tutur Hari, Bandung kerap dilanda kemacetan. Apalagi, angkutan umum yang ada di Bandung hanya memiliki 17 persen porsi dari seluruh perjalanan. Akibatnya, Bandung rentan polusi udara akibat penggunaan kendaraan pribadi dalam aktivitas warga sehari-hari.
Angkutan umum yang ada di Bandung hanya memiliki 17 persen porsi dari seluruh perjalanan.
”Warga mengalami kesulitan mengakes sarana sehingga menghambat pergerakan menggunakan angkutan umum. Karena itu, dalam program ini, kami akan meningkatkan akses angkutan umum dengan meningkatkan kualitas dan keamanannya,” kata Hari.
Program tersebut menargetkan mobilitas angkutan umum di Kota Bandung mencapai 18,3 juta kali perjalanan pada 2030. Dalam dua tahun pertama kerja sama, Pemerintah Inggris, Indonesia, dan Pemerintah Kota Bandung akan melakukan kajian dan membentuk dasar sistem transportasi yang dinilai ideal untuk Bandung.
Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana menyambut positif inisiasi dari Kerajaan Inggris untuk membantu integrasi angkutan umum di Kota Bandung. Dia berharap bantuan tersebut bisa mewujudkan integrasi dalam sistem transportasi massal di Kota Bandung.
Yana berujar, warga bisa saja beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum asalkan memiliki ketepatan waktu dengan tujuan yang bisa menjangkau banyak lokasi. Di samping itu, faktor keamanan dan kenyamanan dari moda juga diperhitungkan sehingga banyak masyarakat yang tertarik.
”Mudah-mudahan Bandung mendapatkan manfaat dengan memiliki sistem transportasi yang terintegrasi. Kami juga akan mengoptimalkan sistem pemantauan digital yang telah dimiliki Bandung sebelumnya,” ujar Yana.