Jaringan Teroris MIT di Poso Masih Aktif Rekrut Anggota
Jaringan terorisme kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, diduga kuat masih aktif merekrut anggota atau simpatisan. Peran semua kalangan dibutuhkan untuk mengikis gerakan radikalisme ini.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
ANTARA/BASRI MARZUKI
Sejumlah prajurit TNI menyusuri jalan setapak dalam hutan untuk memburu kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Desa Sedoa, Lore Utara, Poso, Sulawesi Tengah, Kamis (24/3/2016).
PALU, KOMPAS — Jaringan terorisme kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, diduga kuat masih aktif merekrut anggota atau simpatisan. Peran semua kalangan dibutuhkan untuk mengikis gerakan radikalisme yang diusung kelompok itu.
Teranyar, polisi menangkap dua simpatisan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Selasa (4/2/2020). Mereka diduga hendak bergabung dengan MIT yang kini beraksi di kawasan pegunungan Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong. Dengan alasan pemeriksaan lebih lanjut, polisi belum mau mengungkap identitas dua orang tersebut.
”Artinya, (jaringan MIT) itu masih aktif (merekrut anggota),” kata Kepala Polda Sulteng Inspektur Jenderal Syafril Nursal di Palu, Kamis (6/2/2020).
Kepala Kepolisian Daerah Sulteng Inspektur Jenderal Syafril Nursal
MIT kini dipimpin Ali Kalora setelah pendiri kelompok itu, Santoso, tewas pertengahan 2016. Terakhir, mereka membunuh dua warga sipil di Parigi Moutong akhir Juni 2019.
Sebelumnya, dalam kurun akhir 2014-pertengahan 2015, mereka membunuh 10 orang. Saat ini, MIT diduga berjumlah 7 orang dan terus diburu aparat keamanan dalam Operasi Tinombala.
Syafril menyebutkan, saat ditangkap, kedua orang itu membawa beragam kebutuhan untuk persiapan bergerilya. Namun, dia enggan merinci barang-barang yang dibawa itu.
”Apakah mereka dari luar Sulteng, masih kami dalami. (Informasi) kita jaga dulu sampai berhasil diekspose dengan tuntas,” ujarnya.
Menurut Syafril, upaya menumpas kelompok ini membutuhkan kerja sama berbagai pihak. Tidak hanya aparat keamanan, organisasi keagamaan juga berperan penting mengikis penyebarluasan paham deradikalisasi yang digaungkan MIT.
Kedua orang yang ditangkap membawa beragam kebutuhan untuk persiapan bergerilya.
Kompas
Tersangka terorisme dari kelompok Mujahidin Indonesia Timur Basri alias Bagong setelah ditangkap tahun 2016.
Pengamat terorisme, yang juga dosen Institut Agama Islam Negeri Palu, Lukman Thahir, menyampaikan, meskipun kecil, MIT tetap melancarkan propaganda untuk menggaet anggota. Tak hanya pemerintah dan aparat, kondisi itu juga harus disikapi semua elemen masyarakat.
Warga, kata Lukman, bisa memberi informasi atau melapor kalau ada warga lain yang patut dicurigai terkait dengan kelompok radikal. Selain itu, mimbar-mimbar agama juga harus diisi dengan pesan-pesan perdamaian untuk mematikan propaganda kelompok radikal.
Urban Firman (42), warga Poso, berharap terorisme segera dituntaskan. Meskipun sebenarnya kehidupan normal warga tak terlalu berpengaruh, masalah terorisme sudah terlalu lama mendera Poso. ”Ini harus segera diselesaikan. Negara punya otoritas untuk tuntaskan ini,” ucapnya.