Singkawang Rayakan Keberagaman dalam Festival Cap Go Meh
Masyarakat Singkawang merayakan keberagaman dan toleransi dalam Festival Cap Go Meh 2020. Warga dari berbagai latar belakang merayakannya dengan sukacita.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
SINGKAWANG, KOMPAS — Perayaan Festival Cap Go Meh di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, berlangsung meriah, Sabtu (8/2/2020). Masyarakat dari berbagai lapisan tumpah ruah di jalan-jalan utama untuk menyaksikan parade 847 tatung yang memperagakan atraksi kekebalan tubuh yang diarak melintasi jalan-jalan utama.
Festival Cap Go Meh, Sabtu pagi, diawali tarian pembuka di lokasi panggung kehormatan di Jalan Diponegoro, Singkawang. Sejumlah personel TNI membawa bendera Merah Putih berlari ke arah panggung utama. Kemudian, kaki mereka melangkah tenang sembari diiringi lagu ”Tanah Airku”.
Sejumlah penari perempuan menggunakan busana cheongsam muncul dari salah satu sudut berlari ke arah panggung utama. Jari-jemari mereka lincah memainkan kipas, tubuh mereka berlenggak-lenggok diiringi lagu Mandarin.
Sesaat kemudian, penari laki-laki berbusana tradisional Dayak, sembari membawa replika senjata tradisional Dayak, yakni mandau dan perisai, menyusul ke lokasi panggung utama. Musik berubah menjadi lebih rancak dengan gong dan alat tabuh lainnya.
Penari berbusana Melayu menyusul. Iringan lagu Melayu membahana. Anak-anak berbusana Nusantara masuk dan menempati posisi paling depan. Tubuh mungil mereka lincah bergerak mengikuti ritme lagu.
Para penari berbusana Nusantara bersatu dengan gerakan yang harmoni. Penari dari TNI berlari mengelilingi mereka sembari membawa bendera Merah Putih. Begitu lagu ”Dari Sabang sampai Merauke” diperdengarkan. Mereka bergandengan tangan satu sama lain, lalu disambut tepuk tangan penonton.
Para penari itu berasal dari sejumlah suku yang ada di Singkawang. Mereka menitipkan pesan kebersamaan kepada masyarakat di tengah keberagaman. Bahkan, ada penari dari daerah Papua dan Sulawesi.
Tarian pembuka pun berlalu. Giliran atraksi 847 tatung, yakni orang yang kerasukan roh dewa/leluhur, yang ditandu menyusuri jalan-jalan utama Singkawang sembari memperagakan atraksi kekebalan tubuh. Tatung berasal dari etnis Tionghoa dan Dayak dengan pakaian tradisional masing-masing.
Masyarakat dari berbagai latar belakang tumpah ruah memadati jalan-jalan utama yang dilalui para tatung. Mereka melebur menikmati acara tahunan yang menjadi ciri khas Singkawang.
”Saya sudah dua kali menyaksikan Festival Cap Go Meh di Singkawang. Festival Cap Go Meh di sini yang terbesar yang pernah saya saksikan. Keberagaman yang ditampilkan sangat menarik bagi saya,” ujar wisatawan dari Jakarta, Mukidjam (70).
Demikian juga dengan wisatawan lain asal Jakarta, Dewi (30). Ia setiap tahun ke Singkawang untuk menyaksikan Festival Cap Go Meh. Walaupun di daerah lain ada pelaksanaan Cap Go Meh, di Singkawang ia merasakan lebih meriah dan khas.
Wali Kota Singkawang Tjhai Chui Mie menuturkan, Festival Cap Go Meh ini merupakan yang terbesar di Indonesia. Ia bersyukur Festival Cap Go Meh Singkawang kembali masuk 100 kalender acara 2020 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
”Kami terus berinovasi sehingga terus mampu menyajikan hal yang menarik. Singkawang juga masuk salah satu dari 20 lokasi program regenerasi warisan budaya,” ujarnya.
Kami terus berinovasi sehingga terus mampu menyajikan hal yang menarik. Singkawang juga masuk salah satu dari 20 lokasi program regenerasi warisan budaya.
Menjadi kota tertoleran di Indonesia jadi tantangan tersendiri bagi Singkawang. Tjhai Chui Mie berharap pada 2020 predikat itu bisa dipertahankan dan memperkuat identitas sebagai kota pusaka. Tantangannya, bagaimana bersatu padu melestarikan dan mengembangkannya sebagai aset budaya yang menimbulkan kegairahan bagi wisatawan.
”Pemerintah Kota Singkawang juga saat ini terus berupaya mewujudkan pembangunan bandara Singkawang dengan pendekatan kerja sama swasta dengan pemerintah. Perlu keterlibatan swasta untuk infrastruktur yang strategis seperti bandara ini bisa terwujud untuk mengembangkan pariwisata Singkawang,” paparnya.
Gubernur Kalbar Sutarmidji menuturkan, Singkawang memiliki modal yang penting dalam kemajuan pembangunan, yakni predikat sebagai kota tertoleran di Indonesia. Toleransi kunci keberhasilan melakukan pembangunan.
”Tanpa adanya toleransi dan harmonisasi di masyarakat, daerah hanya akan terjebak pada masalah-masalah yang menghambat pembangunan. Untuk itu, keharmonisan penting untuk terus dijaga,” kata Sutarmidji.
Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan senang bisa datang ke kota tertoleran di Indonesia. Festival Cap Go Meh ini dihadiri dan dinikmati seluruh masyarakat. Setiap perayaan keagamaan disikapi untuk mengokohkan hubungan antarumat. Perayaan tersebut merupakan milik nasional, tidak hanya Singkawang.
Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk menjaga kerukunan antarumat beragama. Salah satunya, dengan pembangunan Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral di Jakarta.