Membangkitkan Pamor ”Kopi Gede”
Puluhan tahun menghasilkan kopi, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, tak mampu mengangkat pamor produk sendiri karena ketidakberdayaan pada sistem rantai pasok. Namun, kini pintu kebangkitan mulai terbuka.
Puluhan tahun menghasilkan kopi, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, tak mampu mengangkat pamor produk sendiri karena ketidakberdayaan pada sistem rantai pasok. Namun, kini pintu kebangkitan mulai terbuka. Salah satu strategi adalah mengangkat kembali kopi liberika (Coffea liberica).
Kamis (6/2/2020) siang, bunyi kerosak dedaunan kering terinjak kaki mengiringi Pujo Widodo (50) saat masuk kebun kopinya di Desa Curugsewu, Kecamatan Patean, Kendal. Menyusuri deretan pohon kopi robusta (Coffea canephora), ia berjalan ke arah satu pohon yang menjulang 10 meter. Diameter batang bawahnya 30 sentimeter.
”Ini salah satu pohon kopi liberika utuh yang tersisa. Orang sini menyebutnya kopi gede, kopi bariah, kopi nangka, kopi leseh, atau ekselsa. Sekitar 1980, para petani menebang dan menyambungnya dengan robusta,” kata Widodo, Ketua Kelompok Tani Mlati Makmur, Desa Mlatiharjo, Patean.
Ia menunjukkan sejumlah pohon kopi robusta di kebun itu yang memiliki bentuk daun berbeda pada batang bawah dan batang atas serta ranting. Pada batang bawah, daun cenderung kaku dan sisi luarnya lurus (liberika). Pada bagian atas, daun agak lunglai dan sisi luarnya bergelombang (robusta).
Seperti perkembangan kopi di daerah lain di Indonesia, para petani di Kendal mengganti liberika dengan robusta karena lebih bernilai ekonomi. ”Memetik liberika lebih sulit karena pohonnya tinggi. Sementara itu, rendemennya rendah. Namun, batang bawah tetap menggunakan liberika karena kokoh,” ujar Widodo.
Widodo menuturkan, rendemen atau perbandingan buah kopi dengan kopi beras (green bean) pada liberika 10:1. Artinya, 10 kilogram buah kopi liberika menghasilkan 1 kg kopi beras. Sementara rendemen robusta 4:1. Hal itu yang membuat mayoritas kopi di Kendal saat ini robusta.
Meski dianggap tak bernilai ekonomis, para petani kopi Kendal melihat kopi liberika dari sisi lain. Lantaran tak sepopuler robusta dan arabika (Coffea arabica), ada keunikan liberika yang bisa dijual. Apalagi, sejarah menunjukkan, Kendal kaya akan kopi liberika. Hingga kini, pohon kopi liberika masih ditemukan di wilayah itu.
Aroma nangka
Salah satu keunikan utama liberika di Kendal adalah kuatnya aroma nangka. ”Begitu diseruput, rasanya tidak begitu pahit dan ada asamnya. Bisa dibilang, rasa kopi liberika tengah-tengah antara rasa kopi arabika dan robusta. Selain itu, kadar kafeinnya paling rendah,” papar Widodo.
Dalam makalah hasil studi ”Determination of Coffee Content in Coffee Mixtures” (2000) oleh Liew Siew Ling, Nik Ismail Nik Daud, dan Osman Hassan dari Universiti Kebangsaan Malaysia disebutkan, liberika memiliki konsentrasi kafein 1.23 gram per 100 gram, terendah dibandingkan dengan arabika (1,61 gram per 100 gram) dan robusta (2,26 gram per 100 gram).
Upaya mengangkat liberika seiring dengan tekad para petani Kendal untuk memperbaiki budidaya, pengolahan, hingga pemasaran kopi. Kini, antusiasme mereka begitu tinggi untuk menghasilkan kopi berkualitas. Salah satunya dengan menerapkan pilah merah pada buah kopi yang hendak diolah.
”Selama ini kami bertani kopi, tetapi pas mau ngopi beli di warung. Padahal, kopi enak, ya, punya sendiri. Cara budidaya dan pengolahan terus kami tingkatkan supaya menghasilkan kopi berkualitas,” kata Kholid Akrom (45), petani kopi asal Desa Wonodadi, Plantungan.
Dulu, hampir semua kopi yang diproduksi di Kendal masuk ke pengepul di Candiroto (Kabupaten Temanggung) yang berbatasan dengan Kendal. Terjebak pada sistem tersebut, kopi Kendal pun kurang dikenal.
Jejak sejarah
Salah satu kebun yang masih mempertahankan deretan kopi liberika di Kendal adalah kebun milik PT Cengkopa di Curugsewu, Patean. Lahan dengan luas 9 hektar itu masih ditumbuhi pohon kopi liberika. Para pegiat kopi di Kendal menjadikan kebun itu sebagai tempat menyelenggarakan sejumlah acara terkait kopi.
Widodo menuturkan, pada 2019 diselenggarakan Festival Kopi Liberika di kebun tersebut. Ke depan, diharapkan tempat tersebut juga menjadi pusat edukasi kopi liberika di Kendal. Sebab, sudah jarang kebun yang masih memiliki hamparan atau pohon kopi liberika yang membentuk satu blok.
Sekitar 1,5 kilometer dari kebun PT Cengkopa, terdapat Kebun Curug milik PT Cengkeh Zanzibar, yang sebelumnya merupakan pusat pengolahan kopi liberika. Saat ini, sejumlah mesin pemanggangan kopi sudah tidak tersisa. Namun, gudang-gudang tua dan salah satu titik pengolahan kering kopi masih ada.
Tari (66), yang kini menjadi pengemudi mobil angkut di PT Cengkeh Zanzibar, coba mengingat produksi kopi. ”Sehabis dipanen, kopi masuk gudang sekitar pukul 13.00, lalu dikupas dan direndam semalaman. Paginya dikeringkan di oven. Pegawainya dulu cukup banyak,” ujar pria yang pada 1972-1975 menjadi petugas mesin penerangan di pabrik kopi itu.
Menurut Tari, pada 1975, kebun mulai ditanami cengkeh. Kemudian, kopi dijual secara gelondongan, tidak diolah sendiri. Setelah itu, masuk PT Cengkeh Zanzibar yang hingga sekarang memproduksi cengkeh.
Pegiat kopi dari kelompok Lingkar Studi Kopi, Kendal, Paulus Nugrahajati, menuturkan, dalam sejarah, begitu kopi arabika jatuh karena penyakit karat daun, VOC mendatangkan varietas pohon kopi bagus ke Indonesia, yakni liberika. Belum sempat liberika berkembang, masuk robusta yang menggantikan hingga kini.
Menurut Paulus, karakter liberika di satu daerah bergantung pada agroklimat, yakni suhu udara, curah hujan, dan ketinggian tempat. ”Kalau di Kendal beraroma nangka, di daerah lain bisa jadi mengeluarkan aroma yang berbeda,” ucapnya. Di Jambi, misalnya, liberika tumbuh di lahan gambut sehingga aromanya berbeda.
Peluang dikembangkan
Dosen Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang, Budi Adi Kristanto, mengatakan, kebanyakan orang tidak mengetahui kopi liberika karena kalah pamor dari arabika dan robusta. Materi perkuliahan ataupun penelitian juga minim.
Namun, hal tersebut menjadi peluang untuk dikembangkan. ”Untuk diperkenalkan lebih luas, seperti di Kendal, perlu dikedepankan keunikan dan keunggulannya. Misalnya, kadar kafeinnya rendah. Selain itu, perlu mencari branding yang kuat,” ujar Budi.
Kepala Bidang UMKM Dinas Koperasi dan UMKM Kendal Rondi mengatakan, kopi menjadi salah satu produk yang didorong Pemerintah Kabupaten Kendal bersama produk lain, seperti jambu getas merah dan bandeng cabut duri. Selain peningkatan kapasitas UMKM, pemasaran juga terus digenjot.
Hal itu dilakukan di antaranya melalui Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) di Gemuh, Kendal, yang akan menjadi wadah UMKM. ”Di sana, para pelaku UMKM, termasuk kopi, akan difasilitasi, mulai dari konsultasi, pembiayaan, produksi, dan pemasaran. Kami harapkan kopi Kendal akan semakin dikenal,” kata Rondi.
Dengan kerja keras bersama berbagai pihak itu, diharapkan kopi liberika hasil wilayah itu semakin populer sebagai kopi Kendal, bukan lagi sebagai kopi wilayah tetangga. Pada gilirannya, geliat kopi Kendal akan membuka peluang lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian warga.